Aku lupa, bahwa mencintaimu ialah seporsi air mata
Yang tumpah ruah di setiap ingatan
Yang sendunya lebih baka dari mawar yang layu sebelum kumbang hinggap.
Aku lupa, bahwa mencintaimu ialah seikat murung
Yang tumbuh subur bersama melati yang putihnya mulai pudar
Bermuram durja, seperti hati di sepertiga malam.
Aku lupa, bahwa merindukanmu ialah seutuh doa
Yang ku awali atas nama Tuhan yang Maha Pengasih
Untuk senyummu, yang padanya kutitipkan tawaku
Aku mencintaimu selalu dengan tangis,
Karena gelak tawa adalah milik kita saat bersua
Saat kening kita beradu, memadu kasih yang terbahak-bahak
Kasih, pada ulat-ulat kutitipkan setangkai cintaku
Agar kelak ketika ia sudah berkupu-kupu aku dak kau kisahnya lebih kasih
Menjadi pelipur penghantar tidur setiap insan yang merana.
Kasih, aku lalai bahwa kau ialah musabab yang dikirim Tuhan
Untuk bibir yang enggan tersungging
Untuk hati yang enggan terkekeh atas segala tentangmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H