REVOLUSI SPIRITUAL
Presiden yang diktator
N.K.R.I. memang negara demokrasi.
Tetapi Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 yang sebelum amandemen secara tidak langsung bisa mengharuskan untuk "sementara" memungkinkan Presiden R.I. memimpin layaknya seorang diktator.
Karena Presiden adalah seorang mandataris M.P.R.R.I..
Seperti diketahui. Â M.P.R.R.I. sesungguhnya adalah lembaga tinggi negara tertinggi yang membuat garis-garis besar haluan negara yang harus dilaksanakan oleh pemerintah.
Dan M.P.R.R.I. adalah juga lembaga negara yang bertanggungjawab menetapkan, mengangkat, melantik dan mengganti Presiden dan Wakilnya setiap saat.
Bung Karno dianggap otoriter
Bung Karno pernah terpaksa bersikap yang dianggap otoriter agar semua parpol mau konsekuen gotong royong menyelenggarakan negara yang berdasar negara Pancasila dan menaati UUD 1945 yang didekritkan Presiden 5 Juli 1959.
Antara lain Bung Karno juga menyampaikan Manipol USDEK yang mengharuskan Indonesia memakai UUD'45. Tanpa persetujuan DPR. Mewujudkan sosialisme ala Indonesia, mewujudkan demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan berkepribadian Indonesia. Disamping menawarkan ide NASAKOM. Dan juga memberikan tiga ajimat revolusi yang dikenal dengan TRISAKTI.
Pak Harto otoriter
Pak Harto tanpa ragu bersikap benar-benar otoriter agar semua kekuatan yang dimiliki negara bisa dikuasai langsung dibawah kontrolnya. Yang menjadikan semua Panglima tak bernyali. Menjadikan TNI seperti dianakemaskan negara tetapi di sisi lain ketiga angkatan seperti dalam suasana persaingan yang tidak sehat. Hal inilah kiranya yang membuat Pak Harto demikian perkasa dan bisa bertahan 32 tahun.
Banyak yang tergiur ingin jadi Presiden
Dari pengalaman Bung Karno dan Pak Harto maka banyak orang hebat di negara ini yang sesumbar, bila dipilih jadi Presiden pasti bisa lebih hebat seperti dua tokoh bangsa tersebut.
Karena kedua tokoh tersebut juga dianggap punya kelemahan fatal sebagai Presiden.Â
Bung Karno punya kelemahan tidak mau membunuh lawan-lawan politiknya. Orang jawa bilang tego loro ora tego patine. Sedang Pak Harto sangat lemah menghadapi godaan anak-anaknya.
Tetapi juga banyak orang hebat di negeri ini yang tidak mau gegabah ngotot mau ikut mencalokan diri sebagai Capres. Karena tahu bahwa di negeri ini banyak siluman yang pura-pura sibuk dengan bonceng berkuasa.
Presiden Jokowi dituduh diktatorÂ
Dari pengalaman kedua pendahulunya pula maka Presiden Jokowi tampak tidak perlu merasa harus terpaksa bersikap otoriter. Â Karena memang Pancasila, konstitusi dan juga rakyat menghendaki.
Rakyat seperti sudah jenuh dan muak negaranya dibuat mainan oleh pejabat negara yang korup dan para mafia.
Maka Presiden Jokowi yang nyaman merakyat di tengah rakyat terlihat tegas tanpa ragu bersikap yang dinilai oleh sementara lawan politiknya sebagai seorang diktator yang tidak beda jauh dengan dua tokoh pendahulunya. Meskipun sangat beda yang melatarbelakangi sikap mereka.
Tanpa sikap diktator yang otoriter tidak mungkin Presiden Jokowi mewujudkan 'nawa cita' yang dijanjikan.
Tidak mungkin 51% saham Freeport bisa dimiliki Indonesia.
Tidak mungkin infrastruktur dibangun seperti di luar "nalar."
Tidak mungkin harga semen dan BBM di Papua bisa sama dengan harga di Jawa.
Tidak mungkin sertifikat dibagikan secara gratis. Dan sebagainya dan sebagainya.
Sementara kegaduhan politik seolah diberi ruang sendiri sesuai sekalanya, sehingga tidak berpengaruh pada kehidupan rakyat.
Media sosial yang hiruk pikuk liar bebas seperti dibiarkan menyempurnakan diri mengikuti hukum alam kehidupan yang mutlak berlaku.
Memang hanya dengan sikap yang terkesan otoriter dari seorang Presiden. Rakyat Indonesia bisa jaga tegak kedaulatan-keutuhan N.KR.I.. Â Serta selamatkan kekayaan generasi Bangsa Indonesia untuk setiap zaman berikutnya, yang harus bertanggungjawab mengabadikan keberadaan N.K.R.I. sebagai Indonesia Raya.
Presiden perlu mengeluarkan dekrit
Pertanyaan yang mungkin perlu diutarakan. Kapan bangsa Indonesia bisa menyempurnakan Pancasila dengan melengkapi uraian sila-silanya? Dan mungkinkah Presiden mengeluarkan dekrit agar UUD'45 yang sebelum amandemen "disempurnakan" dan diberlakukan kembali?
Demikian. Terimakasih kepada yang telah membaca tulisan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H