Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hari Guru, Metode HOS Cokroaminoto dan Kurikulum Merdeka

23 November 2024   21:30 Diperbarui: 25 November 2024   08:19 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

2. Menghargai Keberagaman
Cokroaminoto tidak melihat perbedaan pandangan sebagai ancaman, tetapi sebagai kekayaan. Ini relevan dengan gagasan pluralisme John Stuart Mill, yang menyatakan bahwa keberagaman ide diperlukan untuk mendorong kemajuan intelektual.

3. Relevan dengan Kehidupan Nyata
Sejalan dengan teori pragmatisme pendidikan ala John Dewey, metode Cokroaminoto menekankan relevansi pembelajaran dengan masalah nyata. Diskusi tentang ideologi dan politik pada masa itu tidak hanya menjadi teori, tetapi juga refleksi dari kenyataan sosial yang dihadapi bangsa Indonesia.

Kelemahan Metode Cokroaminoto

1. Rentan terhadap Perpecahan
Seperti yang terlihat dari murid-muridnya, kebebasan berpikir yang tanpa arahan dapat melahirkan perbedaan pandangan yang ekstrem. Emile Durkheim, dalam konsep collective conscience, mengingatkan bahwa pendidikan harus tetap membangun kesadaran kolektif untuk menjaga kohesi sosial. Jika tidak, kebebasan ini justru bisa menjadi benih konflik.

2. Membutuhkan Guru yang Visioner
Tidak semua guru mampu menjadi fasilitator dialog yang baik. Teori zone of proximal development (ZPD) dari Vygotsky menekankan pentingnya peran guru sebagai "scaffolding" untuk membantu siswa melampaui batas kemampuan mereka. Tanpa guru yang kompeten, metode ini bisa kehilangan arah.

Penerapan Metode Cokroaminoto dalam Kurikulum Merdeka

Untuk membawa semangat Cokroaminoto ke dalam Kurikulum Merdeka, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan:

1. Guru sebagai Fasilitator Dialogis
Seperti Cokroaminoto, guru dalam Kurikulum Merdeka harus menjadi fasilitator dialog, bukan pengendali pembelajaran. Mereka perlu menciptakan ruang diskusi di mana siswa bebas mengungkapkan ide tanpa takut salah.

2. Menanamkan Nilai-Nilai Dasar
Kebebasan berpikir harus tetap diimbangi dengan penanaman nilai-nilai Pancasila. Ini penting untuk mencegah kebebasan menjadi anarki, sebagaimana Durkheim mengingatkan pentingnya collective conscience.

3. Pembelajaran Kontekstual dan Proyek Nyata
Seperti Cokroaminoto yang membawa isu-isu nyata ke ruang diskusi, Kurikulum Merdeka harus mendorong pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) yang relevan dengan kehidupan siswa.

4. Pelatihan Guru Berbasis Humanis
Guru perlu dilatih dalam pendekatan humanis, sesuai gagasan Paulo Freire. Pendidikan harus dilihat sebagai proses pembebasan, bukan sekadar transfer pengetahuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun