Mohon tunggu...
Asha Dewitri
Asha Dewitri Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Kepribadian Anak pada Keluarga Single Parents

13 Juni 2023   14:18 Diperbarui: 14 Juni 2023   19:20 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu fenomena sering dijumpai dalam masyarakat saat ini adalah keberadan orang tua tunggal atau disebut degan single parent. Kamatian salah seorang dari kedua orang tua adalah salah satu kondisi yang sangat mungkin terjadi pada kehidupan setiap manusia. 

Hal tersebut merupakan Penyebab seseorang terpaksa harus menjalankan kehidupan sebagai seorang single parent dan masih terdapat alasan lainnya yaitu perbedaan pandangan hal prinsip atau pengalaman buruk yang dialami selama menjalani masa berumah tangga terkadang menyebabkan seseorang terpaksa untuk memilih berpisah dari pasangannya atau dikarenakan hadirnya pihak ketiga yang memaksa perpisahan harus terjadi. Dan jika memang pasagan yang berpisah karena perceraian atau lematian yang memiliki anak dari perkawinan tersebut maka mau tidak mau akan terjadi pola asuh single parent dalam kurun waktu permanen atau sementara waktu.

Perpecahan keluarga merupakan fenomena faktual yang menyebabkan terjadinya kesenjangan perkembangan anak karena tidak lengkapnya orang tua dan dihayati oleh anak sebagai ketidakhadirannya. Hasil penelitian Heri atlas dalam bukunya yang berjudul "peranan ibu single parents" dalam menghadapi perkembangan anak tahun 1998 menyatakan bahwa making tidak lengkapnya orang tua membuat anak semakin mengalami kesenjangan dalam menghadapi perkembangan selanjutnya dari atlas menyatakan bahwa anak yang berasal dari keluarga yang gagal lebih banyak memiliki konsep diri negatif dan lebih ekstrem mengekspresikan perasaan lebih penakut dan lebih sulit mengontrol jasmaninya daripada anak dari keluarga yang utuh. 

Pangkal masalah yang sering dihadapi keluarga yang hanya dipimpin oleh single Parents adalah masalah anak. anak akan merasa dirugikan dengan kehilangannya salah satu orang yang berarti dalam hidupnya. 

Anak di keluarga yang hanya memiliki orang tua tunggal atau single parents rata-rata cenderung kurang mampu mengerjakan sesuatu dengan baik dibanding anak yang berasal dari keluarga yang orang tuanya utuh di keluarga dengan single parents selalu terfokus pada kelemahan dan masalah yang dihadapi sebuah keluarga dengan single parents sebenarnya bisa menjadi sebuah keluarga yang efektif banyaknya keluarga yang utuh yakni dengan tindak larut dalam kelemahan dan masalah yang dihadapinya melainkan harus secara sadar menggabungkan kembali kekuatan yang dimilikinya.

Dalam kondisi seperti ini, terlihat jelas beban dan tanggung jawab disebabkan kepada ibu dengan statusnya sebagai seorang single parent. Semua kebutuhan anak baik kebutuhan secara psikologis maupun psikis harus terpenuhi Agar tidak terjadi kesenjagan anak dalam menhadapisetiap perkembangannya. Menurut Maryanto masa balita bagi anak merupakan masa pembentukan kepribadian anak yang akan dibawa terus sampai mereka dewasa, menjadi orang atau masyarakat yang memiliki pribadi yang baik dan Utuh para filsuf muslim merasa betapa pentingnya masa anak-anak dalam pendidikan budi pekerti kebiasaan anak kepada tingkah laku yang baik mereka berpendapat bahwa pendidikan akhlak untuk anak sejak kecil harus mendapat perhatian penuh.

Jadi menurut penulis yang dikemungkakan oleh Heri atlas dalam bukunya yang berjudul peranan ibu "single parents" dalam menghadapi perkembangan anak tahun 1998 menyatakan bahwa makin tidak lengkapnya orang tua membuat anak semakin mengalami kesenjangan dalam menghadapi perkembangan selanjutnya, yang ia maksud adalah bahwa anak yang tumbuh dalam kelurga tidak lengkap lebih banyak memiliki sifat negatif dibandi degan anak yang tumbuh dalam keluaraga utuh. Akan tetapi hal ini tidak begitu terjadi sepenuhnya jika sang anak tidak terusan larut dalam kesedihanya dan mencoba menjadi manusia yang bisa mengubah inferioranya menjadi superioritas yang membutnya bertumbuh menjadi manusia yang sehat secara psikis dan psikologi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun