Mohon tunggu...
ashabul kahfi
ashabul kahfi Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

time is love

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Komjen (Purn.) Oegroseno: Korban Salah Tangkap Mestinya Jadi Milyarder

25 Mei 2015   15:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:37 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat berlangsung diskusi publik bertajuk “Gelar Perkara: Pemidanaan yang Dipaksakan”, yang diadakan di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Cikini, Jakarta, Jumat (15/5/2015), ada hal sangat menarik diucapkan oleh mantan Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno soal jumlah ganti rugi pada korban salah tangkap atau korban kriminalisasi oleh negara akibat salah penerapan hukum.

Oegroseno yang juga anggota Tim Sembilan bentukan Presiden Joko Widodo, mengatakan, jumlah ganti rugi yang diberikan pemerintah kepada para korban kriminalisasi atau salah penerapan hukum terlalu rendah.

“Ganti rugi yang diberikan negara terlalu rendah. Seharusnya korban kriminalisasi atau salah penerapan hukum bisa menjadi miliarder,” ujar Oegroseno.

Dengan jumlah yang sesuai, menurut dia, negara memiliki risiko yang lebih berat jika secara salah menetapkan seseorang menjadi tersangka.

“Seharusnya denda itu di kisaran Rp 1 miliar sampai Rp 1 triliun,” kata mantan Wakapolri ini. Adapun jumlah ganti rugi itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Pasal 9 Ayat (1) dan ayat (2). Pada ayat (1) disebutkan, ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf (b) dan Pasal 95 KUHAP (tentang pemberian ganti kerugian) adalah berupa imbalan serendah-rendahnya berjumlah Rp 5.000 dan setinggi-tingginya Rp 1 juta. Selanjutnya pada ayat (2) disebutkan, apabila penangkapan, penahanan, dan tindakan lain sebagaimana dimaksud Pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya Rp 3 juta. Sementara pada KUHAP Pasal 77 huruf (b) tertulis bahwa ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Dalam KUHAP, ganti kerugian ini tertera pada Bab XII tentang Ganti Kerugian dan Rehabilitasi Pasal 95. Pada ayat (1) dinyatakan, tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. Korban “Kriminalisasi” kasus JIS bersuara Selain diskusi, beberapa kesaksian dari korban kriminalisasi juga turut dihadirkan dalam acara tersebut. Ada Ando Supriyanto yang mengalami kasus di tahun 2013, yang mengungkapkan kesaksiannya dalam kasus pembunuhan di Cipulir yang tidak pernah dia lakukan. Akan tetapi dia harus menelan kenyataan pahit selama proses penyelidikan berlangsung. Yang menarik, salah seorang keluarga tersangka JIS bernama Narti, istri dari Agun memberikan kesaksiannya saat suaminya ditahan oleh pihak kepolisian. Saat Narti mengunjungi suaminya di kepolisian, terlihat jelas ada memar luka di wajah suaminya saat itu. Lalu istrinya bertanya perihal keterlibatannya dalam kasus kekerasan seksual JIS. “Bersumpahlah kepada anak kita yang masih suci ini, apakah kamu melakukannya, suami saya menjawab saya bersumpah bahwa saya tidak bersalah.” Tuturnya. Selain itu, ada juga adik dari Afrischa sebagai satu-satunya perempuan yang pernah dituduh melakukan sodomi dalam kasus JIS ini ikut bersuara perihal kejanggalan penangkapan kakaknya yang menjadi tulangpunggung keluarganya itu. Saat ini, Kompolnas tengah melakukan penyelidikan ulang atas kasus yang sangat kontroversial ini. Jika memang terbukti bahwa para tersangka yang sudah dipenjara adalah korban kriminalisasi negara atau siapapun, maka jelas mereka punya hak untuk menuntut balik biaya rehabilitasi nama baik dan masa depan mereka yang sudah hancur. Dengan kata lain, negara serta pihak-pihak yang telah menuduh mereka melakukan perbuatan yang tak pernah mereka lakukan harus bersiap jika Agun, Afrisha, Syahrial, Zainal dan Awan atau bahkan keluarga Almarhum Azwar sekalipun menuntut ganti rugi hingga milyaran, atau bahkan triliunan sekalipun. Ini harus menjadi pelajaran, agar hukum dapat diletakan secara adil dan tak melakukan pelanggaran atas orang tak bersalah. SUMBER: https://kabarterbaik.wordpress.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun