Pendahuluan
Ketika kita mendapati titik-titik yang berserakan dan tidak saling terhubung pada sebuah kertas, kita sadar bahwa kita bisa menggambar objek apa saja daripadanya dengan menghubungkan titik-titik yang ada terutama dua titik yang berdekatan dan yang paling dekat.
Walaupun jumlah dan sebaran titik-titik yang tersedia sama, tapi berbeda urutan titik yang kita hubungkan akan berbeda pula narasi dan gambar akhir yang dihasilkan.
Â
Analogi di atas dalam konteks evolusi dapat dipahami sebagai bahwa fakta-fakta evolusi yang kita temukan pada fosil, embrio, dan gen adalah sama, tapi daripadanya kita bisa merekonstruksi narasi evolusi yang beraneka ragam.
Narasi mana yang paling baik dan paling logis dapat kita uji setidaknya dari tiga hal.
Pertama dari asumsi yang digunakan.
Kedua dari kemampuannya menjawab pertanyaan faktual.
Ketiga dari kemampuannya melakukan prediksi.
Asumsi Teori Evolusi Darwin
Teori Evolusi Darwin seperti halnya Teori Relativitas Einstein baik Relativitas Khusus maupun Relativitas Umum, dan Mekanika Kuantum adalah teori-teori yang melibatkan sisi psikologis yang paling sensitif dari masyarakat Barat. Masyarakat Barat kerap mengulang-ulang idiom "teori terbaik yang kita miliki sampai saat ini untuk menggambarkan realitas" pada teori-teori tersebut di atas. Terus diulang seperti kaset audio kusut dari zaman kuda gigit besi.
Padahal pada beberapa sisi teori-teori tersebut dibangun dari asumsi dan postulat yang tidak valid, khususnya asumsi pada Teori Evolusi Darwin.
Teori Evolusi dibangun dari sejumlah asumsi berikut ini:
Entitas biologis melakukan adaptasi setiap saat untuk mempertahankan eksistensi dirinya dan spesiesnya. Spesies baru muncul dari spesies sebelumnya yang melakukan adaptasi dalam jangka waktu yang sangat lama.
Tapi adaptasi adalah bentuk responsif suatu entitas biologis terhadap tekanan lingkungan. Jika tekanan lingkungan tidak ada dan lingkungan tidak berubah secara signifikan, maka tidak ada kebutuhan untuk melakukan adaptasi.