Rencana Aksi 2 menekankan design domestic rules yang mencegah terjadinya pelanggaran terhadap tax arbitrage, yaitu penggunaan double non-taxation dan melanggar norma single tax principle. Fenomena ini lebih dikenal dengan hybrid mismatch, dimana badan usaha mengeksploitasi perbedaan peraturan pajak di antara dua negara yang berbeda. Hybrid mismatch dapat dilakukan dengan cara badan usaha menggunakan instrumen finansial yang sama namun diperuntukkan berbeda di masing-masing negara. Contoh: sebagai modal dinegara A dan utang di negara B.
Rencana Aksi 3: Perusahaan Asing yang Dikuasai.
 Rencana Aksi 3 berfokus pada risiko bahwa wajib pajak dapat menghilangkan basis pajak di negara tempat tinggalnya dan dengan mengalihkan pendapatannya ke Perusahaan asing yang dikendalikan oleh wajib pajak. Tanpa aturan tersebut, Perusahaan asing memiliki peluang untuk mengalihkan keuntungan dan menangguhkan kewajiban membayar pajak dalam waktu jangka panjang. Rencana Aksi 3 merekomendasikan ketentuan Controlled Foreign Companies (CFC) yang bertujuan untuk pencegahan penghindaran pajak dalam ketentuan domestik, melalui peningkatan kendali (control) negara terhadap wajib pajak.
Rencana Aksi 4: Pembatasan terhadap pengurangan bunga. Rencana Aksi 4 berfokus pada pembebanan biaya bunga terkait transaksi pendanaan internal (intra-group finance). Suatu perusahaan global kerap kali membiayai perusahaan afiliasinya yang berada di negara yang memilikitarif pajak rendah dengan modal, sedangkan membiayai perusahaan afiliasinya yang berada di negara dengan tarif pajak yang tinggi dengan utang. Mekanisme ini kemudian dilanjutkan dengan pembentukan financial companies di negara dengan tarif pajak yang rendah untuk membiayai perusahaan afiliasi di negara yang memiliki tarif pajak tinggi. Rencana aksi ini merekomendasikan pembebanan finansial serta pembayaran bunga.
Rencana Aksi 5: Penanggulangan Praktik Pajak Berbahaya Lebih Efektif dengan Memperhatikan Transparansi dan Substansi Akun. Rencana Aksi 5 berfokus pada persaingan pajak secara agresif dan berbahaya yang dilakukan oleh negara. Hal ini ditandai oleh beberapa kriteria, seperti:
a) Tidak mengenakan pajak atau memiliki tarif pajak efektif yang rendah
b) Memberikan fasilitas agar perusahaan dapat membagi sebagian asetnya atau keuntungannya tanpa beroperasi layaknya dua entitas yang berbeda (ring fencing)
c) Tidak transparan
d) Tidak secara efektif melakukan pertukaran informasi
Rencana Aksi 5 dikategorikan berbahaya apabila dapat menyebabkan terkikisnya basis pajak negara-negara lain. Seperti contoh, perusahaan A berinvestasi pada anak perusahaannya yang berada di yuridiksi berbeda tetapi anak perusahaan tersebut tidak dikenakan pajak.26 Rencana Aksi 5 memberikan rekomendasi untuk memperbaiki upaya untuk mengatasi praktik perpajakan yang berbahaya dengan prioritas pada peningkatan transparansi, termasuk pertukaran wajib yang spontan mengenai keputusan terkait dengan preferential regime, dan tentang persyaratan aktivitas substansial untuk preferential regime mana pun.
Rencana Aksi 6: Mencegah Penyalahgunaan Perjanjian. Rencana Aksi 6 berfokus pada praktik treaty shopping, yaitu sebuah praktik yang melibatkan upaya seseorang untuk mengakses secara tidak langsung manfaat perjanjian pajak antara dua yurisdiksi tanpa menjadi penduduk salah satu yurisdiksi. Perjanjian ini mencakup peraturan dari rekomendasi khusus untuk mengatasi bentuk-bentuk penyalahgunaan perjanjian lainnya. Rencana Aksi ini memberikan rekomendasi untuk mengimplementasikan pembatasan manfaat untuk mencegah treaty shopping. Pembatasan manfaat dapat menentukan apakah suatu entitas memiliki hubungan bisnis atau hubungan non-pajak lainnya yang memadai dengan suatu negara untuk menjustifikasi hak atas manfaat perjanjian.