Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok Vs Kelicikan DPR, Ambisi Yusril dan Intervensi Pemerintah?

18 September 2016   06:26 Diperbarui: 18 September 2016   09:14 1901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ahok memang pernah memberi saran kepada Foke untuk mengambil cuti waktu berkampanye.  Yaitu waktu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada belum ada. Patut diduga Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada diundangkan hanya akal-akalan tidak bermutu untuk menolak Ahok. Seperti kasus Raperda yang disandra DPRD DKI yang terpaparkan dalam pengadilan Tipikor yang memeriksa M. Sanusi yang kena otete KPK.

Kelicikan di DPR RI agaknya setali tiga uang dengan yang di DPRD DKI Jakarta. Konon kabarnya. Ada pula Sigit Pudjiono, dari Biro Hukum Kemendagri mengirim surat kepada MK. Surat itu berisi permintaan agar MK menolak permohonan Ahok. 

Dengan alasan sama  seperti yang dijelaskan DPR yang dibacakan oleh Habiburokhman—politisi Gerindra, dan Yusril Ihza Mahendra di ruang MK dalam menanggapi gugatan Ahok. Kalau benar surat dari Biro Hukum Kemendagri itu ada.  Berarti surat itu merupakan intervensi pemerintah terhadap MK. Surat itu sangat pantas tidak perlu digubris MK.

Dulu menjelang zaman Bung Karno berhasil ditumbangkan.  Negeri ini diramaikan oleh gerilya politik. Karena ada pertarungan sengit merebut kedekatan-kepercayaan dengan Bung Karno. Antara yang mengaku penganut Soekarnoisme dengan yang mengaku pembela Soekarnoisme. 

Gerilya politik sangat membahayakan usaha keras pemerintah menegakkan keadilan dan menyejahterakan rakyat dalam bernegara. Masih perlukah harus ada surat-surat “resmi” lembaga negara yang salah “alamat”—nama,  di negeri ini?  Semacam surat palsu MK yang pernah terbit di zaman Presiden SBY dulu?

Kalau benar surat itu memang ada. Berarti Presiden Jokowi mungkin harus belajar dari SBY presiden sebelumnya. Presiden SBY tidak mau intervensi proses penegakan hukum di lembaga peradilan. Hingga Aulia Pohan—besan SBY, dibiarkan dijebloskan dalam penjara oleh KPK.

Ahok mungkin agak sealiran dengan SBY dalam penegakan hukum. Ahok pernah bilang. Kalau dia jadi tukang penggal leher koruptor. Bapaknya sendiri pun akan dipenggal kalau korupsi. Berbuat korupsi itu lebih kejam dari algojo yang memenggal leher para koruptor. Akh. Pak Ahok memang bisa mengada-ada. Mana mungkin sih, bapaknya yang sudah almarhum bisa korupsi? 

Demikian. Salam sejahtera kepada yang sempat membaca tulisan ini 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun