Mohon tunggu...
Asep Saepul Adha
Asep Saepul Adha Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

Senang membaca dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Syukur Kita Bisa Bernafas

14 Agustus 2024   04:00 Diperbarui: 14 Agustus 2024   04:13 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita hidup di dunia ini menikmati fasilitas gratis yang diberikan oleh Allah SWT. Udara yang kita hirup setiap hari, setiap detik, adalah anugerah yang tak ternilai, disediakan cuma-cuma oleh Sang Pencipta. Kita bisa bernafas, menghirup dan menghembuskan udara dengan leluasa, tanpa pernah dipungut biaya. Namun, pernahkah kita berhenti sejenak dan berpikir, bagaimana jika Allah SWT menagih kita untuk setiap hembusan nafas yang kita ambil? Pernahkah kita benar-benar merenungkan betapa nikmatnya bisa bernafas dengan bebas?

Ironisnya, seringkali kita baru merasakan betapa berharganya nikmat ini ketika ia dicabut oleh Sang Pemilik. Ketika udara yang sebelumnya melimpah menjadi sulit dijangkau, ketika setiap tarikan nafas terasa berat dan sulit, barulah kita menyadari betapa besar karunia yang selama ini telah diberikan kepada kita.

 Jangan sampai kita menunggu kehilangan untuk bisa mensyukuri apa yang sebenarnya telah kita nikmati sepanjang waktu. Mari kita belajar untuk selalu bersyukur atas setiap hembusan nafas, setiap detik kehidupan yang masih kita miliki, karena semuanya adalah nikmat dari Allah SWT yang tak ternilai harganya.

Tulisan ini terinspirasi dari video yang diunggah netizen di Facebook dengan link sebagai berikut 

 https://www.facebook.com/reel/799840615292096?mibextid=rpYtZJ0wVrwH2Glu 

Tentang betapa berharganya kita bisa bernafas.

Bayangkan, seperti video di atas, hanya dalam 30 menit mengalami sesak napas, kita harus merogoh kocek sebesar 5 juta rupiah untuk mendapatkan bantuan medis. Itu berarti, dalam satu jam, kita harus mengeluarkan uang sebesar 10 juta rupiah. Jika sehari penuh kita tidak bisa bernapas dengan lega, kita harus menghabiskan 240 juta rupiah.

Sekarang, coba bayangkan berapa banyak biaya yang harus kita keluarkan jika kita sudah hidup selama 75 tahun, bernafas tanpa henti setiap hari. Jika satu hari biaya bernafas adalah 240 juta rupiah, maka dalam setahun biayanya mencapai 87,6 miliar rupiah. Setelah 75 tahun, total biaya yang seharusnya kita bayar untuk setiap tarikan nafas mencapai angka fantastis, yaitu 6,57 triliun rupiah.

Namun, Allah SWT telah memberikan kita kehidupan dan udara untuk bernapas secara gratis selama ini, tanpa pernah meminta bayaran sepeser pun. Setiap hari kita menikmati karunia ini, seringkali tanpa menyadarinya atau bersyukur. Jika Allah menagih kita untuk setiap detik yang kita habiskan untuk bernapas, berapa yang bisa kita bayar? Sudah saatnya kita merenungkan betapa besar nikmat yang telah kita terima dan betapa pentingnya rasa syukur dalam setiap tarikan nafas yang masih kita miliki.

Betapa pentingnya bersyukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berulang kali mengingatkan kita dengan kalimat, "Fabiayyi aalaa-i robikumaa tukadzdzibaan" -- "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?" Kalimat ini diulang sebanyak 31 kali dalam satu surah, Surah Ar-Rahman. 

Pengulangan ini bukanlah tanpa alasan, ia adalah seruan yang penuh makna, mengajak kita untuk merenungkan setiap nikmat yang telah kita terima dan mengajarkan kita pentingnya bersyukur. Dari udara yang kita hirup, kesehatan yang kita nikmati, hingga rezeki yang kita terima, semua itu adalah bentuk kasih sayang Allah yang tak terhitung jumlahnya. 

Dengan mengingat dan mensyukuri setiap nikmat ini, kita tidak hanya memenuhi perintah-Nya, tetapi juga memperkuat ikatan kita dengan Sang Pencipta. Mari kita renungkan, betapa besar nikmat yang telah Allah berikan, dan jangan sampai kita menjadi hamba yang lalai dalam bersyukur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun