[caption caption="Salaman Lebaran / Dok. abidahdwi.blogdetik.com"][/caption]
...
Setiap habis Ramadhan
Hamba cemas kalau tak sampai
Umur hamba di tahun depan
Berilah hamba kesempatan
...
Alunan nan syahdu lagu Bimbo pada lilikuran (sekitar tanggal 21 sampai 29 ramadhan) menemaniku sambil membersihkan kaleng biskuit kosong untuk wadah penganan opak dan rengginang.
Seserpih sisa kue gosong mencelat dan mengotori bajuku. Deg! Mengapa setiap mengingat pakaian hatiku serasa teriris sembilu. Memang lebaran tahun ini kami tidak sanggup membeli baju baru. Sebenarnya kami membeli satu kemeja dan satu pakaian anak perempuan. Namun justru itu yang mengiris hatiku.
"Jang, jangan melamun atuh. Itu opak matang yang sudah agak dingin masukin ke wadahnya..." Emak membuyarkan lamunanku, kesedihanku.
Kususun opak ke dalam kaleng kosong. Kembali pikiranku melayang, masih teringat dengan jelas menjelang bulan puasa ini diawali dengan berita yang tidak enak. Bapak pulang dengan kuyu nan sendu, jualannya rugi. Sebenarnya ini normal jualan ada untung dan rugi. Namun hal itu diperparah sawah kami yang sepetakpun hasilnya kurang karena di serang wereng. Menyedihkan karena kami butuh dana lebih di bulan ramadhan dan lebaran ini.Â
"...Emak mengerti. Kamu memikirkan pakaian adik-adikmu itu. Ya sudah, Emak mau minjam saja ke Pak Entis..."
"Tidak usah Mak, Ujang sudah ada ide" Pungkasku.
***
Saat shalat Ied kupakai kemeja itu. Agak kekecilan, sengaja supaya bisa dipakai kami bertiga. Setelah shalat selesai, saatnya bersalam-salaman, bermaaf-maafan. Kuhampiri kedua orang tuaku dan uwak-uwakku. Dalam suasana yang fitri kutenggelam dengan khusuk dalam suasana syahdu. Air mata berlinang, namun suasana hati tenang. Hari baru dimulai untuk meniti hidup ke depan yang nir dosa.
Pulang ke rumah kuserahkan kemeja itu kepada adikku yang sudah siap dengan kaos oblong melekat di badan. Kemeja yang agak longgar itu dipakai dengan kedua ujung bawah diikatkan dan dua kancing di atas dibuka. Dengan langkah pasti menuju ke halaman di mana kawannya sudah menunggu untuk jalan.
Menjelang sore, keluarga kami dan kerabat-kerabat sudah berjalan di pematang sawah menuju makam keluarga. Di bagian akhir dari rombongan itu nampak adik kami yang satunya sudah berjalan dengan mantap mengenakan rompi coklat. Kemeja itu sudah nampak lain dalam balutan rompi dengan bagian bawah dimasukkan ke dalam celana.
Sukses sudah kami bergiliran memakai kemeja itu. Satu baju baru untuk tiga orang dengan tiga gaya dan suasana. Hanya adik bungsu kami yang mantap dan bergaya dengan blus berendanya, tanpa gantian. Bapak dan Emak dengan elegannya memakai baju lebaran tahun lalu.
***
Kini setelah 25 tahun berlalu, dimana kami semua sudah mapan, dan kedua orang tua kami sudah tenang di alam baka. Di bulan ramadhan ini, saat-saat lilikuran ini, menjelang lebaran ini hatiku rindu akan kisah-kisah yang melegenda itu. Rindu akan baju lebaran baru, rindu akan kue-kue, opak-rengginang, rindu akan jabat dan peluk haru...
Namun terlebih, ya Allah, hamba rindu akan Engkau, akan "baju baru-Mu" yang mengubahkanku, akan "makanan-Mu" yang memulihkanku, akan "dekapan-Mu" yang menenangkanku.
Inilah rindu hamba...
***
NB :
Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community.
Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H