Pada kesempatan pembekalan kepada calon peserta KKN, disampaikan oleh penulis bawa salah satu tantangan yang akan dihadapi untuk mencapai keberhasilan program KKN adalah kemampuan berkomunikasi dengan komunitas yang memiliki variasi latar belakang sosial, budaya, ekonomi, suku, agama, dan yang paling penting adalah variasi tingkat literasi. Â
Banyak mahasiswa calon peserta KKN yang dari raut mukanya terlihat tidak mengerti tentang konteks kalimat yang mengandung frasa tingkat literasi.
Belum lama ini, pada sebuah group chat yang penulis ikuti, sempat terjadi diskusi mengenai frasa tingkat literasi yang cukup menggelitik. Sebuah kalimat muncul: "Salah satu ukuran kemajuan sebuah masyarakat adalah tingkat literasiny.Â
Semakin maju sebuah bangsa, maka tingkat literasinya juga semakin tinggi". Ternyata beberapa anggota group chat memberikan respon bahwa sebelumnya yang dipahami dengan tingkat literasi terbatas kepada banyaknya jumlah buku yang sudah dibaca, yang selanjutnya berdampak kepada kemampuan seseorang dalam berkomunikasi.
Pada kesempatan itu penulis mencoba memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan kata literasi.Â
Tingkat literasi tidak hanya berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi, namun lebih kepada kesiapan untuk mencari, memverifikasi, menikmati, dan menjadikanya modal bagi pencerahan dirinya.
Tentu saja selanjutnya akan berdampak kepada kemampuan seseorang dalam hal berkomunikasi, memahami, berempati, berbagi, mau berkorban, bekerja untuk kepuasan batin, dll.
Kata literasi mungkin saja memiliki kedekatan dengan kata dalam Bahasa Inggris literate. Jika mengacu kepada Kamus Merriam-Webster, literate [adjective], memiliki beberapa definisi.Â
Namun definisi yang lebih dekat untuk memahami beberapa kalimat di atas adalah educated, culteured. Definisi lain yang bisa ditemukan pada kamus yang sama adalah having knowledge or competence. Sinonim dari kata literate adalah educated, erudite, knowledgeable, learned, lettered, scholarly, well-read. Â
Masih dari kamus yang sama, antonim dari kata literate adalah benighted, dark, ignorant, illiterate, uneducated, unlearned, unlettered, unscholarly .Â
Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil sebuah gambaran bahwa literate yang ajektif bersinonim -memiliki kedekatan makna- dengan educated. Apakah hanya sekedar bersinonim saja?Â
Apakah bisa tertangkap kekhususan kata literasi dibandingkan kata tingkat pendidikan? Mungkin kalimat berikut ini bisa memberikan pengertian yang lebih baik.Â
"Bisa saja seseorang memiliki gelar akademik yang tinggi, lulus pendidikan tingkat master misalnya, namun tingkat literasinya tidak cukup tinggi. Ia tidak mampu mengembangkan sistem gagasan dan mengutarakannya dengan cara yang educated".
Lalu apa hubungan antara tingkat literasi dan blogging seperti pada judul tulisan ini?
Ada sebuah persoalan besar bagi bangsa Indonesia terkait dengan tingkat literasi dalam arti luas. Tingkat literasi yang bukan hanya sekedar diartikan melek huruf saja, namun lebih bagaimana tingkat literasi pada suatu masyarakat bisa menjadi bekal bagi pencerahan dan pengembangan dirinya.Â
Tentu saja langkah pertama untuk meningkatkan tingkat literasi adalah membuat masyarakat melek huruf, tidak buta aksara, bisa membaca.
Namun yang lebih penting adalah bisa "membaca" untuk mendapatkan pengetahuan, pencerahan, mengolahnya, dan menjadikannya modal untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi sesama manusia.
Setelah melek huruf dan bisa membaca, tantangan berikutnya adalah bagaimana membuat masyarakat merasa perlu, membutuhkan, untuk "membaca".
Jika dilihat pada dunia pendidikan, apakah pendidikan yang diterapkan sudah membuat peserta didik dari level TK sampai PT merasa perlu, membutuhkan, untuk membaca?Â
Penelitian yang dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA) dari Organisation for Economic Co-Operation and Develompent (OECD) tahun 2015 menunjukkan rendahnya tingkat literasi Indonesia dibanding negara-negara di dunia. Indonesia berada pada ranking 62 dari 70 negara yang disurvei.Â
Respondennya adalah anak-anak sekolah usia 15 tahun, jumlahnya sekitar 540 ribu anak 15. Sampling error-nya sekitar 2 sampai 3.Â
Persoalannya apakah sulitnya akses kepada buku, atau masalah lainnya? Menurut penulis persoalan utamanya adalah tidak ada sistem terutama pendidikan yang melatih peserta didik untuk merasa perlu membaca.
Maka demikianlah, penulis membuat blog ini untuk menjadi media pertukaran gagasan, dengan tujuan bisa meningkatkan kebutuhan "membaca" yang pada gilirannya bisa memperbaiki tingkat literasi, bersama-sama.Â
Membangun gagasan, mulai dari mencari pijakannya, tautannya, formulasi, dan bagaimana penyampaian serta penyajiannya, menjadi ukuran-ukuran capaian pembelajaran literasi. Tabik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI