Mohon tunggu...
Asep Sumpena
Asep Sumpena Mohon Tunggu... Auditor - Suka mengamati

Suka hal-hal sederhana yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ucapan Terima Kasih Anda Kebanyakan

6 Juni 2012   01:31 Diperbarui: 8 Juli 2015   14:53 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

[caption id="attachment_193003" align="aligncenter" width="500" caption="ilustrasi/admin(shutterstock.com)"][/caption]

Menjelang tengah malam di awal musim kemarau tahun 1999 kami sedang menikmati nasi bebek peking di salah satu sudut restoran di Changi Airport di negeri singa. Ya, kami adalah para Kenshusei (trainee) AOTS yang sedang makan malam sebelum berangkat ke Japang, walaupun dengan wajah culun dan agak norak karena kami bertiga memakai setelan jas lengkap, padahal tidak biasa. Apalagi salah seorang kawan jasnya kekecilan. Keanehan ini semakin sempurna karena wajah kami masih terlihat sendu, dimana baru beberapa jam yang lalu telah mengalami kejadian yang mengharu-biru yaitu perpisahan dengan keluarga.

 

[caption id="attachment_186095" align="aligncenter" width="338" caption="AOTS"]

13389434941516418371
13389434941516418371
[/caption]

Kami bertiga tidak bermaksud bermewah-mewahan dengan makan di restoran ini, karena ini juga ditraktir oleh para bos kami. Salah seorang bos kami adalah alumni AOTS juga, sehingga rupanya beliau juga mengerti dengan kondisi kami, yang saat itu sedang menerawang dengan pandangan kosong dan memikirkan akan nasib kami nanti di negeri sakura selama enam bulan ke depan. Beliau berujar untuk tidak usah khawatir tentang training ini, anggap saja liburan ke luar negeri – selama enam bulan lagi, dan jangan terlalu banyak dipikirkan.

 

Setelah puas mendengar wejangan alumni, kami agak tenang juga. Akhirnya kami menikmati makanannya dengan khusuk. Sambil makan terkenanglah saya akan perjuangan selama persiapan menuju training ini. Dimana beberapa bulan sebelumnya kami diajari bahasa dan aksara jepang, tulisan katakana, hiragana dan kanji. Cukup asing tapi menarik juga. Rasanya kami seperti mau dibawa ke negeri antah berantah atau mau dikirim dengan pesawat ulang-alik ke ruang angkasa dan akan dipertemukan dengan makhluk asing yang berujar lewat bahasa asing pula. Hehe.

 

[caption id="attachment_186097" align="aligncenter" width="320" caption="Aksara Jepang"]

13389439291578017812
13389439291578017812
[/caption]

Tapi ada pengalaman lucu, sewaktu diberitahu bahwa salah satu perusahaan di mana kami akan melakukan training berada di kota kecil dimana tidak tersedia sendok dan garpu, hanya tersedia sumpit (chop-stick). Memang sih kami bisa membawa sendok-garpu dari sini, tapi dianjurkan untuk membiasakan diri memakai sumpit selama di Jepang, supaya lebih membumi dan tidak dianggap makhluk alien selama di sana. Maka mulailah saya makan mie goreng, kwetiau, bihun, lauk, sayuran sampai nasi dengan memakai sumpit, awalnya agak kesulitan tapi akhirnya mahir juga.

 

Akhirnya waktu boarding sudah tiba, setelah melakukan ritual perpisahan dengan para pengantar maka kami dengan gagah, tepatnya gontai tapi digagah-gagahkan melangkah untuk boarding. Ketika saya sudah berada di pesawat Singapore Airlines yang akan menuju Fukuoka, Jepang ada berbagai perasaan bercampur aduk. Hati halus saya begitu tersentuh dan terharu teringat istri yang ditinggal di rumah, tapi ada perasaan senang juga akan tantangan serta petualangan yang akan dihadapi di negeri orang nanti. Ketika pramugari menyodori menu, kalau tidak salah ada dua pilihan antara western and Japanese style, maka saya pilih yang western sebab saya pikir yang menu model jepang nanti juga banyak di sana. Hehe.

 

Saya terbangun, awalnya agak bingung dan kemudian kusadari masih di dalam pesawat rupanya, ternyata tadi saya tertidur setelah selesai makan, rasanya penerbangannya lama sekali dan sekarang sedang di mana, saya tidak tahu. Kulirik arloji-ku sudah jam 5 pagi, tapi di luar jendela kok langit sudah terang ya? Oh ternyata arloji-ku belum ku-setting mengikuti waktu jepang yang dua jam lebih awal. Menurut jadwal satu jam lagi pesawat akan mendarat di Fukuoka Airport, berhubung sudah tidak ngantuk lagi lalu saya cuci muka dan menikmati penerbangannya, sambil sekali-kali mengobrol dengan kawan seperjalanan.

 

[caption id="attachment_186098" align="aligncenter" width="476" caption="Fukuoka-shi"]

1338944380426066757
1338944380426066757
[/caption]

Ketika pesawat mau landing dan beputar di atas kota Fukuoka, terlihat sekilas kontur kota yang terletak di utara pulau Kyushu dengan Fukuoka Tower-nya yang menjulang dan khas. Kami bertiga turun, setelah klaim bagasi saya cukup terheran-heran ketika melihat dan mendengar para pekerja bandara senantiasa menyapa setiap penumpang dengan ucapan terima kasih ala jepang, “arigatou gozaimasu - arigatou gozaimasu”. Mengekspresikan terima kasih dan tak henti-hentinya kepada setiap penumpang. Bagi saya hal tersebut cukup membuat surprise. Ada dua penilaian, antara mereka kebanyakan ngomong, dengan betapa dan begitu ekspresifnya keramahan khas jepang.

[caption id="attachment_186113" align="aligncenter" width="220" caption="Salam Ala Jepang"]

1338945508275666325
1338945508275666325
[/caption]

 

 

Saya jadi teringat kepada bangsa sendiri yang konon terkenal ke saentero dunia akan keramah-tamahannya, rasanya tidak seheboh pemandangan saat itu – pada saat pertama kali menginjakkan kaki di negeri matahari terbit. Bahkan kita terlalu pelit berujar terima kasih kepada orang lain atau bahkan pelanggan sekalipun, sampai-sammpai satu super market terkenal di tanah air menempel stiker di dekat kasir yang berbunyi , “Anda akan mendapatkan gratis satu kaleng minuman ringan apabila kasir kami tidak mengucapkan terima kasih”.

Apakah mereka yang kebanyakan mengucapkan terima kasih atau kita sebenarnya yang pelit mengucapkan terima kasih?

Salam.

Sumber gambar dari Google Silakan baca kelanjutan kisah ini di : Dikarantina Di Negeri Orang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun