Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apa Perlu Dipertanyakan Wujud Pancasila Bung Karno?

1 Juni 2017   08:30 Diperbarui: 1 Juni 2017   08:38 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alam semesta saksi abadi 1 Juni 1945.

Alam semesta adalah tempat dan saksi abadi setiap kejadian masa lampau yang tetap ada pada hari ini.  Demikian pula sebagai saksi masa depan yang belum pernah ada. Sudah bisa ada bila dikehendaki, dengan diperlihatkan dengan diwujudkan gambarannya oleh rencana “negara” pada hari ini.

Seperti halnya dengan gambaran wujud “akhirat”—ajaran agama, yang pasti belum pernah dilihat tetapi sudah harus “diingat,” sebagai akibat atau hasil akhir bila setiap orang akan melakukan sesuatu yang terbaik atau pun yang terburuk hari ini. Pada hal belum tahu secara pasti kapan sampai di “alamat” yang disebut akhirat tersebut.

Sayang.  Banyak orang tak peduli dengan kepastian mutlak yang  pasti dialami di akhirat. Karena terbius dengan kenikmatan punya kuasa yang cuma bisa dirasakan “sementara” mengikuti putaran waktu yang tidak pernah berhenti barang satu detik pun untuk meneruskan gerak hari ini yang menghadirkan segalanya pada hari ini.

Kekuasaan yang indah dan menyenangkan hari-hari kemarin pasti berganti dengan keindahannya pada hari ini. Atau sebaliknya, justru berubah menjadi kepedihan luar biasa menyiksa dan berkepanjangan untuk disesali.

Kenapa akhirat dikaitkan dengan kehidupan bernegara?  Agaknya memang harus dikaitkan. Karena tanpa negara, seseorang tidak tahu di mana sebenarnya harus dilahirkan di dunia. Dan pasti tidak tahu pula di akhirat mana dia akan mati. 

Tanpa negara setiap orang yang lahir di dunia pasti harus dimiliki suatu negara sebagai warga negaranya.  Seseorang tanpa negara barangkali bisa disebut sebangsa "alien" mahluk tak punya kewargaan negara, buatan mereka yang berkepentingan.  Jadi bisa dibandingkan nilainya dengan seekor harimau sumatera yang dimiliki Bangsa Indonesia dan dilindungi negara. Bagi seorang warga negara harimau sumatera lebih berharga dari pada seseorang tanpa negara.

Dengan demikian, tanpa negara setiap orang mungkin tidak pernah tahu secara pasti alamatnya di akhirat yang kekal di Rahmatullah.

Hidup bernegara mengandung pengertian antara lain bahwa setiap orang hanya berharga atau bernilai kalau diakui sebagai seorang warga negara yang memiliki negara dan dimiliki negara.

Tanpa negara. Sudah pasti seluruh malaikat dan dewa-dewa akan bingung bagaimana harus menemaninya. Jika malaikat bertanya kepada Tuhan di mana tempat orang yang tidak bernegara? Tuhan juga pasti tak peduli, karena urusan bernegara adalah urusan suatu bangsa yang sudah DiberiNYA hak memiliki negara.

N.K.R.I.  diproklamairkan 17 Agustus 1945?

Yang mungkin perlu dipertanyakan, apakah Negara Kesatuan Republik Indonesia—N.K.R.I., yang sekarang ini adalah wujud negara yang dahulu dikehendaki para pendirinya pada bulan-bulan menjelang 17 Agustus 1945?

Jawabnya yang pasti harus “ya.” Karena saat ini keberadaan N.K.R.I. sudah mempengaruhi dunia internasional.

Tetapi mungkin jawabnya juga bisa “belum.” Karena sampai pada hari ini bangsa Indonesia tampaknya masih bingung bernegara yang dinyatakan harus berdasar Pancasila. Bangsa Indonesia tampak masih seperti ikut-ikutan bernegara. Beberapa golongan masih seperti berpikir merasa paling mengerti, paling berhak dan paling bisa mengatur negara. Sepanjang waktu. Sejak proklamasi sampai hari ini Bangsa Indonesia seperti bertarung tanpa lawan tanding. Musuh nomor satu adalah kebodohan dirinya sendiri sebagai suatu bangsa yang punya Pancasila.

Tulisan ini disampaikan dengan asumsi bahwa yang membaca pasti sudah membaca pidato tentang Pancasila, 1 Juni 1945.

Kala itu di alam semesta tiba-tiba terdengar gemuruh membahana dengan tepuk tangan sorak-sorai gembira seperti tersadarkan oleh pencerahan yang menerangi jiwa mereka yang tiba-tiba merasa dicerdaskan oleh pidato Ir. Soekarno yang mencerdaskan.

Sebuah pidato bersejarah yang untuk pertama kali menyatakan keberadaan Pancasila suatu dasar bernegara yang puluhan tahun gemuruh bergelora “dimatangkan untuk disempurnakan” agar terus hidup secara alami di dalam diri yang pidato.

Hari itu Pancasila sebagai dasar negara dibentang, digelar dan ditawarkan kepada mereka yang sudah saling dianggap sebagai mewakili rakyat untuk sebuah negara merdeka yang sedang dipersiapkan bagi Bangsa Indonesia.

Walau hanya sepintas disampaikan, namun sudah jelas terbayangkan  bahwa “Pancasila,” adalah sungguh sangat tepat untuk dasar negara bagi Bangsa Indonesia yang naluri jiwanya mulai menyadari dan mengerti arti sebuah negara merdeka.  Dibandingkan dengan berbagai macam dasar negara atau pun teori bernegara yang sudah ada dan dipakai beberapa negara yang sudah ada kala itu.

Para pendiri negara yang waktu itu menempatkan diri sebagai wakil seluruh Rakyat Indonesia “seketika” sepakat menerima dan setuju Pancasila sebagai dasar negara untuk menyelenggarakan satu negara untuk semua. Semua sangat setuju untuk memiliki satu negara.

 Pada “saat ini.” Atau sekarang. Kesepakatan saat itu berarti membawa konsekuensi bahwa Pancasila sudah pasti harus dijadikan pula sebagai satu-satunya sumber hukum dari seluruh hukum yang harus ada dalam negara Bangsa Indonesia.

Termasuk sebagai sumber hukum atau patokan utama dalam membuat atau menyusun undang-undang dasar atau konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Dan sudah pasti Pancasila juga harus menjadi sumber hukum tata negara republik ini.

Ditegaskan pula dalam pidato tersebut. Bahwa ajaran nabi Isa, Islam mau pun Marxisisme tidak bisa terwujud tanpa perjuangan gigih terus menerus para pengikutnya.

Demikian pula kalau Bangsa Indonesia ingin menjadikan Pancasila sebagai  dasar negara. Bangsa Indonesia harus berjuang keras terus menerus untuk mewujudkannya. Tanpa perjuangan tidak mungkin Pancasila bisa diwujudkan sebagai dasar negara.

Basa-basi berpancasila?

Sungguh ironis. Bahwa sampai saat ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasar Pancasila. Seperti diselenggarakan hanya basa-basi, retorika atau jargon dalam pidato-pidato belaka. Hanya sebatas bisa menyebut Pancasila; tanpa makna, niat dan wujud tindakan-tindakan nyata dalam kebijakan.

Keberadaan Pancasila seperti hanya numpang wujud pada gambar burung garuda sebagai simbol atau logo. Atau seperti sebuah puisi terdiri satu bait dengan lima deret kalimat yang mudah dihapal sebagai judul setiap sila Pancasila. Bangsa Indonesia seperti masih meraba-raba bagaimana kira-kira wujud nyata Negara Indonesia yang berdasar Pancasila, sesuai amanah para pendirinya.

Karena sampai pada hari ini, Pancasila tanpa disertai penjelasan atau disempurnakan dengan uraian terperinci tentang sila-sila di dalamnya.

Selama ini. Pancasila diperlakukan seperti layaknya sebuah utopia atau seperti hanya sebuah angan-angan, ide atau gagasan pada umumnya; hanya memberi gambaran yang indah dan utuh  tetapi masih perlu pembuktian; masih bisa ditafsirkan macam-macan  menurut sudut pandang masing-masing yang memandang. 

Padahal Pancasila bukanlah sebuah utopia maupun sebuah teori atau ide yang tidak mungkin atau sulit dibuktikan kebenarannya. Pancasila juga bukan pula sebuah teori semacam Marxisme yang perlu pemaksaan mutlak atas rakyat untuk dipraktikkan dalam kehidupan bernegara. 

Pancasila hanya perlu harus disempurnakan dengan penjelasan yang rinci dan pasti untuk tidak perlu ditafsirkan lagi tentang sila-silanya.  Maka akan terwujud kebenarannya bagi Bangsa Indonesia dan akan disaksikan pula oleh seluruh bangsa di dunia. 

Pancasila sudah diwujudkan dalam praktik kehidupan masyarakat nusantara leluhur Bangsa Indonesia jauh sebelum dinyatakan rumusannya oleh para pendiri negara ini.   

Pancasila adalah dasar negara yang harus dilaksanakan oleh seluruh lembaga negara dan aparatur pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan oleh negara. Rakyat Indonesia sudah tidak perlu harus melaksanakan Pancasila karena sudah menjadi naluri pribadi yang mendarah daging di jiwa para leluhurnya yang menurun turun temurun.

Bangsa Indonesia, sesungguhnya sudah sejak lama menunggu untuk mengerti “makna pasti” uraian isi setiap sila Pancasila yang tidak perlu harus dipercaya, diyakini maupun ditafsirkan. Apalagi sampai dianggap sakral. Melainkan harus diterima dan dipahami  oleh seluruh Bangsa Indonesia yang bhinneka tunggal ika, untuk diajarkan dan diamalkannya dan kemudian dilaksanakan dengan benar dan sempurna sebagai dasar negara dalam penyelenggaraan pemerintahan—negara.

Dalam hati kecil penulis bertanya. Hari ini 1 Juni 2017. Tidak adakah para ulama, para pakar tata negara, para peneliti, para akademisi, para negarawan dan politisi-politisi yang dibayar rakyat dan lain-lain yang terpanggil hati nuraninya untuk duduk bersama membentangkan dan menguraikan isi setiap sila Pancasila?

Harap diketahui. Jiwa Bung Karno, seluruh Jiwa para pendiri negara ini, seluruh jiwa perintis, pejuang dan pahlawan kemerdekaan yang kini sudah di alam kehidupan abadi yang sudah tidak lagi mengenal kematian. Masih berdoa untuk Bangsa Indonesia—yang masih hidup, agar segera menyempurnakan Pancasila sebagai dasar negara. Demi segera terwujudnya N.K.R.I sebagai Indonesia Raya. Sebuah bentangan surga yang nyata dalam realita kehidupan dunia nyata.

Jiwa Bung Karno, seluruh Jiwa para pendiri negara ini, seluruh jiwa perintis, pejuang dan pahlawan kemerdekaan  sekarang sudah tidak bisa apa-apa. Selain berdoa agar Bangsa Indonesia segera sadar meninggalkan sifat kekanak-kanakan—istilah Gus Dur, untuk memperkuat  persatuan demi keutuhan bangsa dan negara.

Demikian. Terima kasih kepada yang sempat membaca tulisan ini. Teriring Salam damai sejahtera untuk kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun