Fusi Nuklir Bintang
Untuk menjadi helium dalam reaksi fusi nuklir, hidrogen hanya butuh menambah satu nomor atom saja. Prosesnya pun sederhana yaitu dengan menggabungkan dua atom isotop hidrogen, yang paling ideal adalah deuterium dan tritium, baik melalui rantai p-p maupun melalui siklus c-n-o. Dalam kenyataannya ternyata tidak semudah itu. Fusi nuklir bukan proses mudah dan sederhana. Reaksi fusi membutuhkan energi awal yang sangat besar, suhu yang sangat tinggi, dan tekanan yang besar.
Pada proses pembentukan bintang, gumpalan awan gas dengan kepadatan yang tinggi tiba-tiba runtuh dengan sendirinya akibat tekanan gravitasinya sendiri yang tidak stabil. Bagian inti yang tersisa itulah yang kemudian menjadi bintang. Proses keruntuhan tiba-tiba inilah yang disebut sebagai proses ignition atau proses pembakaran. Jika kondisi yang memungkinkan proses ignition ini gagal dicapai maka bintang gagal dibentuk. Jika kondisi ideal yang dibutuhkan ini mudah dicapai, maka seharusnya jumlah bintang ada jauh lebih banyak dari yang ada sekarang dan materi menjadi komponen utama pada semesta. Diperkirakan sekarang ini jumlah bintang pada semesta yang teramati ada sebanyak 200 milyar triliun buah.
Pada reaktor fusi nuklir dengan teknologi inertial, proses ignition dihasilkan dengan gelombang kejut yang diinduksi ke dalam isotop hidrogen yang berada dalam tingkat kepadatan yang tinggi sebagai hasil dari simulasi laser. Sementara pada reaktor fusi nuklir dengan teknologi magnetic confinenment atau tokamak, proses ignition dihasilkan dari induksi aliran listrik pada plasma yang dihasilkan oleh tekanan medan magnet. Tapi kedua teknologi itu gagal dalam dua aspek yaitu mempertahankan kestabilan proses atau masalah endurance dan dalam hal menjaga agar energi output yang dihasilkan lebih besar daripada input energinya.
Dalam proses pembentukan bintang, kita memang belum melihat secara langsung proses induksi yang memicu proses ignition, tapi berasumsi bahwa gravitasi dengan sendirinya menyebabkan proses ignition jelas terlalu menyederhanakan bahkan gegabah.
Gravitasi yang kuat memang dibutuhkan dalam pembentukan bintang, tapi dibutuhkan gravitasi yang sangat kuat untuk melakukan proses ignition secara internal. Ini malah berisiko mengendapkan hidrogen ke dalam lubang hitam dan singularitas. Akibatnya justru bintang tidak akan terbentuk.
Tanpa bintang-bintang itu, semesta akan sepenuhnya dan selamanya gelap.Â
B. Bentuk 2 : Semesta Banyak dan Semesta BerkelimpahanÂ
Evolusi Biologi Tidak Arbiter dan Random
Kita melihat keanekaragaman hayati yang berlimpah. Tapi bila melihat kemampuan genom untuk melakukan mutasi genetik termasuk di antaranya dengan menambah panjang untaian benang DNA-nya, maka seharusnya jumlah keanekaragaman itu tidak terhingga.
Di sisi lain, prinsip kombinasi dalam matematika jika berlaku dalam sistem biologi, pun dalam kondisi jika panjang untaian DNA dibatasi, maka jumlah pengulangan yang dibenarkan pun seharusnya terbatas. Sehingga entitas biologis yang bisa dibentuknya pun sangat terbatas.