Mohon tunggu...
ASFRINA LIOLA
ASFRINA LIOLA Mohon Tunggu... Akuntan - NIM : 55522120023, Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pajak Internasional - Pemeriksaan Pajak - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

NIM : 55522120023, Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pajak Internasional - Pemeriksaan Pajak - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Penyebab Pajak Berganda Internasional

1 Mei 2024   07:49 Diperbarui: 1 Mei 2024   16:12 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ppt hal. 6_HKI Prof Apollo

Pajak Internasional

Pajak Internasional merupakan kesepakatan perpajakan antar Negara yang mempunyai persetujuan Penghindaran pajak Berganda (P3B) dan dilakukan sesuai dengan konvensi Wina, Persetujuan ini mengakibatkan peraturan pajak yang berlaku di suatu negara tidak berlaku atas penduduk atau organisasi asing, apabila sudah disepakati perjanjian bilateral khusus antar kedua negara yang memiliki kesepakatan tersebut. Karena Pajak internasional lahir dari adanya kesepakatan ada beberapa hal yang dapat diperoleh manfaat dari adanya perjanjian ini Antara lain :

1. Untuk meningkatkan perekonomian dan perdagangan kedua Negara;

2. Menghilangkan hambatan dalam investasi penanaman modal asing akibat dari pengenaan pajak yang memberatkan wajib pajak dari kedua Negara.

Menurut benefit Theory of taxation, pemajakan dapat dilakukan karena adanya hubungan (Economic attachement) Antara Indonesia sebagai Negara sumber (Source state) dengan aktivitas yang memberikan penghasilan, dalam undang-undang pajak menerapkan dua prinsip berdasarkan " Connecting factor" tersebut yaitu :

1. Residence Principle (Azas Residensi), Hak Negara mengenakan pajak kepada seseorang (Individu atau badan) karena terdapat "Personal attachment", seperti residensi, domisili, kewarganegaraan, tempat pendirian, tempat kedudukan managemen. (Worldwide Income);

2. Source Principle (Azas Sumber), Hak Negara mengenakan pajak kepada seseorang (Individu atau badan) karena terdapat "economic attachment" yaitu penghasilan di Negara tersebut.

Berdasarkan kesepakatan Negara-negara di eropa barat atau Negara anglo saxon, istilah hukum pajak sendiri dibagi menjadi :

1. Hukum pajak nasional yang mengatur hukum pajak luar negeri (National External Tax Law) Yaitu hukum pajak yang memuat ketentuan mengenai pengenaan pajak yang mempunyai kekuatan hukum sampai luar batas Negara karena terdapat unsur asing, baik mengenai sumber pajak yang ada diluar negeri maupun subjek pajak yang ada diluar negeri;

2. Hukum Pajak Luar Negeri (Foreign Tax Law), Keseluruhan Perundang-undangan dan peraturan pajak dari Negara yang ada diseluruh dunia;

3. Hukum Pajak Internasional (International Tax Law), Yang merupakan kaidah pajak yang didasarkan pada hukum antar Negara dan diterima baik oleh Negara-negara didunia untuk mengatur perpajakan antar negara yang memiliki kepentingan.

Pemajakan yang dilakukan kepada subjek pajak dalam negeri yang menerima penghasilan bersumber dari luar negeri (Taxing Inbound Income) dan Pemajakan yang dilakukan kepada subjek pajak luar negeri yang menerima penghasilan dari dalam negeri (Taxing Outbound Income) seringkali menjadi masalah pajak berganda Internasional, saling menindih dalam pegenaan beban pajak atau menjadi masalah pajak berganda internasional. Tujuan utama adanya persetujuan penghindaran pajak berganda (tax treaties) untuk meniadakan atau mengurangi pemajakan berganda (avoid double taxation) dan juga mencegah penghindaran atau penyelundupan pajak (avoid double non-taxation).

Upaya-upaya ini penting dilakukan untuk menciptakan suatu kondisi ekonomi yang sehat dengan tujuan akhir yaitu:

  • Adanya efisiensi ekonomi (economic efficiency),
  • Terciptanya keseimbangan aliran modal ekspor dan impor (balance of capital export and import neutrality),
  • Mengoptimalkan kesejahteraan masyarakat (national wealth maximization),
  • Adanya keadilan perpajakan (tax equity)

Penyebab Pajak Berganda Internasional 

Seiring berkembangnya era globalisasi dan teknologi mengakibatkan meningkatnya aktivitas ekonomi salah satunya melalui perdagangan internasional yang memungkinkan individu ataupun perusahaan dapat melakukan transaksi bisnis secara global. Pajak Internasional menjadi salah satu pusat perhatian Masyarakat dalam hubungan ekonomi antar negara. Dampak globalisasi tidak hanya pada teknologi, komunikasi tetapi mempengaruhi semua aspek kehidupan. Investasi dalam negri, Investasi luar negri, transaksi lintas negara yang berimimplikasi pada Pajak Internasional.

Pergerakkan transaksi bisnis yang begitu pesat membuat pemerintah berfokus terhadap target penerimaan pajak agar dapat mencapai target penerimaan negara. Pemajakan berganda bisa terjadi sebagai akibat adanya benturan hak pemajakan antar dua negara hal ini disebabkan karena adanya prinsip perpajakan global (global principle) untuk Wajib Pajak dalam negeri yang memperoleh penghasilan dari luar negeri. Dimana penghasilan dari luar negeri dan dalam negeri dikenakan pajak oleh negara residen (negara domisili Wajib Pajak)

Diluar dari hal tadi, terdapat pula pemajakan teritorial (source principle) bagi Wajib Pajak luar negeri oleh negara dimana sumber penghasilan berasal. Hal inilah yang memicu suatu penghasilan bisa sampai dikenakan pajak dua kali, yaitu oleh negara residen dan negara sumber;

Contoh Ilustrasi Global Principle :

PT Satria Pemberani mempunyai cabang di Vietnam. Penghasilan cabang di Vietnam dikenakan pajak oleh fiskus Negara Vietnam. Selanjutnya, di Indonesia penghasilan luar negeri yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri itu digabungkan dengan penghasilan dalam negeri lalu dikalikan tarif sesuai aturan perpajakan di Indonesia.

Contoh Ilustrasi Source Principle :

Mr. Jemy bekerja di Filipina selama lebih dari 183 hari, tetapi dalam sebulan sekali di hari sabtu atau minggu ia pulang ke Indonesia. Mr. Jemy dianggap sebagai Wajib Pajak dalam negeri oleh Indonesia dan juga Filipina, sehingga Mr. Jemy wajib melapor dan membayar pajak untuk penghasilan globalnya pada Indonesia maupun Fillipina.

Dari contoh ilustrasi diatas, muncul resiko pengenaan pajak berganda atau double taxation. Double taxation merupakan pengenaan pajak atas satu jenis objek pajak dalam periode yang sama terhadap subjek pajak yang sama oleh dua juridiksi yang berbeda. Pajak ganda biasanya terjadi karena adanya konflik kepentingan antara satu negara dengan negara lain, misalnya konflik antara negara domisili dengan negara asal atas suatu jenis penghasilan tertentu. Double Taxation sangat merugikan subjek pajak, pajak ganda juga bisa menimbulkan dampak negatif yang menyangkut hubungan antar negara, baik berupa kerja sama bisnis maupun dari segi investasi.

Sumber: Modul P3B, Editor Danny Darussalam
Sumber: Modul P3B, Editor Danny Darussalam

Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)

Diatas adalah skema untuk tahapan-tahapan penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak (P3B). Untuk mencegah pemajakan ganda, setiap bentuk kerjasama perdagangan antar negara harus menyertakan persetujuan Penghindaran Pajak Berganda atau yang lebih dikenal dengan istilah tax treaty. Tax Treaty tidak hanya memuat tentang kesepakatan bersama mengenai pajak ganda saja, melainkan pengenaan basis pajak, juriduksi pemajakan, serta mekanisme yang dilakukan untuk menghindari pajak ganda.

Tujuan diadakannya P3B adalah untuk menghindari terjadinya pajak berganda. Dengan demikian, agar tidak terjadi pajak berganda atas penghasilan yang sama, yang diterima atau diperoleh oleh subjek pajak yang sama (juridical double taxation), suatu P3B membatasi hak pemajakan suatu negara untuk mengenakan pajak atas penghasilan tersebut.

Tata cara penghindaran pajak berganda yang dianut hukum pajak Indonesia berkenaan dengan pajak penghasilan dapat dilakukan melalui dua cara yaitu: Cara Unilateral (sepihak) dan Cara Bilateral/ Multilateral dengan traktat atau tax treaty. Cara Unilateral dilakukan dengan memasukkan ketentuan-ketentuan untuk menghindarkan pajak berganda dalam undang-undang negaranya sendiri yang tertuang dalam pasal 24 UU no 17 tahun 2000. Sedangkan cara bilateral tertuang dalam perjanjian P3B Pasal 23 UU no 17 tahun 2000. Adanya perjanjian penghindaran pajak ini sangat bermanfaat bagi kedua belah pihak karena tidak adanya pungutan pajak berganda yang terjadi dan mengurangi beban pajak yang seharusnya dibayar jika ada perjanjian penghindaran pajak ini karena negara diberikan credit atau bahkan memberikan Exemption atas penghasilan yang diperoleh. Serta cara ini sangat membantu dalam proses pelaksanaan penagihan pajak Dasar hukum bisa diadakannya perjanjian perpajakan antar negara, adalah konstitusi kita, yaitu pasal 11 ayat (1) UUD 1945 beserta perubahannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun