Mohon tunggu...
Asfa
Asfa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Dengan kaya hidup menjadi lebih mudah hehehe

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Rukun dan Syarat sah perjanjian

13 Mei 2024   23:27 Diperbarui: 13 Mei 2024   23:40 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : Ralf Hahn 

Perjanjian adalah suatu kegiatan dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan suatu hal. Dari perjanjian tersebut maka akan timbul suatu perikatan . Perikatan tersebut mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan ataupun dituliskan. istilah perjanjian dalam islam disebut al-aqdu (akad) dan al-'ahdu (janji). definisi akad secara bahasa adalah ikatan, mengikat. maksud dari ikatan (al-rabith) yaitu akad mengikat antara yang satu dengan lainnya sehingga keduannya mempunyai hubungan. dalam melaksanakan suatu perikatan, terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi Secara bahasa, rukun adalah "yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian", sedangkan syarat adalah "ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan".

Rukun dan Syarat Sahnya Perjanjian dalam KUH Perdata Pasal 1320 KUH Perdata menetapkan bahwa untuk sahnya perjanjian, diperlukan empat syarat, sebagai berikut:

  • Sepakat (bagi yang mengikatkan diri), artinya kedua belah pihak menyetujui perjanjian tersebut tanpa adanya keterpaksaan.
  • Kecakapan hukum (untuk membuat perikatan), artinya kedua belah pihak yang melakukan perjanjian cakap hukum dan mengerti tanggung jawab yang dipikul atas setiap perbuatan yang dilakukan
  • Suatu hal tertentu, artinya hal atau barang yang diperjanjiakan harus jelas dan terang
  • Suatu sebab yang halal, tujuan yang dikehendaki oleh para pihak dalam perjanjian merupakan sebab yang tidak dilarang oleh undang-undang, kepatutan, dan kesusilaan

Syarat yang pertama (1 dan 2) disebut sebagai syarat subjektif. Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan. Sedangkan syarat yang kedua (3 dan 4) disebut sebagai syarat objektif karena berkaitan dengan objek perjanjian sebagai perbuatan hukum yang dilakukan para pihak (subjek hukum). Apabila syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian batal demi hukum. Asas-asas dalam hukum perjanjian atau hukum kontrak, menurut Mariam Darus Badrulzaman, meliputi :

  •  Asas kebebasan berkontrak, yaitu kebebasan menentukan "apa" dan dengan "siapa" perjanjian diadakan.
  • Asas Konsensualisme, Asas konsensualitas dalam Pasal 1320 KUH Perdata mengandung arti "kemauan" (will) para pihak untuk saling berpartisipasi dan saling mengikatkan diri. Asas konsensualisme dalam Pasal 1338 KUH Perdata, terdapat dalam istilah "semua" yang mengandung arti meliputi seluruh perjanjian, baik yang namanya dikenal maupun yang tidak dikenal dalam undang-undang.
  • Asas Kepercayaan, artinya para pihak harus percaya satu sama lain untuk memenuhi kesepakatan yang sudah dijanjikan
  • Asas Kekuatan Mengikat, artinya Keterikatan para pihak pada perjanjian tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan. Unsur-unsur lain, sebagaimana yang dikehendaki oleh kebiasaan, kepatutan, dan moral pula bersifat mengikat perjanjian tersebut.
  • Asas Persamaan Hukum, artinya kedudukan semua pihak sama dimata hukum
  • Asas Keseimbangan, Asas keseimbangan menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian.
  • Asas Kepastian Hukum, adanya kepastian hukum didalam perjanjian yang diatur dalam Undang-undang
  • Asas Kepatutan, Asas kepatutan terdapat dalam Pasal 1339 KUH Perdata. Asas kepatutan berkaitan dengan isi perjanjian. Asas kepatutan harus dipertahankan, karena melalui asas kepatutan, ukuran tentang hubungan ditentukan pula oleh rasa keadilan dalam masyarakat.
  • Asas Kebiasaan, Asas kebiasaan diatur dalam Pasal 1339 juncto Pasal 1347 KUH Perdata, yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Pasal 1347 KUH Perdata menyatakan "Hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan, dianggap secara diam-diam dimasukkan dalam perjanjian, meskipun tidak dengan dinyatakan." Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang telah diatur secara tegas, tetapi pula hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang diikuti.

Rukun dan Syarat Perjanjian dalam Hukum Ekonomi Syariah

Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) yang termasuk ke dalam rukun akad, yaitu

1) Para pihak yang berakad (al-aqidain)

Al-aqidain adalah para pihak yang melakukan akad. (perjanjian), dari sudut hukum adalah sebagai subjek hukum. Subjek hukum ini terdiri dari dua jenis yaitu manusia dan badan hukum. Adapun syarat dari al-aqidain ini sendiri, yaitu:

  • Kedua belah pihak yang berakad cakap hukum.
  • Dewasa (baligh)
  • Aqil (berakal). Seseorang yang melakukan perikatan harus memiliki akal yang sehat.
  • amyiz (dapat membedakan). Orang yang bertransaksi haruslah dalam keadaan dapat membedakan yang baik dan buruk, sebagai pertanda kesadarannya sewaktu bertransaksi.
  • Mukhtar (bebas dari paksaan). Kedua belah pihak rela tanpa ada unsur paksaan

2) Objek akad (Mahallul 'Aqd)

Mahallul 'Aqd adalah sesuatu yang dijadikan objek akad. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mahallul 'aqd, sebagai berikut :

  • ada objek ketika akad dilangsungkan
  • Objek perikatan dibenarkan oleh syariah. benda-benda yang menjadi objek perikatan haruslah memiliki nilai dan manfaat bagi manusia.
  • Objek akad harus jelas dan dikenali
  • Objek dapat di serahterimakan. Benda yang menjadi objek perikatan dapat diserahkan pada saat akad terjadi, atau pada waktu yang telah disepakati.

3). Tujuan akad (Maudhu 'ul-'Aqd), tujuan akad harus dibenarkan negara ataupun agama

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun