Mohon tunggu...
Asep Saifuddin
Asep Saifuddin Mohon Tunggu... -

Lahir di Samarinda pada 3 Juli 1989. Mengenyam pendidikan SD di SDN Kedung Doro 3/308 Surabaya lulus 2002,SMP di SMPN 2 Pandaan lulus 2005 dan SMAN 1 Pandaan Kab. Pasuruan lulus 2008. Melanjutkan studi Sarjana Pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang (Unnes) lulus 2012. Pernah bekerja di perusahaan toko buku on-line, sebagai asisten laboratorium Ekonomi Pembangunan di Unnes,sebagai asisten penelitian dosen, dan mulai Juli 2013 sebagai staf pengajar di Akademi Siswa Bangsa Internasional di Bogor sampai saat ini.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Senyum Simpul Guru

19 Mei 2014   19:51 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:22 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jam menunjukan pukul 6.30 pagi, saatnya berangkat menuju barak meditasi (ruang guru) sebelum bertempur bersama anak-anak terbaik bangsa yang nantinya menggantikan kami generasi sebelumnya.

“Selamat pagi anak-anak” Sapa Raminto guru salah satu sekolah akademi internasional terbaik di Negeri ini.

“Pagi pak…bagaimana kabar bapak pagi ini?” Jawab dan sapa salah seorang murid bernama Adel.

“Tetap Dahsyat!.. Bagaimana sudah siap belajar?”

“Siap pak…” Jawab serempak riuh 25 murid dalam ruang kelas.

Akhirnya Pak Raminto mulai mengajar dan menjelaskan tentang ilmu Ekonomi bertemakan “Pengangguran dan Buruh” kepada muridnya yang setia mendengarkan dan aktif bertanya kepada Pak Raminto.

“Pak..saya mau bertanya!” Sembari mengacungkan jari Iyung bertanya kepada Pak Raminto yang saat itu tengah menjelaskan tentang pengangguran.

“Ya, Iyung…apa nak yang mau kamu tanyakan, silahkan.”

“Begini pak,,, apa tanggapan bapak tentang demo buruh yang akhir-akhir ini baru saja terjadi? Bagaimana menurut bapak tentang tuntutan buruh itu, apakah memang setiap tuntutan buruh waktu demo itu harus di penuhi?” Tanya Iyung ke pada Pak Raminto dengan antusiasnya.

Dengan tenang dan sabar Pak Raminto memberikan penjelasan kepada muridnya, “Begini Yung,, buruh merupakan salah satu faktor produksi dari rumah tangga produsen, tanpa adanya buruh pabrik ataupun home industry tidak akan bisa menghasilkan produk karena siapa yang mau bekerja untuk membuat produk kalau bukan buruh. Demo yang dilakukan buruh merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan buruh melalui media demonstrasi yang sudah terorganisir dan terkendali oleh lembaga-lembaga terkait, namun untuk tuntutan buruh itu tidak harus semua di turuti melihat sekala prioritas dan kemampuan perusahaan. Sebab buruh juga harus sadar diri, jika tuntutannya maka mereka juga harus meningkatkan kualitasnya pula, sebagai contoh buruh pabrik lulusan sekolah menengah ingin meminta upah minimum yang nominalnya setara dengan para pekerja atau pegawai yang lulusan sarjana. Apakah itu rasional? Tentu tidak, jika tuntutan tersebut dipenuhi maka saya yakin para investor akan menarik dana segar secara besar-besaran dan segera pindah ke-negara lain untuk mendirikan usaha yang sama dengan biaya yang lebih rendah. Mungkin jawaban saya bisa memberi pemahaman yang cukup untuk Iyung. Memang pembahasan yang tuntas tidak akan mungkin bisa diselesaikan disini sekarang juga, perlu ada waktu yang cukup luang untuk kita berdiskusi.” Sembari tersenyum Pak Raminto menutup penjelasan yang panjang lebar kepada muridnya.

Kemudian dari sisi yang berbeda menyeletuk salah seorang siswa yang bernama Umam, “Pak! Lalu bagaimana nasib para guru yang masih belum diangkat sebagai PNS, sedangkan mereka telah mengabdikan dirinya sebagai Guru sejak lama pak?”

Termenung sejenak Pak Raminto mendengar pertanyaan dari muridnya, karena beliau merasa bernasib sama pula dengan yang dimaksudkan oleh si Umam muridnya. Senyum simpul Pak raminto lagi-lagi menghiasi kelas, dengan tenang dan sabar Pak Raminto mencoba memberikan jawaban kepada Umam muridnya.

“Umam, itulah guru sejati. Walaupun masa depannya tidak jelas, mereka berusaha membuat harapan dan masa depan murid-muridnya jauh lebih baik dari gurunya. Jika hati yang tulus berucap maka seberat apapun perjalanannya akan dilalui untuk bisa menyalakan pelita harapan yang lebih terang.” Jawab Pak Raminto.

“Tetapi, bagaimana nasib guru yang belum tetap dan keluarganya? Mereka juga membutuhkan kepastian kan Pak?” Sambung Umam bertanya.

“Nak kamu belum tahu apa itu perjuangan dan pengorbanan, memang benar nasib guru yang belum diangkat sebagai guru tetap atau PNS belum jelas. Namun lagi-lagi semangat dan dan niat tulus untuk mengabdi menjadikan muridnya sebagai seorang individu mandiri yang bisa menjadi presiden, insinyur, dokter, pilot, nahkoda, tentara, hingga menjadi guru dengan harapan bisa memperbaiki apa yang kurang baik saat ini adalah keinginannya sehingga walaupun berat akan tetap dijalani.” Senyum simpul Pak Raminto menandakan bahwa penjelasan yang singkat sarat arti telah selesai.

Tidak terasa bel sekolah telah berbunyi yang menandakan berakhirnya jam pelajaran Ekonomi, “Tet…tet…tettt...” “Nah anak-anak mari kita akhiri pelajaran pada jam ini semoga apa yang kita bahas pada jam ini bermanfaat, selamat pagi dan tetap semangat untuk menjadi pelita.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun