Pembukaan
Tatkala fajar mulai merekah di ufuk timur, gema suara adzan menggema, memanggil insan yang masih tenggelam dalam lelap malam. Perlahan, sinar mentari yang malu-malu merayap naik, mencari celah di antara awan yang lembut dan dedaunan yang masih basah oleh embun. Cahaya itu, utusan Sang Khalik, hadir untuk menjalankan titah-Nya, menerangi dunia yang dengan setia menunggu hadirnya kehangatan pagi, mengusir sisa-sisa gelap malam, dan memberikan kehidupan baru pada setiap makhluk.
Pada saat itu, manusia perlahan bergerak, menyibakkan selimut dan bangkit dari peraduan. Di tengah embun pagi yang masih setia menemani, seorang Muslim memulai harinya dengan rasa syukur yang mendalam. Lirih, namun penuh makna, ia mengucapkan, "Alhamdulillaah al-ladzii ahyaanaa ba'da maa amaatanaa wa ilaihi an-nusyuur", segala puji bagi Allah yang telah membangkitkan kami setelah kami terlelap dalam tidur, dan kepada-Nyalah kami akan kembali. Ucapan ini bukan sekadar kata, melainkan sebuah pengakuan akan rahmat dan kuasa-Nya yang tiada banding, mengawali hari dengan ketundukan dan harapan dalam kehadiran-Nya.
Memulai hari dengan memuji Allah adalah sebuah langkah yang mulia, mengawali pagi dengan kesadaran bahwa hanya Dia yang berhak menerima segala pujian. Ucapan syukur ini menjadi ungkapan terima kasih atas anugerah-Nya yang tiada tara, mengizinkan kita bangkit kembali setelah malam berlalu, sebuah simulasi kematian yang mengingatkan betapa rapuhnya hidup ini. Jika Allah berkehendak lain, mungkin kita tak lagi dapat membuka mata untuk melihat dunia, bertemu sanak keluarga, atau menatap istri tercinta. Oleh karena itu, wajar dan sepantasnya kita memulai hari dengan hati penuh syukur kepada Allah, Rabb Yang Maha Pengampun, sebagai tanda pengakuan atas rahmat-Nya yang tak terhingga.
Mari kita renungkan setiap kalimat yang tersusun dalam doa bangun tidur tersebut. Setiap kata memiliki makna yang dalam, menggambarkan rasa syukur, pengakuan atas kekuasaan Allah, dan kesadaran akan hubungan kita dengan-Nya. Kalimat demi kalimat dalam doa ini seakan mengajarkan kita untuk tidak pernah melupakan Sang Pencipta, yang telah membangunkan kita dari tidur (sebuah keadaan yang menyerupai kematian) dan memberi kita kesempatan baru untuk menjalani hidup dalam ridha-Nya.
Alhamdu Lillaah,
Kalimat pertama yang diucapkan, segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam, yang Maha Sempurna dalam segala sifat-Nya. Sebagai hamba-Nya, kita tidak layak memuji diri sendiri, karena semua yang kita miliki hanyalah titipan dari-Nya. Jadikanlah hati dan lisan kita penuh dengan pujian kepada Yang Maha Terpuji, karena hanya Dia yang pantas menerima segala sanjungan.Â
Berusahalah dengan sungguh-sungguh untuk meraih keridhaan-Nya, meskipun dunia mungkin tidak menyukai kita. Sebab, lebih baik mendapat "like" dari Allah daripada berusaha menyenangkan hati makhluk yang tak abadi. Puncak kebahagiaan yang sejati adalah ridha Allah, jadi terus berikhtiar dan berserah diri.
Al ladzii Ahyaanaa,
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menghidupkan kita kembali pagi ini, setelah melalui simulasi kematian tadi malam dalam tidur. Sebuah nikmat yang seringkali terlupa, namun begitu besar nilainya. Untuk itu, marilah kita terus mensyukuri nikmat kehidupan yang telah Allah karuniakan kepada kita.Â
Kehidupan ini adalah anugerah dan kesempatan yang tiada tara. Saat kita merasa seolah kehilangan segalanya, sadarkan diri kita bahwa kehidupan itu sendiri adalah harta paling berharga. Betapa banyak orang yang telah meninggal dunia, menjerit memohon agar dihidupkan kembali, meski hanya sesaat.Â
Jika permohonan mereka dikabulkan, mereka hanya ingin menghidupkan kembali dua amal yang sering diabaikan oleh kita yang masih hidup: menjadi ahli zakat, infak, dan sedekah, serta bergabung dalam komunitas orang-orang bertakwa untuk memperbanyak amal kebajikan. Maka, jangan sia-siakan kesempatan hidup ini. Jadikan setiap detik berarti untuk mendekatkan diri kepada Allah dan berbuat kebaikan.
Ba'da Maa Amaatanaa, Â
Setelah tadi malam kita dimatikan oleh Allah dalam tidur, kini kita kembali dihidupkan oleh-Nya untuk melanjutkan perjalanan di dunia. Tidur sejatinya adalah simulasi kematian, sebuah mati kecil yang mengingatkan kita akan hakikat fana kehidupan.Â
Betapa banyak kemiripan antara orang yang tidur dan orang yang mati: tubuh yang terdiam, dunia yang terlepas, dan jiwa yang seolah berkelana. Semua itu adalah tanda kebesaran Allah, pelajaran bagi kita agar senantiasa bersiap menghadapi kematian yang sebenarnya.Â
Selamat merenungi dan menemukan kemiripan-kemiripan tersebut. Semoga kesadaran ini mengantarkan kita untuk lebih mendekat kepada Sang Pemilik kehidupan dan kematian.
Hakikat Kehidupan
Hati kembali tenang, jiwa pun kembali tenteram, saat kita menyadari hakikat kehidupan ini. Kehidupan yang sedang kita jalani sekarang bukanlah hidup yang sejati. Semua ini hanyalah perjalanan sementara di mana kita diuji dan dilatih untuk menghadapi kehidupan yang sebenarnya.
Kehidupan yang hakiki, yang kekal abadi dan tak akan pernah berakhir, adalah kehidupan di akhirat nanti. Itulah negeri yang sesungguhnya, tempat kebahagiaan tak berbatas bagi yang beriman, atau sebaliknya, tempat penuh penyesalan bagi yang menyia-nyiakan waktunya di dunia.Â
Sungguh, negeri akhirat jauh lebih baik dan lebih mulia dibandingkan kehidupan yang sekarang. Maka, marilah kita menjadikan dunia ini sebagai ladang amal, agar kelak kita memperoleh kehidupan abadi yang penuh kedamaian di sisi-Nya.
Rekayasa Allah yang Akan Berlaku
Tak perlu lagi risau ketika segala orientasi duniawi belum membuahkan hasil. Sebab, kita yakin bahwa hidup yang kita jalani saat ini adalah ibadah semata-mata untuk Allah. Seluruh bakti diri ini hanya tertuju kepada-Nya.Â
Hidup bukanlah soal hasil semata, melainkan tentang kesungguhan dan keikhlasan dalam mencintai dan menjalani prosesnya. Proses untuk terus-menerus berada di jalan takwa, meski penuh dengan liku dan tantangan.Â
Kita boleh saja merencanakan, namun ingatlah bahwa Allah, Sang Pencipta kita, memiliki hak-Nya atas segala perencanaan. Dan rencana-Nya lah yang akan terjadi, bukan rencana kita. Jika ada sebagian dari mimpi-mimpi kita yang terlaksana, itu bukan karena kehebatan kita, melainkan karena Allah yang menjadikan kita hebat.Â
Jika kemudian ada rencana hidup yang sukses, itu bukan karena kita luar biasa, melainkan karena rencana kita kebetulan selaras dengan kehendak-Nya. Maka, kembalikanlah segala puji dan syukur kepada Allah, Sang Pengatur segalanya. Tetaplah berusaha dan berserah, karena rencana-Nya adalah yang terbaik.
Wa Ilaihin An Nusyuur
Kita hanyalah tukang parkir yang diberi amanah menjaga titipan-Nya. Segala yang kita miliki bukan benar-benar milik kita, melainkan milik Sang Pemilik sejati, Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kelak, Dia akan mengambil kembali apa yang menjadi milik-Nya, tanpa terkecuali.Â
Sebagaimana firman-Nya: Lillaahi Maa Fie As Samawaati, Wa Maa Fie Al Ardh, milik Allah-lah apa yang ada di langit dan di bumi, termasuk nyawa kita sekalipun. Maka, ikhlaskanlah setiap titipan yang diambil kembali. Nikmati, jalani, dan syukuri. Tetaplah sabar, bersyukur, dan bertawakkal kepada-Nya.Â
Ingatlah, dunia ini bukan tempat terakhir kita. Di sini hanyalah terminal transit sementara, sebuah rest area, sebuah pelabuhan sementara. Fokuskanlah hati dan langkah kita pada titik capaian perjalanan sejati, akhirat.Â
Penutup
Tujuan perjalanan telah begitu jelas: bertemu Allah di tempat yang penuh kenikmatan abadi. Nikmatilah alur perjalanan ini, meskipun jalannya terjal, penuh lubang, dan kadang mendaki. Berhati-hatilah selama perjalanan, tetaplah berpegang pada petunjuk-Nya, dan jadikan setiap langkah sebagai bekal menuju tujuan yang sesungguhnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI