Mohon tunggu...
Asep S Solikhin
Asep S Solikhin Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Guru Hoby menulis "khoirunnasi anfa'uhum linnas"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Moderasi Beragama di Sekolah

30 Agustus 2022   05:51 Diperbarui: 30 Agustus 2022   05:51 2343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: olahan canva.com

Apa itu moderasi beragama ?

Kata moderasi berasal dari bahasa inggris moderation yang artinya adalah sikap sedang, sikap tidak berlebih-lebihan (Hasan Shadily:2009). Kata moderation ini kemudian diserap dalam bahasa Indonesia yang dalam KBBI diartikan sebagai pengurangan kekerasan atau penghindaran keekstreman. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah wasathiyah. Raghib Al-Asfahani mendefiniskan wasathiyah sebagai sesuatu yang berada diantara dua ekstremisme. Kata moderisasi berasal dari bahasa latin moderatio yang berarti tidak berlebih dan kekurangan (Kementerian Agama RI:2019). Al-Qur'an menjelaskan bahwa agama Islam adalah agama yang moderat atau agama pertengahan. Allah Swt berfirman dalam QS al-Baqarah ayat 143: "Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) "umat pertengahan ..."

Imam Jalalain menafsirkan kata "wasath" di ayat tersebut dengan makna baik dan adil. Dalam KBBI kata adil diartikan (1) tidak berat sebelah atau tidak memihak, (2) berpihak kepada kebenaran, dan (3) sepatutnya atau tidak sewenang wenang. Dari beberapa pengertian moderasi tersebut maka dapat dipahami bahwa moderasi adalah sikap adil dan berimbang tidak berat sebelah dalam memandang dan mempraktikkan suatu konsep dalam kehidupan sehari-hari. Jika kata moderasi ini disandingkan dengan kata beragama, maka moderasi beragama dimaknai sebagai sikap pertengahan dan tidak berlebih-lebihan dalam menjalankan dan memahami konsep beragama dalam kehidupan sehari-hari.

Pentingnya Moderasi Beragama

Moderasi beragama sangat diperlukan khususnya di negeri tercinta Indonesia yang plural dan mulitikultural ini demi terciptanya kerukunan dan kedamaian antar dan intra umat beragama. Keberagaman yang dimiliki Indonesia sangat berpotensi melahirkan singgungan antar kelompok yang berbeda faham dan kepercayaan. Paling tidak ada enam agama yang diakui dan berkembang di Indonesia serta beragam keyakinan dan kepercayaan yang tumbuh subur di bumi Nusantara ini. Bisa dibayangkan betapa banyaknya pendapat dan keyakinan yang berkembang di masyarakat, termasuk dalam praktik beragama. Jangankan hubungan antar umat beragama, intern umat beragama pun memiliki potensi untuk berbeda pendapat dan beda faham. Islam misalnya, terdapat beragam mazhab fikih yang dipegang oleh umat Islam di Indonesia. Hal ini melahirkan perbedaan pemahaman dan praktik ritual dalam ibadah, meski itu termasuk ibadah pokok dalam Islam seperti salat, puasa, zakat ataupun haji. 

Disinilah pentingnya setiap umat Muslim memiliki sikap moderat dalam memahami dan mempraktekkan ajaran agama sehingga tidak menimbulkan gesekan dengan umat Muslim lainnya yang berbeda mazhab dengan dirinya. Dalam menjalankan ibadah pun dibutuhkan sikap yang moderat. Kita tidak dianjurkan melakukan ibadah secara berlebihan. Meski ibadah itu penting untuk menyiapkan kehidupan kelak di akhirat, akan tetapi kita tidak boleh melupakan kepentingan kita hidup di dunia. Dalam hal ini Allah Swt mengingatkan: "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi..." (QS. Al-Qasas: 77)

Contoh sederhananya adalah perintah bersedekah atau berinfaq membantu sesama. Banyak ayat al-Qur'an dan hadits Rasulullah Saw yang menganjurkan memperbanyak sedekah/berinfaq. Tak sedikit pula yang menjelaskan betapa besar manfaat yang akan didapat oleh pelaku sedekah. Akan tetapi, di sisi lain secara terang-terangan Allah Swt pun mengingatkan untuk tidak bersikap berlebih-lebihan dalam bersedekah, seperti dengan jelas Allah Swt mengingatkan: "Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar," (QS. Al-Furqan: 67)

Rasulullah Saw pun mengajarkan umatnya bersikap moderat dalam melaksanakan ibadah. Tidak boleh berlebih-lebihan dalam beribadah sehingga melupakan kehidupan dunia. Rasulullah Saw pernah menegur sahabat Abdurrahman bin Amr bin Ash yang berlebihan dalam beribadah hingga mengabaikan istri dan keluarganya. Kala itu Abdurrahman menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menjalankan ibadah seperti salat, zikir ataupun puasa. Beliau hampir tidak beristirahat apalagi bercampur dengan istrinya. Keadaan ini diadukan oleh istri Abdurrahman kepada Rasulullah Saw dan kemudian Rasulullah Saw pun memanggil Abdurrahman dan menasehatinya untuk bersikap moderat dalam beribadah, tidak boleh berlebih-lebihan dalam menjalankan ibadah.  

Ajaran Islam tentang moderasi dalam beribadah yang termaktub dalam al-Qur'an dan hadits tersebut mengimplikasikan prinsip keadilan dan keseimbangan dalam beragama. Kedua prinsip ini menurut Mohammad Hashim Kamali (2015) adalah esensi dari ajaran Islam yang mengedepankan sikap wasathiyah atau moderat dalam menjalankan ajaran agama. Dalam memandang dan memahami suatu ajaran agama, seseorang harus memiliki kedua prinsip ini, yakni tidak ekstrem melainkan harus mencari titik temu sehingga akan terhindar dari rasa bangga diri terhadap pemahaman yang dimilikinya. Jauh dari pemikiran paling merasa benar dan mudah menyalahkan orang atau kelompok yang berbeda faham dengan dirinya. Kementerian Agama RI (2019) menegaskan bahwa nilai adil dan berimbang akan lebih mudah terbentuk jika seseorang memiliki tiga karakter utama dalam dirinya yakni kebijaksanaan, ketulusan, dan keberanian. Dengan kata lain, moderasi beragama akan dapat terwujud manakala:

  • Memiliki pengetahuan agama yang memadai sehingga dapat bersikap bijak dalam menghadapi perbedaan.
  • Memiliki kemampuan pengendalian diri yang kuat dan tahan terhadap aneka godaan sehingga dapat bersikap tulus tanpa beban.
  • Tidak egois dengan pemahamannya sendiri tentang kebenaran sehingga berani mengakui pemahaman tentang kebenaran orang/kelompok lain, serta memiliki keberanian menyampaikan pendapatnya berdasarkan ilmu.

Jika sikap moderasi dalam beribadah ini sudah tertanam dalam diri setiap Muslim, maka ukhuwah Islamiyah atau kerukunan sesama umat Muslim pun akan semakin kuat, dan dampak yang lebih besar adalah terciptanya kerukunan antar umat beragama. Dengan demikian akan terkikislah sikap intoleransi terhadap kelompok yang berbeda faham atau bahkan berbeda agama sekalipun. Dengan pemahaman yang baik terhadapn moderasi beragama akan meminimalisir bahkan menangkal perilaku yang ekstrem, radikal, fanatik, intoleran dan diskriminatif. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa akhir-akhir ini banyak sekali konflik sosial berlatarbelakang agama yang muncul di Indonesia.

Konflik-konflik seperti ujaran kebencian, penistaan agama, perusakan rumah ibadah serta saling menyalahkan dan mendiskreditkan satu sama lain seakan menjamur subur di bumi nusantara. Tak ayal konflik-konflik tersebut semakin memperuncing sentimen beragama antar dan intern umat beragama di Indonesia. Betapa tak terelakkan akibat yang timbul dari fenomena ini adalah kerukunan dan kekeluargaan menjadi renggang dan terkotak-kotak menurut agama dan faham masing-masing. Dari itulah, maka penulis berpendapat bahwa penanaman nilai-nilai moderasi beragama sangat urgen dilakukan sejak dini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun