REVOLUSI SPIRITUAL:
Setahun pemerintahan Jokowi-JK, terbaca tidak mudah setiap kali pasangan ini mau membuat kebijakan. Kekuatan-kekuatan politik masa lalu yang diharapkan menjadi bagian tak terpisahkan dari kekuatan pemerintah, justru menjadi kekuatan yang agak menyulitkan langkah-langkah awal pemerintahan.
Perebutan kursi ketua DPR-RI, penunjukkan Komjen Budi Gunawan sebagai calon kapolri. Penangkapan dua ketua KPK dan kisruh di partai Golkar maupun di PPP sungguh suatu fenomena kehidupan bernegara yang tidak patut diteladani dan terulang di negeri ini. Apalagi sampai berkepanjangan.
Belum lagi tampak usaha membesar-besarkan beberapa perbedaan pendapat tentang suatu masalah antara presiden dan wakilnya.
Berkat pembawaan sikap tenang presiden Jokowi dan kenegarawanan Pak JK maka setahun pemerintahan presiden Jokowi-JK melaju tanpa ada skandal lembaga yang menerbitkan sejenis surat palsu. Barangkali bangsa ini belum lupa bahwa MK (Mahkamah Konstitusi) kurang-lebih pernah menyatakan ada surat palsu MK yang terbit.
Liwat setahun. Untuk pertama kali asap di Riau ikut-ikutan menguji ketangguhan Jokowi-JK. Karena di Kalimantan dan Papua pun ikut mengepulkan asap. Dan tak sedikit warga masyarakat yang terpaksa ditangkap gara-gara asap.
Agaknya bencana asap kali ini sudah layak menjadi bencana nasional, karena “rakyat” sudah terlibat membakari hutannya sendiri.
Kalau kabut asap yang terjadi adalah fenomena alam, pasti dapat diprediksi dan diantisipasi agar tidak terlalu menyengsarakan warga masyarakat. Tetapi jika asap itu ditunggangi kepentingan tertentu pasti dampaknya bisa menyalahkan pemeritah.
Program bela negara seharusnya juga punya target menjadikan rakyat yang tinggal di hutan dan sekitarnya sebagai pelindung hutan yang handal di muka bumi.
Dan liwat setahun. Ada yang melihat bahwa presiden Jokowi adalah presiden terlemah dibanding yang dulu-dulu. Mungkin ada benarnya. Karena presiden yang sekarang tidak dididik secara militer yang harus kuat perkasa.
Presiden yang sekarang terkesan jauh dari sikap otoriter. Padahal bersikap otoriter seperti Bung Karno atau seperti Pak Harto, tidak ada buruknya. Sepanjang sikap otoriter itu ditujukan hanya kepada seluruh bentuk lembaga (termasuk parpol, ormas, lembaga swadaya masyarakat) yang ada dalam negara. Bukan otoriter ditujukan kepada rakyat.
Karena semua lembaga yang ada di negara ini diberi dan dibatasi wewenangnya oleh negara. Maka semua lembaga harus tunduk kepada negara (kepala negara). Dan kepala negara harus hanya tunduk kepada rakyat pemilik negara.
Republik Indonesia adalah negara demokrasi. Tetapi demokrasi di negara yang berpancasila bukan demokrasi ala amerika atau demokrasi model demokrasi revolusi Perancis.
Kepada siapa saja penulis minta Maaf. Jangan tersinggung. Sungguh tidak etis bila ada pihak-pihak tertentu yang memberi kesan ada partai yang mengatur presiden.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H