Aku masih mengingat obrolan kita beberapa waktu lalu tentang Pelakor. Iya, Pelakor (Perebut Lelaki Orang). Aku juga masih ingat saat kau berkata padaku bahwa kau tidak takut dengan Pelakor.
"Aku sama sekali tidak takut sama yang namanya Pelakor. Karena aku yakin hanya aku saja yang mau sama kamu" ujarmu mantap. Aku tertawa mendengar itu sekaligus miris dan menyayat hatiku.
Ku ingat saat kau bilang, "Menurutku, pelakor itu tidak salah sepenuhnya. Ini sama halnya dengan jika terjadi perkosaan terhadap perempuan, maka yang disalahkan adalah perempuan. Perempuan selalu inferior dalam berbagai kasus. Dalam kasus Pelakor ini, bisa jadi si Lelaki yang sering menggoda. Kenapa hanya ada istilah Pelakor tapi tidak ada istilah Lemper (Lelaki Perebut Istri orang)? Ingat, 'kita harus adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan' begitu kata Pramoedya Ananta Toer penulis idolamu itu"
"Lalu bagaimana dengan pandangan poligami? Kau setuju?" tanyaku
"Maksudnya?" kau balik bertanya
"Begini ada beberapa pandangan bahwa Pelakor itu tidak selalu dikonotasikan negatif, malah positif karena menjadi sunnah rasul dan tuntunan Al-Quran agar sebagai lelaki dapat beristri lebih dari satu. Dan Istri Pertama wajib hukumnya untuk mengizinkan. Bagaimana menurutmu?" jawabku
"Hahaha...." Kau hanya tertawa.
Sedikit aneh rasanya saat kita membicarakan hal ini pada saat itu. Saat itu aku ingat, kau sedang mengenakan piyama biru dan duduk di depan meja rias mengeringkan rambut sebab rambutmu masih basah setelah mandi dan aku di atas ranjang membaca buku sambil mendengarkan alunan lagu Oh My Love milik John Lennon.
Matamu begitu indah malam itu juga ada sedikit guratan senyum mengembang di bibirmu ketika kau bercermin di meja rias itu, entah mengapa kau begitu tersenyum ketika kita membicarakan mengenai topik Pelakor ini. Aku tak tahu apa yang ada di pikiranmu atau mungkin kau tersenyum karena kau sedang mengagumi kecantikkanmu sendiri. Hahaha, tapi bagiku itu wajar, karena mungkin semua makhluk hidup akan rugi jika melewatkan kecantikanmu.
"Kenapa kau tertawa?" tanyaku padamu
"Tidak apa, ini perdebatan yang rasanya tak akan kunjung selesai dan sulit menemukan titik temu. Menurutku ,merebut itu salah, tapi mencintai tidak salah, bukankah kita diwajibkan mencintai seluruh makhluk ciptaanNya, selain itu mencintai pun tidak bisa kita kontrol, datang dan perginya sesuka hati. Cinta adalah anugerah dari Tuhan, Dialah yang mengontrol datang dan perginya bukan begitu?" jawabmu
"Jadi jika kau mencintai lelaki selain aku, itu adalah wajar?" kataku
"Hahaha, entahlah, bukankah ada ungkapan, Â 'Menikah itu nasib, mencintai itu takdir, kau dapat merencanakan menikahi siapa, tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa' [1]. Tapi kau tak perlu khawatir, selama kau bisa membuatku bisa jatuh cinta berkali-kali padamu, itu tak akan terjadi." Katamu
"Ya, semoga Tuhan bisa bersekongkol denganku, agar bisa membuatmu jatuh cinta berkali-kali pada ku" Aku menutup.
"Mungkin, makhluk yang berbahaya di dunia adalah perempuan, karena kita tak pernah tahu apa yang ada dalam pikirannya" kata batinku saat itu.
Kini, sudah hampir lima tahun kau pergi dari ku, memutuskan untuk bercerai denganku dan memilih untuk bersama lelaki keturunan perancis -- sunda itu sambil membawa kedua anak kita. Maafkan aku jika tak bisa membuatmu jatuh cinta berkali-kali padamu. Tapi, terima kasih banyak karena kau sanggup membuatku jatuh cinta berkali-kali padamu.
Baik-baik saja di sana kekasih, Salam Rindu dari ku di sini. Jika kau menerima surat ini tolong sampaikan salam hangat dan rindu untuk Rey dan Anggun anak kita. Semoga mereka masih mengingatku.
Surabaya, 25 Februari 2018
[1] Qoute by Sudjiwotejo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H