Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Arah Evolusi: Survival Organisme atau Keseimbangan Ekosistem

16 September 2024   08:29 Diperbarui: 27 September 2024   20:06 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rumput tidak berevolusi dengan membuat daunnya berduri atau beracun. Rumput lebih memilih mekanisme survival dengan menumbuhkan akarnya lebih dalam ke dalam tanah, mempeluas jaringan akarnya, dan membuat daunnya lebih cepat tumbuh. Seolah-olah rumput ingin mengabdikan eksistensinya kepada kambing. Rumput ketimbang melakukan mimikri, memutuskan untuk mewarnai daun dengan hijau segar yang menggoda kambing untuk memakannya.

Kambing makan rumput. Sadar bahwa rumput butuh waktu untuk tumbuh, maka kambing memutuskan untuk membatasi reproduksi dirinya. Kambing hanya melahirkan satu dalam setahun dengan jumlah anak maksimal empat. Kambing seolah sadar dengan menjaga tingkat survival rumput, maka tingkat survival dia pun terjaga.

Kambing pun tidak berevolusi dengan membuat kulitnya berduri dan beracun agar serigala tidak memakan dirinya. Kambing seolah ingin mengabdikan eksistensinya kepada serigala. Sadar bahwa keputusannya untuk membatasi reproduksi bisa berbahaya bagi survival serigala, kambing memutuskan untuk berumur lebih panjang daripada serigala. Umur maksimal kambing 15 tahun, sedangkan umur maksimal serigala  8 tahun.

Serigala makan kambing. Untuk menjaga eksistensi kambing, maka serigala memutuskan untuk beranak satu saja setahun, sama dengan kambing. Tapi atas pertimbangan lain, serigala merasa perlu untuk lebih banyak mempunyai anak daripada kambing. Kambing beranak maksimal 4, sedangkan serigala 6.

Serigala sadar bahwa keputusannya untuk beranak banyak bisa mengganggu survival kambing, maka dia memutuskan untuk memperluas dietnya, salah satunya dengan memakan kelinci.

Sadar dengan keputusan serigala untuk memakan dirinya, maka kelinci memutuskan untuk beranak banyak dengan frekuensi yang sering. Kelinci mampu beranak 12 anak dengan frekuensi 6 kali setahun dan masa kehamilan cuma 31 hari. Kelinci pun merasa perlu untuk berumur panjang, tapi lebih pendek dari kambing agar dia tidak terlalu bersaing makanan dengan kambing, tapi berumur lebih panjang dari serigala agar serigala bisa tetap mendapatkan makanan. Kelinci berumur maksimal 12 tahun, kambing 15 tahun, dan serigala 8 tahun.

Sadar bahwa jika dia cuma makan rumput, maka eksistensi rumput agar terganggu dan dia akan bersaing dengan kambing, maka kelinci memutuskan untuk memperluas dietnya.

Kambing, kelinci, dan serigala setiap hari membuang feses. Sadar akan banyaknya feses yang ada, maka cacing memutuskan untuk berproduksi secara masif agar bisa lebih cepat menguraikan feses menjadi nutrisi bagi rumput.

Keputusan evolusi dari rumput, kambing, serigala, kelinci dan cacing bukanlah keputusan selfish tapi sebuah mekanisme altruistik. Mereka seolah-olah sadar dengan kedudukannya dalam rantai makanan dan sadar dengan keseluruhan mekanisme keseimbangan ekosistem.

Penutup

Narasi konsepsi evolusi kita entah kenapa menghindari diri dari kerangka kerja rantai makanan dan ekosistem, seolah-olah evolusi berjalan sendiri-sendiri secara egois dengan lepas dari bingkai ekosistemnya.

Evolusi jika mengarah semata kepada survival organisme secara eksklusif, maka akan merusak keseimbangan ekosistem dan mekanisme rantai makanan. Ini pada akhirnya akan menghancurkan eksistensi organisme tersebut. 

Evolusi dalam kerangka ekosistem membawa kita kepada kesadaran bahwa :

1. Jika evolusi suatu organisme diikuti oleh evolusi organisme lainnya dalam suatu ekosistem, maka arah evolusi gagal.

2. Jika evolusi tidak diikuti oleh organisme lainnya dan berjalan secara eksklusif, mandiri, dan selfish, maka ini akan mengganggu keseimbangan ekosistem dan rantai makanan, yang pada akhirnya akan menghancurkan eksistensi organisme itu sendiri. 

3. Masa setelah setiap episode kepunahan besar membutuhkan perubahan organ dan gen yang cepat agar sistem survival of fittest efektif sehingga yang dibutuhkan adalah revolusi dan bukan evolusi. 

4. Setiap periode kepunahan besar adalah sekat sehingga kita tidak bisa menghubungkan secara langsung satu organisme dengan organisme lainnya dalam dua rentang masa geologi bila ada sekat masa kepunahan besar di antara keduanya. Semirip apa pun dua organisme secara morfologi dan genetika jika tidak ada organisme penghubung yang definitif, maka organisme tidak bisa dihubung-hubungkan.

5. Evolusi yang triggernya didorong oleh migrasi bisa sangat berbahaya bagi keseimbangan ekosistem, baik ekosistem yang ditinggalkan mapun ekosistem yang dituju, sehingga alih-alih mendapatkan keuntungan melalui survival of the fittest malah justru mengancam eksistensi organisme tersebut pada akhirnya.

Narasi evolusi kita di sini selain menyatukan evolusi dengan mekanisme keseimbangan ekosistem juga membawa pemahaman bahwa proses evolusi membutuhkan kesadaran untuk menjaga keseimbangan ekosistem itu. 

Seperti telah dijelaskan di banyak kesempatan di sini, kita telah berkesimpulan bahwa evolusi dibangun sebagai satu log ekosistem utuh. 

Bahan Bacaan Lanjutan :

https://phys.org/news/2024-09-evolutionary-biodiversity.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun