Banyak cara Allah SWT ketika akan menguji hamba-hamba-Nya. Ujian yang demikian tersebut sejatinya adalah sebagai bentuk kasih sayang Allah bagi hamba-hamba-Nya. Ujian yang Allah berikan, adakalanya itu sebagai ujian, adakalanya sebagai peringatan. Selain sebagai bentuk ujian dan peringatan, Allah SWT juga menurunkan musibah yang amat pedih bagi hamba yang kurang taat beribadah kepada Allah SWT.
Di tahun ini umat Islam, dan seluruh manusia di seluruh dunia telah dan sedang menghadapi ujian dan musibah yang mengagetkan, yang belum ditemukan obatnya. Wabah virus korona, dalam waktu yang relatif singkat, telah memakan korban begitu banyak. Dari waktu ke waktu, persentase korban akibat Covid-19 terus saja bertambah. Atas kasus demikian itu sehingga menyebabkan semua orang, mulai dari pemerintah, cendekiawan, tokoh agama, angkat suara dalam perspektif masing-masing. Akibatnya, masyarakat -dalam batas tertentu- menjadi bingung harus ikut yang mana? Bagi yang fanatismenya tinggi sehingga menyalurkan loyalitasnya pada salah satu tokoh karena dianggap lebih tahu. Sebagian lainnya mengikuti anjuran dokter untuk memutuskan mata rantai Covid-19 dengan menjaga kebersihan.
Tulisan ini tidak hendak mengulas setiap perspektif mereka masing-masing yang berbeda-beda tersebut secara keseluruhan, karena hal tersebut telah banyak yang membahasnya. Secara spesifik, tulisan ini akan melihat Covid-19 melalui kaca mata agama. Besar harapan kami agar menjadi bahan evaluasi dan introspeksi diri bagi manusia dalam rangka menyongsong kehidupan yang lebih baik ke depannya.
Pendidikan Medis di Balik Protokol Kesehatan
Sejak dunia dihebohkan dengan virus-virus yang menggetirkan seluruh penduduk bumi, manusia semakin merasa khawatir dan ketakutan. Prof. KH. Abd. A'la mengatakan, ini merupakan sebuah musibah dan ujian, tidak hanya bagi bangsa Indonesia, tetapi juga umat di seluruh dunia. Musibah dan ujian ini adalah musibah kita semua. Menurutnya, membumikan kearifan di tengah virus korona menjadi niscaya demi memutus mata rantai persebaran covid-19 dengan cara memahami keterbatasan diri, akal, dan pikiran. Dengan keterbatasan ini, setidaknya jangan merasa sok tahu daripada ahlinya. Untuk hal ini kita pasrahkan kepada para dokter sebagai ahlinya.
Yang menarik dari pembumian kearifan dalam perspektif KH. Ala adalah masyarakat setidaknya mengedepankan kebersamaan, khususnya melawan covid-19. Sejalan dengan hal itu, kita tidak ada alasan untuk tidak menghormati protokol yang dikeluarkan pemerintah tentang Covid-19.
Inti dari semua itu adalah menjaga kebersihan kita. Mulai dari badan kita, makanan, pakaian yang kita pakai. Pendidikan demikian itulah yang luput dari sasaran pemahaman masyarakat tentang esensi protokol yang diterapkan yang ada. Bahkan dalam Islam pun mengajarkan kita tentang signifikansi protokol kesehatan. Misalnya ketika akan menghadap Allah SWT untuk menunaikan salat beserta ibadah lainnya, umat Islam dituntut bersih terlebih dahulu.
Wudu mengajarkan kita tentang pentingnya hidup bersih tersebut. Dr. Jamal Elzaky mengatakan, dalam kajian kedokteran modern, metode pembersihan yang diajarkan dalam wudu termasuk metode pencegahan dari berbagai penyakit yang disebabkan bakteri. Dr. Karim mengutip pernyataan Dr. Abdul Jawad al-Shawi dalam kitabnya, al-Shalat al-Islamiyyah fi al-Manzhur al-Thibb al-Hadits, menyatakan bahwa di tubuh manusia, termasuk di mulut, perut, lambung, dan usus, juga kadang-kadang pada makanan dan minuman yang kita konsumsi terdapat mikroorganisme. Mikroorganisme ini ada yang berbahaya ada yang tidak. Sementara yang ukuran paling kecil adalah virus, yang ukurannya berkisar 10-30 nanometer.
Lebih lanjut, tubuh manusia ini merupakan lahan yang potensial bagi tumbuh dan berkembang-biaknya berbagai macam mikroorganisme, parasit, kuman, dan virus, terutama di bagian hidung dan tenggorokan, juga di bagian bawah sistem pencernaan, dan juga kulit. Dan ternyata, hikmah setiap bagian tubuh yang dibasuhi air wudu merupakan tubuh yang paling rentan membawa bibit-bibit penyakit: mulut, tangan dan telinga.
Hikmah protokol kesehatan sebagaimana merujuk pada firman Allah dalam Alquran:
"Hai orang-orang yang beriman, jika kalian hendak mendirikan salat, basuhlah muka dan tangan hingga siku, dan usaplah kepala kalian, dan (basuhlah) kaki kalian sampai kedua mata kaki. Jika kalian junub maka mandilah. Dan jika kalian sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kalian tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang bak (bersih); usaplah muka dan tangan kalian dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kalian, tetapi hendak membersihkan kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya bagi kalian supaya kalian bersyukur." QS. al-Maidah, 6.
Dalam Alquran di atas ini, pendidikan menjaga kebersihan sangat ditekankan, apalagi tangan hingga siku berpotensi dan/atau rentan terkena virus atau bakteri. Selanjutnya, Allah memerintahkan membasuh muka, juga agar terhindar dari efek bakteri dan mengusap kepala untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada kepala.
Dalam sebuah penelitian, disebutkan bahwa ternyata membasuh tangan dengan sabun sangat efektif dan sederhana untuk menghentikan persebaran virus yang menyerang melalui sistem pernapasan, baik virus flu biasa maupun virus lain yang lebih ganas sebagaimana Covid-19 ini. Hal ini disampaikan dalam majalah al-Islah nomor 296, tahun 1994, Kairo.
Al-hasil, penerapan protokol kesehatan semestinya tidak perlu dipertentangkan, apalagi sampai-sampai memfitnah serta memprovokasi banyak orang hanya karena menganggap remeh penerapan protokol kesehatan yang dibentuk oleh pemerintah ini. Protokol kesehatan yang dibentuk tersebut sudah melalui banyak pertimbangan yang dirapatkan oleh orang-orang dengan keahlian dan kemampuan di bidang masing-masing: agama, kesehatan, dan sejenisnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H