2020-2030: Krisis Pangan, Energi, Ekologi dan Kesehatan Terus Mengancam
Walaupun banyak masalah kita saat ini seperti krisis pangan, krisis energi, dan krisis ekologi akan bisa selesai dan teratasi dengan teknologi, kita patut kecewa dan waspada karena teknologi yang dimaksud seperti fusi nuklir, komputer kuantum, reduksi plastik berbasis enzim dan mikroorganisme, carbon capture, juga pangan berbasis synbio belum juga terealisasi.
Sementara itu perang Rusia-Ukraina mungkin sengaja dibuat lama dan panjang, kemudian pandemi covid belum resmi dinyatakan berakhir, dan pusat konstelasi politik dan ekonomi global terus bergeser ke RRC.
Kita perlu waspada atas apa? Waspada terhadap penurunan laju ekonomi yang tajam, rawan pangan, rawan energi, rawan air, konflik horizontal, konflik vertikal, rawan bencana, ekologi semakin terancam, kemungkinan pandemi merebak lagi dan perubahan haluan negara pada titik paling ekstrim.
Biaya, penerimaan publik, regulasi pemerintah, dan kesiapan teknologi itu sendiri menjadi kendala penghambat terbesar realisasi teknologi yang dimaksud.
Walaupun dari sisi teknologi, pangan berbasis synbio sudah siap, biaya produksinya masih mahal. Belum lagi hambatan penerimaan konsumen dan peraturan pemerintah. Jadi sekalipun produknya sudah bisa dibuat, tapi tidak bisa dijual atau tidak menguntungkan untuk dijual karena resistansi pasar dan ribetnya peraturan pemerintah.
Energi alternatif berupa fusi nuklir juga terhambat oleh faktor cost yang tinggi, efisiensi rendah, dan kesiapan teknologi yang masih mentah. Butuh satu atau dua dekade lagi mungkin bagi teknologi fusi nuklir ini untuk nyata terealisasi.
Sementara walaupun sudah banyak alternatif teknologi untuk carbon capture baik berbasis katalis maupun logam, tapi masalah biaya tinggi, konsumsi energi yang tinggi, dan efisiensi menghalangi penggunaan teknologi carbon capture ini secara masif.
Sejumlah besar mikroorganisme dan enzim sudah diidentifikasi mampu mereduksi sampah plastik, tapi pemakaiannya dalam skala besar dan komersial terhalang lagi-lagi oleh biaya tinggi. Stabilitas enzim dan dampak negatifnya terhadap lingkungan juga menjadi faktor yang menghambat aplikasi teknologi ini secara masif, di samping kesan ribet oleh sejumlah pihak karena tingginya tingkat kompleksitas teknologi enzim ini.
Kehadiran komputer kuantum secara luas ataupun secara massal dalam bentuk portabelnya masih jadi mimpi. Teknologi ini selain terhambat biaya tinggi, juga yang utama karena teknologinya masih mentah. Sama seperti teknologi fusi nuklir, butuh waktu satu atau dua dekade lagi untuk mewujudkan komputer kuantum yang komersial.
Kita tidak punya perangkat yang lebih baik selain teknologi untuk mengatasi masalah krisis pangan, krisis energi, krisis ekologi dan  krisis kesehatan. Teknologi synbio kita harapkan bisa mengatasi krisis pangan. Teknologi fusi nuklir untuk mengatasi krisis energi. Teknologi carbon capture dan reduksi plastik berbasis enzim dan mikroorganisme dipandang dalam mengatasi krisis ekologi.Â
Kita melihat dam kemudian berharap teknologi akan menyelesaikan banyak masalah-masalah kita, tapi akumulasi masalah dan pertumbuhan masalah-masalah itu lebih tinggi daripada kemampuan kita untuk menciptakan teknologi terkait sehingga kita butuh lompatan besar dan bahkan revolusi teknologi jika melihat masalah di bidang energi, pangan, ekologi, dan kesehatan terus terakumulasi. Jika akumulasi krisis-krisis ini tidak segera ditemukan solusi teknologinya, dengan lebay kita dapatkan katakan eksistensi kita sebagai manusia di muka bumi ini terancam.
Ternyata teknologi yang kita harapkan itu belum juga terealisasi dengan baik.
Sampai 2030, sebagian dari kita akan terus terombang-ambing oleh keadaan dan dipermainkan nasib.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H