Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aturan Rukyat Hilal 3 Derajat Harus Dikoreksi

30 April 2023   03:14 Diperbarui: 30 April 2023   06:21 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

5 Mei 2023 nanti sebagian wilayah Indonesia akan mengalami Gerhana Bulan Penumbra. Selayaknya sebuah Gerhana Bulan, maka itu terjadi pada saat bulan purnama yaitu tanggal 15 dalam sistem kalender berbasis bulan. Ini artinya 5 Mei 2023 itu bertepatan dengan tanggal 15 Syawal 1444 H.

Jika 5 Mei 2023 adalah 15 Syawal 1444 H berarti 1 Syawal adalah Jum'at 21 April 2023. Dengan begitu penetapan 1 Syawal yang dirilis oleh Muhammadiyah benar, sedangkan yang ditetapkan oleh Pemerintah yaitu Sabtu 22 April salah.

Kebenaran penetapan 1 Syawal 1444 H adalah 21 April 2023 sebenarnya sudah dikuatkan dengan Gerhana Matahari Hibrida yang terjadi pada tanggal 20 April 2023. Gerhana Matahari hanya terjadi pada awal bulan baru. Tapi saat itu Pemerintah masih ngotot menetapkan 1 Syawal pada tanggal 22 April 2023.

Bulan purnama atau tanggal 15 dalam sistem kalender berbasis bulan sebagai alat koreksi penetapan awal bulan dalam kalender hijriah misalnya untuk penetapan 1 Ramadhan atau 1 Syawal telah dikonfirmasi oleh Gus Baha pada banyak media.

Ketika itu Gus Baha bilang begini, "Misalnya, cara Mustofa itu awal Ramadhan Ahad, lalu cara Ruhin adalah Senin, sedangkan cara Abu adalah Selasa. Nah kalo di Indonesia perbedaanya sampe 3 hari kalo sama Naqsabandi. Menurut ilmunfalak, Allah membuat tebak-tebakan, bulan bisa 29 atau 30 hari, berarti dari awal ada potensi itu sama-sama ada.  Sebenarnya itu mudah, (daripada) melihat orang berdebat,  cari saja model awal, cari (hitung) tanggal 15 mulai dari Hari Minggu. Saat sudah mengjitung lima belas hari dari awal masing-masing penentuan Syawal, maka akan terlihat kebenarannya yang mana."

Gus Baha mengungkapkan jika di hari ahad di lima belas hari selanjutnya bulan masih belum sempurna maka pendapat Mustofa tidak tepat. "Nanti kan kelihatan pada tanggal 15, ternyata rembulan posisinya 13, belum bulat sempurna, wah mustofa hoaks berarti.", kata Gus Baha.

Sebagimana diketahui bahwa penetapan Syawal oleh Pemerintah itu didasarkan kepada metode rukyat hilal minimal 3 derajat. Dengan Gerhana Bulan dan Gerhana Matahari sebagai alat uji dan perangkat konfirmasi, maka jelas metode yang dipakai Pemerintah selama ini tidak tepat dan harus ditinggalkan.

Kita dapat menguji sekali lagi relevansi dan ketepatan aturan Rukyat Hilal 3 Derajat nanti pada bulan Oktober 2023 yaitu saat penentuan awal bulan Rabiul Awal.

Pada bulan Oktober itu akan terjadi dua gerhana kembali. Gerhana Matahari Cincin (GMC) terjadi pada 14 Oktober 2023 yang tidak dapat diamati dari Indonesia, dan Gerhana Bulan Sebagian (GBS) terjadi 29 Oktober 2023 yang dapat diamati dari Indonesia.

Aturan perhitungannya sama yaitu gerhana matahari terjadi saat awal bulan baru dan gerhana bulan terjadi saat bulan purnama. Ini sinkron di mana ada selisih 15 hari antara gerhana matahari dengan gerhana bulan pada bulan Oktober 2023 itu.

Jika saat itu juga terjadi bahwa aturan Rukyat Hilal 3 Derajat tidak tepat dalam menentukan awal bulan Rabiul Awal 1444 pada kalender hijriah, maka aturan ini harus ditinggalkan.

Dengan begitu juga berarti kita sudah waktunya mengadopsi sepenuhnya sistem hisab ke dalam sistem kalender hijriah.

Lebih lanjut Umat Islam juga harus menyepakati titik awal perhitungan hari apakah akan menggunakan sistem Greenwich Mean Time (GMT) ataukah akan menggunakan sistem Mecca Mean Time (MMT). Kesepakatan ini membawa keseragaman dalam sistem penanggalan hijriah karena kalender akan berlaku secara internasional ditetapkan di satu titik tersebut dengan menghapus hak dan kewenangan setiap negara dan organisasi untuk menetapkan kalender menurut pertimbangan mereka sendiri-sendiri.

Bagaimana pun sistem kalender yang seragam dan berlaku internasional adalah ciri masyarakat dengan peradaban yang tinggi dan berperekonomian maju. Di mana dengan begitu kesepakatan internasional, kesepakatan bisnis, dan konsensus sains teknologi akan mengacu pada tanggal yang sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun