Pengaruh Inflasi
Biaya pendidikan terus naik setiap tahun. Kenaikannya bisa mencapai 10% hingga 20%/tahun. Kenaikan harga seiring berjalannya waktu (atau penurunan nilai uang terhadap waktu) disebut inflasi. Dan inflasi di sektor pendidikan termasuk yang paling tinggi.
Jika kita punya anak yang baru lahir, sekitar enam tahun lagi dia akan masuk sekolah dasar. Jika uang pangkal masuk SD berkualitas baik tahun ini sebesar 5 juta, maka enam tahun lagi biayanya bisa mencapai 8 jutaan (asumsi inflasi 10%) atau 10 jutaan (inflasi 15%). Oleh karena itu kita jangan mengumpulkan uang hingga sebesar 5 juta, tapi kumpulkanlah uang senilai 10 juta, khusus untuk masuk SD.
Tentunya kita pun perlu mempersiapkan dana masuk SMP, SMA, dan perguruan tinggi, yang pasti lebih besar ketimbang uang pangkal SD. Jika uang pangkal masuk SMP berkualitas baik tahun ini besarnya 7 juta, maka 12 tahun mendatang, uang pangkalnya akan mencapai 19 jutaan (asumsi inflasi 10%) atau 32 jutaan (asumsi inflasi 15%).
Jika kita tidak siap dengan biaya-biaya tsb, alternatifnya adalah menyekolahkan anak kita di sekolah negeri. Gratis. Tapi sebagian kita mungkin kurang percaya dengan kualitas sekolah negeri. Jika ada sekolah negeri berkualitas baik (SBI atau RSBI), jadinya pasti tidak gratis lagi.
Selain itu, biarpun SD, SMP, dan SMA negeri sudah gratis, perguruan tinggi belum ada yang gratis. Kecuali anak kita cukup pintar sehingga berhasil mendapatkan beasiswa, selebihnya kita tetap harus mengumpulkan uang.
Jadi, bagaimana menyiasatinya?
Ada beberapa cara mengumpulkan uang, misalnya menabung di bawah kasur, menabung di bank, atau deposito. Tapi cara-cara tsb tidak tanggap terhadap inflasi. Celengan di rumah tidak ada bunganya, sedangkan bunga deposito saat ini rata-rata cuma 6%/tahun. Di deposito, meski uang kita bertambah 6% setiap tahunnya, sebetulnya uang tsb berkurang nilainya. Jika kita menabung 500 ribu per bulan dan setelah 5 tahun terkumpul 30 juta, sesungguhnya 30 juta di lima tahun mendatang itu tidak sama dengan 30 juta sekarang. Dengan inflasi 10%, maka 30 juta lima tahun kemudian hanyalah senilai dengan uang 19 juta masa sekarang. Dengan kata lain, jika 30 juta saat ini bisa kita belikan 30 set meja makan seharga @1 juta, lima tahun kemudian yang diperoleh hanya 19 set meja makan.
Betapa jahatnya inflasi; diam-diam ia merampok sebagian uang kita sementara kita sedang tidur (tidak sadar).
Dua Cara Mempersiapkan Dana Pendidikan
Oleh karena itu, cara terbaik mempersiapkan dana pendidikan anak adalah dengan menabung atau berinvestasi di instrumen yang bisa menghasilkan retur sama atau lebih besar dari inflasi. Apa atau apa sajakah itu?
Pertama, menabung emas atau perak (dinar atau dirham). Harga emas dan perak selalu naik, dan kenaikannya bisa mengimbangi bahkan mengalahkan inflasi. Jika tahun ini uang pangkal masuk SD setara dengan 10 gram emas (5 jutaan; per gram 500 ribuan), maka enam tahun kemudian pun biayanya tetap di kisaran 10 gram emas. Jika uang pangkal masuk SMP tahun ini setara 14 gram emas (7 jutaan), maka 12 tahun ke depan pun biayanya tetap sekitar 14 gram emas.
Menabung dalam bentuk emas/perak menjamin nilai uang kita di masa depan, tanpa terpengaruh kenaikan harga-harga (inflasi). Jadi jika kita sudah memiliki 10-20 gram emas saat ini, tidak perlu khawatir kalau hanya untuk urusan masuk SD/SMP. Tapi ya tetap harus mengumpulkan uang untuk keperluan lain.
Menabung emas bisa dicicil, tapi karena harga satu gram emas saja sekarang sudah lebih dari 500 ribu, dan biasanya emas dijual dalam satuan yang lebih berat (2, 3, atau 5 gram; dan 1 dinar saja beratnya 4,25 gram), maka bagi orang yang hanya mampu menabung 500 ribu sebulan, dia harus menunggu beberapa bulan untuk membeli emas. Atau bisa juga dia mencicil emas di pegadaian, tapi dikenai biaya administrasi dan margin keuntungan, dan ada DP (uang muka) yang besarnya sekitar 25%.
Pilihan yang lebih terjangkau adalah menabung perak (dirham). Harganya saat ini sekitar 70 ribuan per dirham, beli 5 dirham bebas ongkos pembuatan. Dirham bisa dibeli secara offline maupun online di gerai-gerai yang menjual dinar dan dirham. Alamatnya silakan dicari di internet.
Kedua, berinvestasi di saham atau reksadana. Investasi saham berarti kita membeli secara langsung saham-saham perusahaan yang terdaftar di pasar modal (Bursa Efek Indonesia), sedangkan reksadana adalah berinvestasi saham/obligasi di pasar modal melalui manajer investasi.
Investasi saham/reksadana dapat menghasilkan retur lebih besar daripada emas, tapi mengandung risiko merugi. Risiko kerugian dapat diminimalkan dengan pengetahuan yang memadai. Oleh karena itu, sebelum memutuskan terjun ke pasar modal, kita harus mempelajari dulu seluk-beluk investasi saham/reksadana. Sekilas ini kedengarannya sulit, tapi jika anda punya waktu dan siap untuk mempelajarinya, kenapa tidak.
Apakah investasi saham/reksadana perlu modal besar? Dulu mungkin iya, tapi sekarang tidak. Sekarang ini kita bisa membuka rekening di perusahaan sekuritas (pialang/broker saham) dengan deposit minimal 5 juta, bahkan ada yang cuma 100 ribu. 100 ribu? Ya, dan saya sudah membuka rekening di broker tsb. Tapi tentu saja 100 ribu tsb baru untuk buka rekening saja, belum bisa dipakai beli saham apa pun. Untuk mulai membeli saham, kita perlu setor 500 ribu atau 1 juta; itu cukup untuk membeli 1-2 lot saham yang harganya seribu rupiah per lembar. Seterusnya kita bisa menambah kepemilikan saham kita setiap bulan atau setiap kali punya uang lebih.
Jika saham tampaknya cukup ribet dan butuh belajar banyak, maka reksadana tidak perlu sebanyak itu belajarnya. Percayakan saya dana kita kepada manajer investasi yang memang ahlinya dalam berinvestasi. Selain itu reksadana bisa dicicil dengan biaya lebih murah. Dulu reksadana ditawarkan dengan setoran awal minimal puluhan juta, tapi sekarang ada reksadana yang menerima cicilan mulai 100 ribu/bulan.
Adakah cara lain mengumpulkan uang untuk keperluan di masa depan? Sementara itu dulu, sebab keduanya (nabung emas/perak dan investasi saham/reksadana) bisa dicicil secara berkala dengan lebihan dari gaji atau penghasilan bulanan. Dan tulisan ini pun saya tujuan untuk orang-orang yang mengandalkan hidup dari gaji rutin.
Sebelumnya Harus Punya Asuransi Jiwa
Mungkin anda berpikir, okelah kita bisa menyisihkan uang secara rutin untuk beli emas atau reksadana, tapi bagaimana kalau di tengah jalan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada diri kita sehingga kita tidak bisa lagi mencicil dana tsb?
Solusinya: sebelum menabung atau berinvestasi, terlebih dahulu kita harus punya asuransi jiwa.
Dalam prioritas perencanaan keuangan, asuransi jiwa didahulukan dari investasi, sebab investasi bisa gagal total jika di tengah jalan terjadi sesuatu pada kita, entah sakit, kecelakaan, atau meninggal dunia. Jika sakit, maka kita harus berobat. Untuk berobat perlu uang. Semakin parah penyakitnya, semakin besar uang yang kita butuhkan. Pertanyaannya, apakah kita rela jika hasil investasi kita, yang sedianya untuk tujuan pendidikan, terpakai untuk biaya berobat? Tentu lebih baik jika biaya berobat itu berasal dari pihak lain, dalam hal ini perusahaan asuransi. Dengan demikian, dana investasi kita tetap aman-aman saja.
Atau jika kita meninggal dunia, sudah jelas anak kita bukan hanya kehilangan dana pendidikan, tapi juga sumber nafkah hidupnya. Oleh karena itu, asuransi jiwa wajib hukumnya bagi orangtua yang telah memiliki tanggungan hidup. Bukan sekadar punya, jumlahnya pun harus cukup.
Satu hal perlu diperhatikan: Yang harus mengambil asuransi jiwa adalah orangtua, bukan anak. Anak tidak butuh asuransi jiwa, sebab seandainya dia meninggal, kedua orangtua memang akan sedih, tapi tidak disusahkan dalam segi ekonomi.
Asuransi Pendidikan Jenis Endowment
Dari pemikiran ini, bahwa persiapan dana di masa depan harus dibarengi dengan asuransi jiwa, muncullah produk keuangan yang disebut asuransi pendidikan. Asuransi pendidikan menyediakan uang tunai sejumlah tertentu ketika anak masuk jenjang-jenjang sekolah, plus asuransi jiwa, plus pembebasan/pembayaran premi jika orangtua meninggal dunia. Jenis asuransi yang biasanya ditawarkan perusahaan asuransi adalah endowment (dwiguna), sebab dia menyediakan uang pertanggungan jiwa sekaligus jaminan uang tunai.
Tapi apakah asuransi pendidikan jenis ini sudah memadai untuk mengkover biaya masuk sekolah di masa depan?
Mari kita tinjau lebih saksama. Sebelumnya kita harus tahu berapa biaya masuk SD, SMP, SMA, dan PT saat ini, lalu kalkulasikan biaya di masa depan dengan memasukkan faktor inflasi. Mengikuti asuransi pendidikan tanpa terlebih dahulu menghitung kebutuhan anak kita di masa depan akan berakibat dua hal. Pertama, kemahalan, tapi ini masih mending, sebab mendingan lebih daripada kurang. Kedua, dana tahapan pendidikan yang kita terima tidak dapat membantu pada saatnya dibutuhkan, karena jumlahnya kekecilan.
Sekadar gambaran kasar, mari kita anggap biaya masuk SD saat ini 5 juta, SMP 7 juta, SMA 8 juta, dan PT 10 juta. Dengan asumsi inflasi sekitar 10% per tahun, maka 6 tahun kemudian, biaya masuk SD adalah 9 juta, 12 tahun kemudian biaya masuk SMP 20 juta, 15 tahun kemudian biaya masuk SMA 31 juta, dan 18 tahun kemudian biaya masuk PT 50 juta. Total dana yang dibutuhkan 110 juta.
Beberapa produk asuransi pendidikan yang pernah saya lihat memberikan dana tahapan 10% UP saat masuk SD, 20% UP saat masuk SMP, 20-25% UP saat masuk SMA, dan 45-50% UP saat masuk PT. Ada juga yang memberikan dana 10% UP di tahun kelima (masuk TK), tapi persentase saat masuk PT jadi berkurang. Secara umum, dengan skema pembagian dana seperti itu, nasabah akan balik modal (balik 100%) pada saat anaknya masuk PT. Setelah itu, asuransi akan memberikan beasiswa per tahun selama anak kita kuliah di PT selama 4 tahun. Persentasenya dihitung dari saldo terakhir pada tahun masuk PT. Total dana tahapan yang diterima anak nasabah mencapai lebih dari 100% UP.
Dari gambaran tsb, maka kita membutuhkan asuransi pendidikan dengan UP 100 juta s.d. 110 juta. Agar lebih mudah menghitungnya, kita ambil yang 100 juta. UP 100 juta ini menjadi dasar perhitungan pemberian dana tahapan, sekaligus menjadi uang tunai yang diberikan lumpsum kepada ahli waris jika pemegang polis (orangtua) meninggal dunia.
Dengan UP 100 juta, maka dana tahapan yang diterima adalah:
-SD (10%) sebesar 10 juta. Insya Allah cukup.
-SMP (20%) sebesar 20 juta. Insya Allah cukup.
-SMA (25%) sebesar 25 juta. Kurang sekitar 6 juta.
-PT (45%) sebesar 45 juta. Kurang sekitar 5 juta.
-Beasiswa per tahun selama kuliah (4-5 tahun), persentasenya dihitung dari saldo rekening tabungan akhir tahun yang ada pada saat itu. Di sinilah nasabah baru mendapat keuntungan dari dana yang telah ia bayarkan. Besarnya kira-kira 10-20% dari UP.
Untuk mendapatkan UP 100 juta, jika masa pembayaran premi 18 tahun (anak baru lahir), usia orangtua sekitar 30 tahun, maka yang harus dibayar adalah 100 juta dibagi 18 tahun, yaitu 5,6 juta per tahun atau 470 ribu per bulan (dibulatkan). Jika anak kita telah berusia 3 tahun, maka masa pembayarannya 15 tahun, dan premi bulanannya menjadi 560 ribu. (Lebih mahal. Itulah sebabnya, waktu terbaik mempersiapkan dana pendidikan adalah sedini mungkin).
Itu gambaran umum asuransi pendidikan yang biasanya ditawarkan perusahaan asuransi. Ada asuransi pendidikan yang memakai skema sedikit berbeda, dengan total dana tahapan mencapai 250% bahkan lebih, tapi preminya lebih mahal.
Tabungan Pendidikan
Selain asuransi pendidikan, ada pula yang disebut tabungan pendidikan. Bedanya, asuransi pendidikan diterbitkan perusahaan asuransi, tabungan pendidikan dikeluarkan oleh bank. Dibanding asuransi pendidikan, tabungan pendidikan memberikan nilai tunai yang lebih besar karena ada bunganya. Besar bunganya sedikit di bawah bunga deposito dan lebih tinggi dari rekening biasa; saat ini sekitar 4-5%.
Tabungan pendidikan juga ada asuransi jiwanya dan fasilitas bebas premi. Hanya asuransi jiwanya sangat kecil, yaitu (dari sebuah produk yang pernah saya lihat) antara 5 s.d. 20 kali setoran bulanan, tergantung kapan meninggalnya. Jadi jika setoran bulanannya 500 ribu, premi asuransi jiwanya antara 2,5 juta s.d. 10 juta.
Sekarang, tabungan pendidikan juga ada yang menawarkan asuransi jiwa lebih besar, sampai 320 x hingga 480 x setoran bulanan, dan ada pula yang disertai rider kesehatan. Namun tambahan manfaat itu akan mengurangi porsi tabungan antara 10% hingga 30%.
Di sini, tabungan pendidikan menjadi tidak ada bedanya dengan asuransi pendidikan, yaitu sama-sama tergolong asuransi endowment (dwiguna; asuransi+tabungan). Namun tabungan pendidikan memberikan kelebihan lain, yaitu dana lebih mudah diambil (karena sifatnya tabungan), besar pengambilannya terserah kita, dan waktu pengambilan dana bisa kapan saja (jumlah dana dan waktu pengambilan dana tidak tercantum di perjanjian).
Tinjauan Asuransi Pendidikan Jenis Endowment
Sekarang mari kita tinjau asuransi pendidikan endowment tsb dengan beberapa pertanyaan.
Pertama, apakah dana tahapan yang diberikan cukup membantu pada saat nanti dibutuhkan? Jika asumsi inflasi 10% terpenuhi atau kurang dari itu, maka dananya cukup. Kurang-kurang sedikit bisalah kita tambah dari uang sendiri.
Pada kenyataannya, biaya pendidikan mungkin naik lebih besar daripada asumsi tsb. Maka kalau mau lebih aman, kita perlu menggunakan asumsi 15% atau bahkan 20%, dan jika begitu, maka premi yang kita bayarkan bisa mencapai 2 hingga 4 kali lipat.
Selain itu, kalaupun inflasi pendidikan hanya 10% atau kurang, premi yang dibayarkan sebesar 470 ribu per bulan itu sebetulnya terlalu mahal. Jika uang itu kita taruh di deposito dengan bunga 6% per tahun, maka total yang kita dapat bukan lagi 100 juta, melainkan 160-an juta. Hanya memang tidak ada asuransinya.
Kedua, jika pemegang polis meninggal dunia, apakah dana tahapan tetap diterima? Ya. Bahkan ada pula lumpsum sebesar 100 juta.
Tapi bicara tentang asuransi jiwa, sesungguhnya UP 100 juta itu sangatlah kecil. Jika pemegang polis atau orangtua meninggal dunia, uang 100 juta itu jika dikonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari mungkin akan habis dalam satu-dua tahun.
Adakah yang Lebih Murah?
Kita lanjutkan tinjauan kita.
Ketiga, apakah ada cara yang lebih murah? Ada, yaitu dengan menggunakan produk asuransi mutakhir yang disebut unit link. Unit link adalah asuransi plus investasi. Model investasi pada unit link sama dengan reksadana, yaitu manajer investasi mengalokasikan dana nasabah ke saham, campuran saham dan obligasi, atau campuran obligasi dan deposito (tergantung jenis reksadananya).
Di sini unit link berbeda dengan endowment yang merupakan gabungan antara asuransi dan tabungan. Apa bedanya investasi dengan tabungan? Investasi mengandung harapan adanya keuntungan yang lebih besar di masa yang akan datang, sementara tabungan hanya menghasilkan sejumlah yang dikumpulkan ditambah bunga. Karena potensi hasilnya yang lebih besar itu, maka investasi mengandung risiko kerugian, sementara tabungan lebih aman. Perbedaan lainnya, hasil investasi bisa mengungguli inflasi, nilai tabungan bisa dipastikan akan tergerus inflasi.
Nilai tunai pada asuransi endowment merupakan tabungan karena jumlahnya dijamin. Sedangkan nilai tunai pada unit link merupakan hasil investasi, jumlahnya tidak dijamin tapi bisa lebih besar.
Pilih mana: dijamin tapi jumlahnya kecil, atau tidak dijamin tapi jumlahnya bisa lebih besar?
Selain memberikan peluang retur investasi yang lebih besar dari inflasi, unit link juga memberikan UP jiwa yang jauh lebih besar.
Sekadar gambaran, dari mesin program unit link yang saya punya, premi 470 ribu/bulan selama 18 tahun, untuk orangtua dengan usia 30 tahun, akan memberikan manfaat:
1.“Dana tahapan” dengan jumlah yang sedikit lebih besar dibanding yang diberikan asuransi pendidikan endowment, yaitu 10 juta (masuk SD), 20 juta (SMP), 31 juta (SMA), 50 juta (PT). Total 110 juta.
2.Bonus 10 juta per tahun selama 5 tahun di PT, diberikan jika asumsi investasi minimal 10% per tahun terpenuhi.
Sampai di sini, total “dana tahapan” mencapai 160 juta, lebih besar daripada total dana yang disetor sebesar 101 juta. Istilah dana tahapan saya taruh di antara tanda petik (“), karena dana unit link pada dasarnya bisa diambil berapa saja dan kapan saja, asalkan masih ada sisa untuk membayari biaya asuransi jiwa. Sama seperti halnya tabungan pendidikan, waktu pengambilan dana dan besarnya dana tidak tercantum dalam polis.
3.UP jiwa sebesar 300 juta, diberikan jika orangtua meninggal dunia. Manfaat ini berlaku seumur hidup, bukan hanya selama masa pembayaran premi.
4.Hasil investasi yang terus berkembang dan membesar, yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk dana pensiun dan tambahan warisan. Manfaat ini membutuhkan terpenuhinya asumsi investasi minimal 13% per tahun.
Skema dan manfaat tsb didapat dengan pembagian porsi asuransi sebesar 230 ribu dan porsi investasi sebesar 240 ribu. Selain itu, sejumlah rider (asuransi tambahan) dapat pula ditambahkan, seperti manfaat rawat inap dan pembedahan di RS, perlindungan terhadap sakit kritis, perlindungan dari kecelakaan, perlindungan dari cacat total, dan manfaat payor (pembebasan premi plus pembayaran premi jika pemegang polis mengalami sakit kritis/cacat total). Jika manfaat-manfaat tambahan tsb diambil, maka komposisi asuransi dan investasi bisa berubah, dan itu mengubah pula dana tahapan ataupun UP jiwa yang bisa diberikan.
Meski hasil investasi pada unit link tidak dijamin, bukan berarti akan rugi. Ada beberapa cara untuk melindungi hasil investasi supaya menghasilkan retur yang optimal, salah satunya dengan diversifikasi dana atau penyebaran dana pada beberapa instrumen. Dana unit link diinvestasikan pada berbagai instrumen investasi, ada yang murni saham (reksadana saham), ada yang campuran saham dan obligasi (reksadana campuran/berimbang), dan ada yang pada obligasi dan deposito (reksadana pendapatan tetap). Khusus untuk keperluan pendidikan, komposisi yang cukup ideal untuk menghasilkan retur optimal (cukup tinggi tapi juga cukup aman) adalah 20% reksadana saham, 30% reksadana campuran, dan 50% reksadana pendapatan tetap. Dengan komposisi ini, maka mencapai retur 13% per tahun terbilang cukup realistis.
Untuk mendapatkan manfaat yang kira-kira sama dengan yang diberikan asuransi endowment, yaitu dana tahapan plus UP jiwa 100 juta, unit link saya bisa mengenakan premi antara 300 ribu s.d. 350 ribu/bulan.
Keempat, adalah cara yang lebih murah lagi? Ya, yaitu asuransinya dipisah dengan investasinya. Pertama, ambil dulu asuransi jiwa berjangka (term life) dengan jangka waktu 18 atau 23 tahun (sampai anak kita lulus kuliah/bekerja). Untuk UP 100 juta, preminya sekitar 400-500 ribu per tahun, tergantung perusahaan asuransinya. Untuk UP 300 juta preminya sekitar tiga kali lipatnya. Berbeda dengan unit link yang asuransi jiwanya berlaku seumur hidup, masa berlaku asuransi jiwa murni sama seperti endowment, yaitu selama masa perjanjian.
Setelah itu silakan berinvestasi sendiri, di reksadana atau saham, atau di emas dan perak, atau berbisnis apa saja. Perbedaannya dengan investasi lewat unit link ataupun tabungan endowment, jika investasi/usaha sendiri kita bebas menentukan berapa dana yang kita setorkan dan kapan kita setorkan, besarnya tidak harus sama dan tidak harus rutin. Tapi perlu diingat bahwa jika tujuan ingin tercapai, bagaimana pun kita harus disiplin.
Simpulan
1.Cara terbaik mempersiapkan dana pendidikan anak adalah dengan menabung atau berinvestasi pada instrumen yang memberikan retur lebih besar daripada inflasi (kenaikan harga). Pada saat yang sama, orangtua juga harus mengambil asuransi jiwa, agar jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada dirinya, rencana pendidikan anak tetap terjaga. Asuransi jiwanya dapat disatukan dengan investasi, dapat pula dipisah. Masing-masing ada plus-minusnya.
2.Contoh tabungan yang kebal inflasi adalah emas dan perak. Tabungan jenis lain (celengan, rekening bank, deposito) lebih baik dihindari untuk jangka panjang.
3.Contoh investasi antara lain saham dan reksadana. Kedua instrumen ini menawarkan retur yang lebih tinggi dari emas dan perak, tapi mengandung risiko kerugian. Risiko kerugian bisa diminimalkan dengan pengetahuan yang mencukupi tentang dunia investasi.
4.Asuransi pendidikan jenis endowment menjamin sejumlah dana tahapan pendidikan dan uang pertanggungan jiwa jika meninggal dalam masa perjanjian. Tapi karena nilai tunainya berbentuk tabungan, ia dapat tergerus oleh inflasi. Untuk menyiasatinya, cicilan tabungan kita harus lebih besar dari seharusnya. Selain itu UP jiwanya terbilang kecil, hanya sejumlah total uang yang rencananya kita bayarkan, dan berlaku hanya selama masa perjanjian.
5.Tabungan pendidikan hampir mirip dengan asuransi pendidikan. Nilai tunai lebih besar karena ada bunga, namun asuransi jiwa lebih kecil. Selain itu tabungan pendidikan lebih fleksibel dalam hal waktu pengambilan dana dan besarnya dana yang dapat diambil.
6.Asuransi unit link menawarkan hasil investasi yang lebih besar daripada endowment, UP jiwa yang lebih besar dan berlaku seumur hidup, serta dapat ditambahkan rider (manfaat asuransi lainnya) yang beragam. Dana unit link tidak dijamin, tapi keamanan dana serta hasil investasi dapat dioptimalkan dengan pengaturan komposisi instrumen yang tepat.
7.Yang lebih murah dari itu semua adalah memisahkan asuransi dan investasi. Asuransinya ambil yang murni dengan jangka waktu sesuai kebutuhan (sampai kira-kira anak kita mandiri). Investasinya bisa dipilih sendiri, dengan catatan harus disiplin.
8.Bagi yang tidak punya waktu/tidak siap untuk belajar investasi atau menjalankan usaha sendiri, pilihannya adalah unit link, sebab unit link sudah menggabungkan asuransi plus investasi dalam satu rekening. [Tulisan ini bisa diliihat juga di blog saya: bermenschool.wordpress.com]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H