Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok Dipenjarakan Hakim, Semoga Hakim Masih Mampu Mengucap Alhamdulillah

13 Mei 2017   09:53 Diperbarui: 13 Mei 2017   10:11 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

REVOLUSI SPIRITUAL

       Alhamdulillah. Segala pujian yang benar dan tulus hanya dari Allah. Kepada siapa pun yang berbuat kebajikan kepada sesamanya. Tanpa diperintah Allah yang selalu bersamanya.  

       Yang mengucap Alhamdulillah seperti hanya mereka—muslim, yang merasa bahagia menerima, bersaksi dan ikut merasakan kebaikan sesamanya terhadap sesamanya. Yang dirasakan mengucap terimakasih pun dirasakan masih kurang memadai. Ingin memuji pun takut kurang pada tempatnya. Karena pujian seseorang kepada yang lain bisa berlebihan dan menjerumuskan. Maka hanya Allah yang berhak memuji, karena segala pujian adalah MilikNYA.

       Allah tidak butuh pujian siapa pun karena segala kebenaran, kebaikan dan perbuatan kasih manusia adalah atas KeberadaanNYA yang menyatu bersama umatNYA. Tanpa Allah manusia tidak mampu berbuat yang memberi kebahagiaan kepada sesamanya. Dan Allah tidak pernah memberi petunjuk kepada siapa pun untuk berbuat zalim, munafik, licik, menghina dan khianat.

       “Puji Tuhan,” ucap seorang Nasrani yang bahagia menerima kebaikan sesamanya. Lalu menyambut dengan menyampaikan Pujian Tuhan—yang tulus dan benar, atas kebaikan yang membahagiakan yang diperbuat sesamanya.

       Lalu. Siapa yang sekiranya mengucap “Alhamdulillah” atas vonis hakim menghukum Ahok 2 tahun penjara dan langsung ditahan?

       Alam semesta menyaksikan. Pendukung Ahok seketika menjerit histeris beruraian air mata. Sedang kelompok ormas FPI segera terdengar nyaring bertakbir dengan gembira ria di depan kelompok lawannya yang beruri air mata tidak berdaya seperti dibenamkan dalam kesedihan hati yang kehilangan nilai kebaikan dan kebenaran.

       Penulis menduga dan berharap. Mungkin hanya ke lima hakim yang kompak menjatuhkan vonis yang sanggup mengucap “Alhamdulillah.” Bukan karena tugas sangat berat usai tuntas dilaksanakan. Melainkan karena menyaksikan seorang Ahok yang perkasa di mata dunia.

       Ahok sedikitpun tidak terlihat marah-marah di depan pejabat negara seperti yang sering dilihat orang selama ini. Atau mengusap air mata.  Selain menunjukkan sikap  sangat kecewa dengan penuh pengertian. Sikap yang layak ada pada diri setiap negarawan N.K.R.I.. Seperti sikap kecewa Tuhan terhadap UmatNYA yang fasih mengolah kata menodai agamanya sendiri untuk menyengsarakan orang lain.

Di manakah Tuhan saat vonis, hari ini dan hari-hari selanjutnya?

       Di manakah Tuhan saat ini? Tuhan ada di hati umat-umatNYA yang sedang prihatin untuk menghiburnya agar tidak merana karena vonis yang dijatuhkan atas dasar tuduhan. Bukan atas dasar perbuatan nyata yang bisa dibuktikan dan diakui benar-benar menyakiti hati semua orang lain siapa pun dia. Kecuali mereka yang berkepentingan dengan tuduhan itu.

       Tuhan ada di hati umat-umatNYA yang sangat prihatin sampai tak berdaya untuk berdoa selain berpasrah diri menyerah kepada pemilik negara. Bukan menyerah kepada pejabat negara yang diberi kekuasaan oleh pemilik negara.

       Vonis Ahok mungkin masih bagian dari prolog sebuah revolusi spiritual yang merubah jiwa bangsa munafik menjadi bangsa yang bertaqwa.

       Dan tulisan ini hanyalah sebuah ekspresi pribadi penulis yang mencoba hidup tidak mau ikut-ikutan berjuang berkiblat kepada siapap pun yang membayar.

Orang munafiq berjuang menundukkan ketaqwaan

       Dalam kehidupan bernegara di N.K.R.I. Orang munafik adalah mereka yang berbuat dan berucap dengan berpikir yang berbeda dengan kata hatinya. Sedang yang taqwa adalah mereka yang berbuat dan berucap dengan berpikir yang konsekwen sebagai warga negara. Ada yang tidak sepaham, tidak usah diperdebatkan.

       Di N.K.R.I. Mereka dipersilakan menyembah seratus tuhan dan mengaku memeluk seribu agama tetapi semua tidak akan ada artinya. Percuma. Bila hanya bisa berteriak dan omong Pancasila adalah dasar negara tetapi tidak faham dengan hakikat dasar negara dan Pancasila itu sendiri.

       Atas Kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Para leluhur Bangsa Indonesia bercita-cita luhur untuk memiliki negara yang adil, makmur, sejahtera, aman, tenteram, bahagia dan abadi di  tanah airnya yang gemah ripah loh jinawi.

       Dengan demikian Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Ketuhanan. Negara Kehidupan yang indah, makmur, sejahtera, damai dan menyenangkan seluruh bangsa yang ada di dunia.  

       Dalam terminologi Islam. Mungkin Negara Kesatuan Republik Indonesia bisa disebut sebagai Negara Taukit. Yaitu sebuah negara yang senantiasa menyempurnakan kesempurnaannya sebagai negara yang sempurna.  Negara yang menghormati dan memuliakan rakyat—warga negara, sebagai pemilik negara.

      Dengan demikian Negara Kesatuan Republik Indonesia sama sekali bukan negara sekuler; bukan negara agama; bukan negara theokrasi; bukan negara sosialis; bukan negara kapitalis; bukan negara komunis; bukan negara ditaktor proletariat.

      Sama sekali bukan sekadar negara demokrasi atau pun yang disebut sebagai negara liberal; bukan sekadar negara agraris; bukan sekadar hanya negara lautan atau negara maritime.

      Sama sekali bukan negara nusantara atau negara kepulauan;  bukan negara dinasti atau monarkhi; bukan negara serikat; bukan negara union; bukan negara kekuasaan dan bukan pula sekadar negara kesatuan yang berbentuk republik dan sebagainya dan sebagainya.

N.K.R.I. adalah Negara "Ketuhanan" Republik Indoesia.  

      N.K.R.I. adalah Negara Ketuhanan Yang Maha Esa yang berbentuk republik.

Yaitu negara sempurna yang berbentuk republik yang senantiasa menyempurnakan kesempurnaannya sebagai negara yang memuliakan rakyatnya.

      N.K.R.I. adalah Negara "Ketuhanan" Republik Indonesia. Negara Kehidupan Rakyat Indoesia.

      N.K.R.I. adalah Negara Kesatuan Republik Indoesia. Negara rakyat yang menyatu dengan Tuhan Yang menjadikan segalanya menjadi satu kesatuan adanya.

      Bangsa Indonesia punya pengalaman sejarah yang unik. Pernah punya kerajaan agama Hindu, Buddha, Islam dan juga negara serikat.  Negara-negara itu sekarang sudah tidak ada. Yang tetap ada adalah wilayah dan turunannya yang menurun turun menurun mewujudkan ajaran luhur agama yang dianut para leluhurnya.

       Demikian. Terimakasih kepada yang telah sempat membaca tulisan ini.  Diiringi salam bahagia sejahtera bagi kita semua. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun