Jam menunjukan pukul 6.30 pagi, saatnya berangkat menuju barak meditasi (ruang guru) sebelum bertempur bersama anak-anak terbaik bangsa yang nantinya menggantikan kami generasi sebelumnya.
“Selamat pagi anak-anak” Sapa Raminto guru salah satu sekolah akademi internasional terbaik di Negeri ini.
“Pagi pak…bagaimana kabar bapak pagi ini?” Jawab dan sapa salah seorang murid bernama Adel.
“Tetap Dahsyat!.. Bagaimana sudah siap belajar?”
“Siap pak…” Jawab serempak riuh 25 murid dalam ruang kelas.
Akhirnya Pak Raminto mulai mengajar dan menjelaskan tentang ilmu Ekonomi bertemakan “Pengangguran dan Buruh” kepada muridnya yang setia mendengarkan dan aktif bertanya kepada Pak Raminto.
“Pak..saya mau bertanya!” Sembari mengacungkan jari Iyung bertanya kepada Pak Raminto yang saat itu tengah menjelaskan tentang pengangguran.
“Ya, Iyung…apa nak yang mau kamu tanyakan, silahkan.”
“Begini pak,,, apa tanggapan bapak tentang demo buruh yang akhir-akhir ini baru saja terjadi? Bagaimana menurut bapak tentang tuntutan buruh itu, apakah memang setiap tuntutan buruh waktu demo itu harus di penuhi?” Tanya Iyung ke pada Pak Raminto dengan antusiasnya.
Dengan tenang dan sabar Pak Raminto memberikan penjelasan kepada muridnya, “Begini Yung,, buruh merupakan salah satu faktor produksi dari rumah tangga produsen, tanpa adanya buruh pabrik ataupun home industry tidak akan bisa menghasilkan produk karena siapa yang mau bekerja untuk membuat produk kalau bukan buruh. Demo yang dilakukan buruh merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan buruh melalui media demonstrasi yang sudah terorganisir dan terkendali oleh lembaga-lembaga terkait, namun untuk tuntutan buruh itu tidak harus semua di turuti melihat sekala prioritas dan kemampuan perusahaan. Sebab buruh juga harus sadar diri, jika tuntutannya maka mereka juga harus meningkatkan kualitasnya pula, sebagai contoh buruh pabrik lulusan sekolah menengah ingin meminta upah minimum yang nominalnya setara dengan para pekerja atau pegawai yang lulusan sarjana. Apakah itu rasional? Tentu tidak, jika tuntutan tersebut dipenuhi maka saya yakin para investor akan menarik dana segar secara besar-besaran dan segera pindah ke-negara lain untuk mendirikan usaha yang sama dengan biaya yang lebih rendah. Mungkin jawaban saya bisa memberi pemahaman yang cukup untuk Iyung. Memang pembahasan yang tuntas tidak akan mungkin bisa diselesaikan disini sekarang juga, perlu ada waktu yang cukup luang untuk kita berdiskusi.” Sembari tersenyum Pak Raminto menutup penjelasan yang panjang lebar kepada muridnya.
Kemudian dari sisi yang berbeda menyeletuk salah seorang siswa yang bernama Umam, “Pak! Lalu bagaimana nasib para guru yang masih belum diangkat sebagai PNS, sedangkan mereka telah mengabdikan dirinya sebagai Guru sejak lama pak?”
Termenung sejenak Pak Raminto mendengar pertanyaan dari muridnya, karena beliau merasa bernasib sama pula dengan yang dimaksudkan oleh si Umam muridnya. Senyum simpul Pak raminto lagi-lagi menghiasi kelas, dengan tenang dan sabar Pak Raminto mencoba memberikan jawaban kepada Umam muridnya.
“Umam, itulah guru sejati. Walaupun masa depannya tidak jelas, mereka berusaha membuat harapan dan masa depan murid-muridnya jauh lebih baik dari gurunya. Jika hati yang tulus berucap maka seberat apapun perjalanannya akan dilalui untuk bisa menyalakan pelita harapan yang lebih terang.” Jawab Pak Raminto.
“Tetapi, bagaimana nasib guru yang belum tetap dan keluarganya? Mereka juga membutuhkan kepastian kan Pak?” Sambung Umam bertanya.
“Nak kamu belum tahu apa itu perjuangan dan pengorbanan, memang benar nasib guru yang belum diangkat sebagai guru tetap atau PNS belum jelas. Namun lagi-lagi semangat dan dan niat tulus untuk mengabdi menjadikan muridnya sebagai seorang individu mandiri yang bisa menjadi presiden, insinyur, dokter, pilot, nahkoda, tentara, hingga menjadi guru dengan harapan bisa memperbaiki apa yang kurang baik saat ini adalah keinginannya sehingga walaupun berat akan tetap dijalani.” Senyum simpul Pak Raminto menandakan bahwa penjelasan yang singkat sarat arti telah selesai.
Tidak terasa bel sekolah telah berbunyi yang menandakan berakhirnya jam pelajaran Ekonomi, “Tet…tet…tettt...” “Nah anak-anak mari kita akhiri pelajaran pada jam ini semoga apa yang kita bahas pada jam ini bermanfaat, selamat pagi dan tetap semangat untuk menjadi pelita.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H