Â
Siapa Thomas Piketty ?
Thomas Piketty (bahasa Prancis: [tma pikti]; lahir 7 Mei 1971) adalah ekonom Prancis yang sering menulis karya tentang pendapatan dan ketimpangan kekayaan. Ia merupakan direktur studi di cole des hautes tudes en sciences sociales (EHESS) dan dosen di Paris School of Economics. Ia adalah pengarang buku laris Capital in the Twenty-First Century (2013) yang berfokus pada pemusatan dan distribusi kekayaan selama 250 tahun terakhir.
Piketty sebagai sarjana Ilmu Matematika dan ekonomi yang kemudian mendapatkan gelar Ph.D pada umur 22 tahun, adalah orang pertama yang menggunakan data objektif dan statistik untuk melihat kesenjangan. Bahkan Piketty juga menggagas rumusan baru dalam mengukur kesenjangan. Rumusan ini kemudian disebut sebagai the first and second fundamental law of capitalism. Rumusan pada the first fundamental law of capitalism ialah = r x . Dimana adalah stok modal (capital stock), r adalah tingkat pengembalian dari modal (rate of return on capital), dan adalah rasio modal/pendapatan (capital/income ratio). Sedangkan rumusan pada the second fundamental law of capitalism ialah = s/g. Dimana s adalah angka tabungan (saving rate) dan g adalah tingkat pertumbuhan. Sehingga, apabila kedua rumusan tersebut di elaborasikan lebih jauh, maka kesenjangan terjadi apabila r >g, yang mana berarti pengumpulan atas akumulasi kesejahteraan tumbuh lebih cepat dibanding output dan gaji.
Piketty menyimpulkan bahwa dengan r>g, maka kesenjangan yang terjadi pada abad ke-19 dirasa akan terjadi kembali lagi pada abad ke-21 dan akan menjadi lebih buruk pada masa mendatang. Terlebih, di masa kini, modal semakin terakumulasi pada segelintir orang. Hal ini ditunjukkan Piketty dengan menggambarkan bahwa 10% orang terkaya di Amerika Serikat bukan hanya memiliki 75% kekayaan nasional, tetapi bahkan antara tahun 2010 hingga 2012, 1% orang terkaya di Amerika Serikat menikmati hampir 95% pertumbuhan pendapatan nasional. Sebagai orang Prancis, Piketty sering kali mengingatkan bahwa kesenjangan yang semakin melebar dan bertumpuknya akumulasi modal dapat saja menyebabkan kerusuhan yang dahsyat seperti yang terjadi pada revolusi Prancis di masa lalu.
Buku Capital in the Twenty-First Century (2013)
Buku tersebut berpendapat bahwa jika tingkat akumulasi modal naik lebih cepat ketimbang pertumbuhan ekonomi, ketimpangan ekonomi akan meningkat. Ia mengusulkan pajak kekayaan global untuk menyelesaikan masalah ketimpangan yang terjadi saat ini.
Piketty menggunakan analisa/model ekonomi mainstream untuk menghantam pemahaman ekonomi mainstream itu sendiri.Salah satu hal yang perlu di apresiasi dari Piketty ialah kerja kerasnya dalam mengumpulkan data historis negara-negara maju dan beberapa negara berkembang hingga tahun 1800. Bahkan terdapat pula data historis Indonesia pada tahun 1920 yang didapatnya dari dokumen penjajahan Belanda. Dengan terpaparkannya data historis tersebut, Piketty menggambarkan mengenai hubungan antara kesenjangan dan distribusi pendapatan juga distribusi kesejahteraan dan hubungan antara kesejahteraan terhadap pendapatan.
Buku Capital in the Twenty-First Century mematahkan pendapat Simon Kusznets dan Robert Solow dari data histori argumentasi yang dimiliki Pketty. Dimana Simon Kuznets berpendapat hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan seperti huruf-U terbalik, dimana pada awal pembangunan pertumbuhan tinggi akan membawa kesenjangan, tapi pada tingkat pendapatan tertentu, trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan akan hilang dan pertumbuhan ekonomi akan selaras dengan pemerataan. Sedangkan Robert Solow sangat optimis bahwa growth trajectory yang berhubungan dengan semua variabel (output, pendapatan, keuntungan, gaji, modal, harga asset, dsb) akan tumbuh dalam tahapan yang sama sehingga semua kelompok masyarakat akan mendapatkan manfaat yang sama dari pertumbuhan ekonomi.
Piketty memberikan usulan untuk memikirkan kembali mengenai konsep the social state dan the progressive income tax (pajak pendapatan progresif). Tetapi, lanjut Piketty, bila demokrasi pada abad ini dapat memperoleh kembali pengendalian terhadap the globalized financial capitalism, maka dibutuhkan juga the progressive global tax on capital untuk mengendalikan the globalized patrimonial capitalism.
Diakhir bukunya, Piketty berpendapat bahwa ilmu ekonomi adalah ilmu antar disiplin dari social science yang seharusnya berdampingan dengan ilmu sejarah, sosiologi, antropologi, dan political science. Sehingga seharusnya Ilmu ekonomi lebih cocok disebut sebagai political economy, bukan economic science yang arogan karena merasa lebih ilmiah dengan ungkapan simbol-simbol permodelan dan statistik yang jauh dari moral, norma, dan politik.
Dengan ilmu ekonomi sebagai political economy, maka ilmu ekonomi harus dipelajari secara ilmiah (mencapai tingkat rasionalitas, sistematis, dan metodologis) dan harus dikembalikan pada hakikatnya untuk menjawab: kebijakan publik dan institusi seperti apa yang dapat membawa kita mendekati masyarakat ideal?
Â
Trans_substansi Pikiran Piketty dan Pajak Internasional = AEoI
Pajak adalah sumber pendapatan negara yang tujuannya untuk Pembangunan dan menjadikan masyarakat yang adil dan Makmur. Pajak adalah kewajiban warga negara sehingga dimanapun kita berada ada perbatasan territorial dan domisili pajak yang harus dijalankan kewajibannya, subjek dan objek pajak dalam negri, subjek dan pajak luar negri, yang dimana kewajiban tersebut jika tidak dijalankan ada konsekuensinya yaitu sanksi dan denda pajak.
Pemikiran Piketty tentang ketimpangan ekonomi dan perlunya pajak internasional telah menjadi topik yang semakin relevan dalam diskusi ekonomi global. Piketty menyoroti bahwa ketimpangan pendapatan semakin membesar dan menekankan perlunya sistem pajak yang adil untuk mengatasi disparitas ini.
Salah satu konsep yang muncul dari pemikiran Piketty untuk mengatasi kesenjangan kekayaan adalah dengan sistem pertukaran informasi otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) yang dapat membantu meningkatkan transparansi keuangan, mengurangi penghindaran pajak, dan memfasilitasi kerjasama internasional dalam penegakan hukum perpajakan. AEoI menjadi krusial dalam mengatasi praktik penggelapan pajak yang sering dilakukan oleh perusahaan multinasional yang telah terlibat dalam penghindaran pajak internasional.
Dalam upaya meningkatkan penerimaan negara, evaluasi terhadap keadilan dapat dilakukan seperti dari harga royalti merek dagang dalam transaksi transfer pricing yang menjadi perhatian Selain itu, faktor-faktor seperti corporate social responsibility, insentif pejabat eksekutif, dan tata kelola perusahaan. Dan, juga kepatuhan wajib pajak, pengetahuan pajak, kesadaran wajib pajak, sikap wajib pajak, sanksi pajak, dan sosialisasi pajak memiliki peran penting dalam memengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak Selain itu, dimensi budaya, religiusitas, dan nilai kearifan lokal juga dapat memengaruhi tingkat kecurangan pajak.
Dengan pemahaman yang mendalam tentang peran dan dampak pajak internasional, serta faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan wajib pajak dan praktik perpajakan, dapat membantu dalam merancang kebijakan perpajakan yang efektif, adil, dan berkelanjutan. Kesadaran akan pentingnya kerjasama internasional, literasi pajak, aspek sosial dan budaya, serta implementasi instrumen perpajakan yang inovatif menjadi kunci dalam mengatasi tantangan perpajakan global dan memastikan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkelanjutan untuk mengatasi kesenjangan kekayaan seperti pemikiran Piketty tersebut.
Â
Â
DAFTAR REFERENSIÂ
https://id.wikipedia.org/wiki/Thomas_Piketty
https://www.coreindonesia.org/view/79/index.html
Nugraheni, A. P., Sitoresmi, M. W., & Dini, M. (2023). Peran dan dampak automatic exchange of information. Jurnal Ilmiah Manajemen, Ekonomi, &Amp; Akuntansi (MEA), 7(2), 744-753. https://doi.org/10.31955/mea.v7i2.3065
Piketty, T. (2014). Capital in the Twenty-First Century. Cambridge: Harvard University Press
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H