Mohon tunggu...
ashabul kahfi
ashabul kahfi Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

time is love

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Merubah Sekolah “Kandang Kambing” jadi Kampus Internasional

23 Maret 2015   14:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:12 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanya bermodalkan semangat keislaman yang tinggi dari jiwa pemimpin Prof. Dr. Mohammad Ali Bey, Ph.D menjadikan Yayasan Pendidikan Muslim Asia Afrika tegar meski berjalan tertatih. Segala cemooh masyarakat dianggap ujian semata, bahkan menjadikan semangatnya semakin membara

Tujuannya jelas, membentuk jiwa-jiwa insani yang bertanggungjawab, berkepribadian tinggi, dan menjunjung tinggi nilai-nilai Alquran dan Sunah Rasul. Maka lahirlah Lembaga Pendidikan Muslim Asia Afrika sebagai bentuk kongkrit dari  tujuan mulia tersebut.

Menyandang nama Muslim Asia Afrika bukan sekedar iseng, ada alasan sangat besar dibalik nama besar tersebut bagi Mohammad Ali. Salah satunya adalah tinjauan sejarah Islam secara geografis, dimana benua Asia dan Afrika merupakan tempat kelahiran para Nabi dan rasul Allah SWT. dan pemimpin negara Islam pertama di dunia.

Selain itu, benua dengan jumlah pemeluk agama Islam terbesar di dunia ini juga memiliki tempat bersejarah Islam yang sangat penting, di antaranya; Ka’bah, Masjidil Haram, Baitul Maqdis, dan lainnya yang berada di kedua benua ini.

Namun di balik kelebihan dan keistimewaan tersebut terdapat sisi negatifnya, yaitu keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan, kemelaratan, dan sisa-sisa mental orang terjajah masih sangat kentara di kedua benua ini. Potret itu juga yang ia saksikan di kampung ke Kedaung, Tangerang Selatan. Banyak orang kampungnya yang buta huruf dan buta agama, hingga memompakan semangat Mohammad Ali merealisasikan mimpinya di lembaga pendidikan itu.

Yayasan yang berdiri resmi pada 17 Agustus 1985 ini memang mengawali kegiatan dengan bangunan sangat sederhana. Di atas tanah milik sendiri seluas 12.000m2, kiprah lembaga pendidikan ini mulai berkepak. Cakupannya semua tingkatan pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi.

Namun seiring wafatnya Mohammad Ali, Yayasan ini begitu terpuruk. Saking parahnya, Kampus Muslim Asia Afrika di kawasan Tangerang Selatan ini dulunya dikenal sebagai sekolah “Kandang Kambing”. Bukan tanpa alasan, penampilan yang kumuh membuat masyarakat kerap meragukan integritas Sekolah Muslim Asia Afrika (Musika) ini.

Panggilan batin buat Nurmi

Melihat kondisi miris itu, tak ayal memanggil jiwa Nurmi, anak perempuan Mohammad Ali untuk ‘turun gunung’. Kemapanan pekerjaan dan penghasilan Nurmi selama 14 tahun di Jakarta International School (JIS), tak membuat batinnya tenang melihat lembaga yang dibangun ayahnya hancur perlahan.

“Saya tidak rela sekolah bapak saya disepadankan dengan ‘kandang kambing’ oleh masyarakat,” ujar Nurmi mengenang. Ia lalu mengajukan pengunduran diri dari JIS, secara sukarela agar bisa membangun kembali Sekolah Musika itu.

Gayung bersambut, bukan hanya mendapat izin untuk resign dari JIS. Bahkan pihak JIS bersedia bekerjasama memajukan Musika, salah satunya ada Neil Bantleman yang secara aktif ikut membantu Musika. Sejak dibantu oleh JIS melalui Neil tahun 2010 silam, perlahan Musika bertransformasi lebih baik.

Bentuk bantuan tak hanya berbentuk benda seperti furniture, kelengkapan sekolah, perlengkapan mengajar, buku-buku untuk perpustakaan, bangku, meja, yang semuanya dibantu oleh JIS. Bahkan, Neil ikut membentuk karakter guru dan siswa di Musika menjadi pelajar bermental mandiri dan berwawasan internasional.

Bisa dibayangkan kekaguman kita, meski siswa-siswi disini mayoritas dari keluarga kurang mampu namun mereka tetap diajarkan memberi. “Sama sekali tidak di ajarkan untuk meminta, meski mereka tidak mampu,” tegas Nurmi. Diakui Nurmi, itu semua karena mereka mengikuti cara belajar di JIS, yaitu  “Santun dalam bersikap, cerdas dalam belajar”.

Karena itu, setiap Jum’at sekolah ini mengadakan MUSIKA peduli. Di antaranya adalah Jum’at peduli, Jum’at kasih, Jum’at sehat, dan Jum’at bersih. Dan setiap Hari Selasa ada agenda JIS berkunjung ke MUSIKA atau MUSIKA berkunjung ke JIS. Banyak kegiatan yang mereka lakukan jika sedang berkunjung ke JIS. Seperti Olah Raga, Belajar Bahasa Inggris, Matematika, Art and craft.  Begitupun jika JIS yang berkunjung ke MUSIKA, mereka menanam tanaman organik, berkebun dan banyak hal lainnya.

Tak terpengaruh isu media soal JIS

Gencarnya pemberitaan negatif soal JIS, yang bahkan kasusnya menimpa orang terdekat Yayasan Musika di JIS tak membuat mereka ikut memandang buruk JIS. Seluruh guru dan siswa justru sangat mendukung Neil secara moral, karena mereka mengenal Nail sangat baik.

Seperti  pendapat seorang guru bernama Samlan, “JIS ini sangat baik menurut saya, dan ini kan tuduhan. Kita kan nggak tahu dan awam soal hukum. Saya kenal dengan guru JIS, mereka semua baik-baik,” kata Samlan.

“Ternyata orang-orang JIS sangat baik, padahal sebelumnya saya beranggapan tidak bisa mengenal secara individual dengan JIS. Tapi ternyata saya salah” kata Naya, Kordinator ekskul di MUSIKA menambahkan keterangannya.

Kokom juga bercerita bahwa sistem pembelajaran di JIS sangat bagus. “Gurunya baik dan sabar dalam mendidik. maka dari itu saya kaget mendengar kasus ini, mengingat guru-guru di JIS baik-baik,” ujar Kokom menyangsikan kebenaran kasus ini.

Mereka berharap, kasus yang saat ini membelit Neil dan Ferdi dapat segera selesai dengan keadilan bagi kedua guru itu. Neil telah meninggalkan jejak baiknya di sekolah Muslim Asia Afrika, Ciputat tanpa catatan buruk apapun ditorehkan di Kampus yang bertranformasi lebih baik itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun