Meskipun memiliki banyak persamaan, terdapat beberapa perbedaan mendasar:
1. Teknologi dalam Pembelajaran: Deep learning sering kali menggunakan teknologi modern untuk memperkaya pembelajaran. Sementara itu, teori Ki Hajar Dewantara lebih berbasis pada interaksi sosial dan nilai budaya tanpa ketergantungan pada teknologi.
2. Konteks Global vs Lokal: Pendekatan deep learning cenderung universal dan mengakomodasi kebutuhan global. Sebaliknya, teori Ki Hajar Dewantara lebih menekankan pada kontekstualisasi lokal, termasuk nilai budaya Indonesia.
Relevansi dalam Pendidikan Modern
Penerapan pendekatan deep learning dalam kerangka teori belajar Ki Hajar Dewantara dapat memberikan model pembelajaran yang ideal, terutama dalam membangun siswa yang merdeka belajar. Misalnya:
1. Pendidikan Berbasis Proyek: Mengintegrasikan deep learning dengan semangat Tut Wuri Handayani, di mana siswa diberi kebebasan untuk mengeksplorasi proyek secara mandiri dengan panduan guru.
2. Pendidikan Karakter: Teknologi dan metode modern dapat mendukung penguatan pendidikan karakter sebagaimana ditekankan oleh Ki Hajar Dewantara.
3. Inovasi Pembelajaran Digital: Pemanfaatan teknologi deep learning dapat membantu menerjemahkan nilai-nilai budaya Ki Hajar Dewantara ke dalam konteks global, menjadikan pembelajaran lebih relevan dan menarik bagi generasi muda.
Kesimpulan
Pendekatan deep learning dan teori belajar Ki Hajar Dewantara dapat saling melengkapi untuk menciptakan model pembelajaran yang holistik. Dengan mengintegrasikan keduanya, pendidikan tidak hanya menjadi sarana transfer ilmu tetapi juga pembentukan karakter dan moral, sehingga melahirkan generasi yang unggul secara intelektual dan bermartabat secara moral.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H