Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gerakan Masif Anti Teknologi

11 April 2023   01:26 Diperbarui: 15 April 2023   18:50 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sinilah pada teknologi rekayasa genetika, teknologi kuantum, dan teknologi kecerdasan buatan, manusia meletakkan obsesinya yang tertinggi. Di mana dengannya bisa tercapai kehidupan manusia tanpa penderitaan, tanpa penyakit, tanpa penuaan, tanpa ada yang cacat, dan hidup abadi selamanya. Hidup sebagai superhuman.

Lantas ketika semua pencapaian teknologi itu bisa dicapai, berapa banyak manusia yang mampu memanfaatkan, membelinya, atau sekedar mengaksesnya?

Semua teknologi dihasilkan dari riset dan pengembangan yang panjang dan berbiaya tinggi. Modal yang dikeluarkan adalah investasi yang pasti menuntut return yang lebih besar. Wajar jika sebagian besar hasil pencapaian teknologi akan berorientasi pasar dan bersifat komersil. Jika ada slogan "Technology for Humanity", itu kebohongan paling besar yang pernah ada.

Hidup dan matinya teknologi ditentukan oleh pasar, bukan oleh manfaat nyatanya bagi kesejahteraan keseluruhan manusia.

Seperti halnya sekarang, dan bahkan sampai kapanpun, teknologi hanya dinikmati oleh mereka yang mampu membayar harganya.

Pada akhirnya teknologi hanya akan dinikmati oleh mereka yang kaya dan berkuasa saja. Mereka inilah, yang jumlahnya hanya segelintir inilah, yang akan akan menjadi superhuman, punya rumah di Mars, mampu melakukan perjalanan antar galaksi, dan mampu berada di ruang waktu manapun.

Sementara mayoritas manusia berada dalam kepapaan dan ketidakberdayaan. Mereka menjadi budak dan permainan para superhuman tersebut di atas.

Dalam sains, teknologi, dan rekayasa teknik masalahnya bukan pada apakah itu mungkin atau tidak mungkin diwujudkan, tapi kepada apakah itu mampu menciptakan kehidupan manusia yang lebih egaliter, lebih berbudaya, dan lebih manusiawi.

Melihat masa depan seperti itu, di mana kemajuan teknologi hanya akan mengabdi kepada pasar dan dinikmati oleh hanya segelintir manusia saja yang mampu mengakses dan membelinya, lalu lebih lanjut orang-orang ini akan menjajah dan menindas mayoritas manusia lainnya, akan muncul gerakan untuk menentang kemajuan teknologi seperti itu.

Bahkan gerakan ini akan meminta untuk untuk dihentikannya riset dan pengembangan teknologi apapun, serta mengajak manusia untuk kembali kepada kehidupan tanpa teknologi.

Gerakan ini bukan saja sebatas kritis terhadap teknologi, tapi bahkan anti teknologi.

Walaupun kini setiap kemajuan sains yang membuka kemungkinan terobosan teknologi, dan kemajuan teknologi apapun selalu disambut dengan hype dan gempita, lambat laun orang-orang akan sadar bahwa kehidupan manusia yang lebih egaliter, yang lebih manusiawi, dan lebih beradab tidak bisa dicapai dengan teknologi.

Saat ini saja banyak orang menyadari bahwa teknologi smartphone telah menarik manusia dari pergaulan sosial kepada kehidupan soliter yang kian dalam. Teknologi plastik telah menciptakan sampah plastik yang mengancam ekologi. Teknologi yang berbasis bahan bakar fosil telah menghasilkan efek pemanasan global. 

Semua teknologi ini bukan saja semakin menjauhkan manusia dari tabiatnya sebagai makhluk sosial, bahkan mengancam ekologi dan eksistensi manusia itu sendiri. 

Gerakan untuk mengkritisi dan melawan dampak dari sejumlah teknologi tersebut sudah marak bermunculan. Kita di antaranya mengenal gerakan Green Peace untuk kelestarian ekosistem, dan gerakan Zero Waste untuk mengurangi penggunaan plastik, serta sejumlah komunitas dan paguyuban untuk menggiatkan kembali relasi sosial yang intens dan kuat. Belum lama ini sejumlah pentolan teknologi justru mengusulkan moratorium pengembangan AI yang lebih kuat. Walaupun moratorium yang digagas hanya berjangka waktu 6 bulan saja. Semua ini menunjukkan semakin besarnya kekhawatiran manusia terhadap dampak negatif atau efek samping dari teknologi yang diciptakannya sendiri. 

Karena efek samping samping dari teknologi berbasis plastik dan BBM bersifat laten, maka gerakan seperti ini tidak tampak masif sekalipun skala kerusakannya bersifat masif. 

Gerakan anti teknologi yang masif yang pernah kita kenal adalah gerakan anti nuklir, dan gerakan anti vaksin covid. Gerakan anti nuklir mungkin gerakan anti teknologi yang sudah klasik, sementara gerakan anti teknologi vaksin covid yang masif terutama di Eropa, Australia, dan Amerika adalah gerakan yang relatif baru. 

Sementara gerakan anti teknologi yang paling menyedot perhatian dari sisi agama, etis, sosial, dan hukum adalah teknologi rekayasa genetika. Isu-isu rekayasa genetika terutama yang diterapkan pada manusia selalu membangkitkan sisi emosional manusia yang paling dalam. Resistensi kita terhadap penerapan teknologi rekayasa genetika pada manusia bersifat langgeng.

Ketika teknologi semakin tidak ramah manusia, tidak ramah ekologi, dan bahkan hanya membuka akses secara eksklusif kepada sebagian kecil manusia saja, maka gerakan anti teknologi akan semakin kuat.

Gerakan anti teknologi menemukan momentumnya di sini dan saat ini. Gerakan ini akan menggelinding semakin besar seperti bola salju. Mereka akan berhadapan secara frontal yang gerakan lain yang mendukung tetap dilanjutkannya kemajuan teknologi. 

Pada titik ini, pengembangan teknologi bukan lagi sekadar pro kontra naratif tapi akan menjadi kutub gerakan yang masif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun