Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dilema Kehidupan: Mengapa Kita Mengejar Kebahagiaan dan Menghindari Penderitaan, Meski Keduanya Tak Terpisahkan

19 Desember 2024   09:34 Diperbarui: 19 Desember 2024   09:34 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dilema Kehidupan: Mengapa Kita Mengejar Kebahagiaan dan Menghindari Penderitaan, Meski Keduanya Tak Terpisahkan

Pendahuluan

Di tengah kehidupan yang penuh dengan pencarian dan perjuangan, manusia seakan terperangkap dalam sebuah dilema abadi: mengejar kebahagiaan yang penuh kilau, sementara menghindari penderitaan yang terbalut kelam. Namun, dalam perjalanan hidup yang tak terelakkan ini, kebahagiaan dan penderitaan, meski sering dipandang sebagai dua kutub yang berlawanan, sesungguhnya tak terpisahkan. Mereka adalah dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan dalam pencarian manusia untuk mencapai makna dan utilitas dalam hidupnya.

Bayangkan sejenak kisah seorang pejuang yang melangkah menuju medan perang, dipenuhi harapan akan kemenangan dan kemuliaan, namun tak terhindarkan dari luka dan keletihan. Di sisi lain, ada yang memilih berdiam dalam kenyamanan, tetapi di setiap momen bersembunyi dari ketakutan kehilangan yang membayang. Seringkali, kita berpikir bahwa kebahagiaan adalah tujuan utama, dan penderitaan adalah hal yang harus dihindari. Namun, apakah kita pernah merenung, bahwa justru dalam penderitaan kita menemukan kedalaman makna yang lebih besar, dan dalam kebahagiaan yang tercapai, kita kadang terjebak dalam kekosongan yang membelenggu?

Artikel ini akan mengajak kita untuk menggali dialektika antara kebahagiaan dan penderitaan. Mengapa kita begitu gigih mengejar kebahagiaan, meski kita tahu bahwa di baliknya ada penderitaan yang tak terhindarkan? Apakah kebahagiaan itu, pada akhirnya, hanya sebuah ilusi yang membawa kita pada penderitaan baru, ataukah penderitaan itu adalah pintu menuju kebijaksanaan yang lebih tinggi? Dalam pencarian yang penuh gejolak ini, kita akan mencari tahu bagaimana sikap moderat menjadi kunci untuk menavigasi dua kutub tersebut, dan mencapai hidup yang lebih seimbang dan bermakna.

II. Pengertian Kebahagiaan dan Penderitaan dalam Kehidupan Manusia

Kehidupan manusia adalah perjalanan yang penuh dengan pergulatan antara dua kutub utama: kebahagiaan dan penderitaan. Kedua elemen ini, meskipun sering dipandang sebagai lawan, memiliki keterkaitan yang mendalam dan saling bergantung. Untuk memahami lebih jauh tentang hubungan keduanya, kita perlu menggali lebih dalam definisi dan makna dari kebahagiaan serta penderitaan, serta bagaimana keduanya berfungsi dalam kehidupan manusia.

Definisi Kebahagiaan

Kebahagiaan sering dianggap sebagai puncak dari pencapaian hidup. Secara umum, kebahagiaan dapat didefinisikan sebagai kondisi emosional yang positif, di mana seseorang merasa puas, damai, dan sejahtera. Filosofi hedonisme menganggap kebahagiaan sebagai tujuan utama hidup, di mana kenikmatan dan kesenangan adalah yang paling dicari. Dalam psikologi positif, kebahagiaan juga dipandang sebagai hasil dari perasaan penuh makna dan pencapaian, seperti kepuasan diri, pencapaian tujuan hidup, dan hubungan sosial yang sehat.

Namun, kebahagiaan bukanlah sesuatu yang dapat dipahami hanya dari sisi eksternal. Ia juga bersifat internal dan subjektif, terkait dengan bagaimana seseorang memaknai kehidupan dan menghadapi tantangan. Kebahagiaan sejati, yang lebih dari sekadar pencarian kenikmatan sesaat, adalah kedamaian batin yang datang dari penerimaan dan pemahaman yang lebih dalam tentang hidup itu sendiri.

Definisi Penderitaan

Di sisi lain, penderitaan adalah bagian tak terpisahkan dari eksistensi manusia. Penderitaan dapat berupa rasa sakit fisik, emosional, atau psikologis yang timbul akibat berbagai peristiwa dalam hidup---baik itu kehilangan, kekecewaan, kegagalan, maupun ketidakpastian. Dalam tradisi eksistensial, seperti yang diajarkan oleh Sren Kierkegaard dan Friedrich Nietzsche, penderitaan dipandang sebagai pengalaman yang mengharuskan individu untuk berhadapan langsung dengan kenyataan hidup yang kadang penuh ketidakpastian dan kekosongan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun