Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fenomena Calon Independen Bukan Tanda Parpol Kehilangan Peran dalam NKRI

20 Maret 2016   12:58 Diperbarui: 20 Maret 2016   13:04 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

REVOLUSI SPIRITUAL.

Di negara Republik Rakyat Cina, hanya ada satu partai saja---PKC, tetap butuh partai. Maka setiap negara tidak bisa tidak harus punya parpol.

Jadi. Fenomena hadirnya calon gebernur DKI---Ahok, melalui jalur independen sama sekali bukan tanda parpol kehilangan peran dalam NKRI.

Parpol-parpol punya peran sangat penting bagi Bangsa Indonesia dalam menyiapkan kader-kader yang handal dan berjumlah banyak sebagai wakil-wakil rakyat atau pemimpin-pemimpin bangsa dalam bernegara.

Partai tidak memilih wakil-wakil rakyat. Tetapi menyediakan kader-kader yang siap dipilih rakyat sebagai wakil-wakilnya. Tetapi semua parpol harus bersama seluruh rakyat memilih seseorang untuk menjadi kepala pemerintahan atau kepala negara. Sistem di RRC. Presiden hanya dipilih oleh partai.

 

Untuk NKRI presiden bisa dipilih langsung oleh parpol-parpol bersama rakyat. Atau hanya dipilih oleh mereka yang duduk di MPR saja, seperti di zaman orba sampai zaman presiden Megawati.

Di zaman Bung Karno, beliau diangkat presiden oleh para pendiri republik ini. Mungkin karena Bung Karno adalah salah seorang pendiri negara ini yang memiliki konsep tentang negara yang harus dimiliki Bangsa Indonesia---serangkaian dengan sumpah pemuda 28 Oktober 1928.

Mungkin di masa mendatang tidak akan ada lagi yang disebut calon independen. Wakil-wakil rakyat sangat bisa dipercaya dan dihandalkan rakyat, bisa memilih siapa saja yang mau dan sanggup melaksanakan GBHN yang disusun oleh MPR.

Untuk kepentingan yang demikian penting bagi rakyat, maka rakyat tak sayang membayar mahal wakil-wakilnya untuk mengelola negara. Sehingga tidak ada wakil-wakil rakyat yang harus menggelapkan anggaran atau secara sembunyi-sembunyi jadi mafia untuk mencuri uang rayat.

Selama ini parpol-parpol agaknya terpojok di ruang sudut pandang yang sempit. Parpol hanya dijadikan kendaraan untuk membawa presiden-partai mencapai kedudukan sebagai kepala negara. Dan merebut kekuasaan dalam bernegara. Pada hal membina kader-kader pemimpin bangsa sangat penting dan sulit.

Mengangkat seseorang jadi presiden itu lebih mudah dibndingkan memilih wail-wakil rakyat. Contohnya pada masa lalu, setiap lima tahun “Golkar” bisa mengangkat Pak Harto jadi presiden sampai lebih dari 30 tahun.

Parpol-parpol harus jeli dan memerhatikan apa-apa yang disuarakan media. Dari sana parpol bisa menjadring siapa-saja yang sekiranya mau dibina menjadi kader partainya. Bukan hanya menerima kader yang rekeningnya tebal.

Parpol-parpol juga harus jeli dan memerhatikan yang disuarakan masyarakat lewat media.

 

Pancasila bukan ideologi negara.

Ada pandangan bahwa Pancasila bukan ideologi negara. Pancasila adalah ideolog semua parpol yang ada di NKRI. Karena itu semua parpol harus membina kadernya menjadi elit politik dan negarawan yang Pancasilais. Barangkali demikianlah maksud Pak Harto dengan azas tunggal.

Sayangnya. Sosialisasi empat pilar tampaknya hanya sibuk menyelenggarakan gelar budaya di mana-mana.

Pancasila harus menjadi ideologi parpol-parpol. Sedang ideologi NKRI adalah Ketuhanan Yang Mahaesa sila pertama Pancasila.

Dengan ideologi Ketuhanan Yang Mahaesa maka NKRI bukan berarti negara sosialis; bukan negara agama; bukan negara liberal; bukan negara demokrasi liberal; bukan negara sekuler dan lain-lain.

NKRI adalah negara Ketuhanan Yang Mahaesa, karena seluruh rakyat Indonesia adalah orang-orang bertuhan. Dan Negara mutlak mengakui secara pasti tentang Keberadaan Tuhan Yang Mahaesa.

Negara mengakui NKRI ada di alam semesta atas Kehendak Tuhan Yang Mahaesa, sesuai keinginan luhur Bangsa Indonesia untuk bernegara.

Dengan Kuasa Tuhan Yang Mahaesa NKRI diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta, di Jakarta, 17 Agustus 1945. Demikian.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun