Mohon tunggu...
Asep R Sundapura
Asep R Sundapura Mohon Tunggu... Relawan - Blogger & Culturalpreneur

Penulis di Blog : Sundapura.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pawai Obor, Bubur Sura dan Taliban Nusantara

8 Agustus 2021   14:19 Diperbarui: 8 Agustus 2021   14:39 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jika tradisi Pawai Obor beruntung masih eksis, maka tradisi Ngabubur Sura sudah banyak ditinggalkan. 

Tradisi Ngabubur Sura

Sudah ratusan tahun Bubur Sura menjadi variasi warna dari bertemunya budaya lokal dan Islam.  Masyarakat Jawa khususnya, menghadirkan bubur sura atau bubur suro pada malam menjelang datangnya 1 Sura. 

Satu Sura adalah hari pertama dalam kalender Jawa yakni bulan Sura atau Suro. Satu Suro ini bertepatan pula dengan tanggal 1 Muharram dalam kalender Hijriyah atau Tahun Baru Islam. Dalam konsep Jawa, hari esok dianggap datang setelah lewat pukul empat petang. Oleh sebab itu bubur suro disajikan pada malam menjelang datangnya 1 Suro. 

Di  wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, tradisi bubur sura masih banyak dilaksanakan. Tapi kalau kita bergeser ke Jawa Barat, tradisi tersebut sudah jarang. Berkurangnya pelaksanaan tradisi bubur sura di Jawa Barat bukan hal biasa. Sedikit banyak hal itu dipengaruhi oleh perkembangan tingkat kesadaran ke Islaman Orang Sunda yang konon, cukup kuat. Atau disisi lain, akar keterikatan mereka terhadap budaya lokal tidak lagi sedalam saudara-saudara mereka di bagian tengah dan timur. 

Berbeda dengan Pawai Obor yang dengan suka cita dilaksanakan dengan hati lapang, maka tradisi Bubur Sura sepertinya terkesan menghadirkan konflik psikologis bagi sebagian masyarakat Jawa Barat. Mereka menilai, tradisi bubur sura terlampau kental cita rasa leluhurnya. Itu sebabnya tradisi itu jarang dilaksanakan lagi saat tiba Tahun Baru Islam. 

Subur dan keringnya pelaksanaan tradisi menyambut Tahun Baru Islam berdasarkan tinjauan geografis, dari sisi insight marketing sebetulnya mengungkap sebuah niche market bagi Taliban Nusantara untuk menabur benih ideologinya. 

Kita melihat bahwa memudarnya tradisi budaya lokal tidak hanya karena perkembangan jaman dan teknologi, tapi juga adanya pergeseran pemahaman keagamaan yang lebih tekstual. 

Pergeseran pemahaman keagamaan tekstual tersebut, jika terjadi dalam skala massif di tingkat kebijakan, mungkin bukan hanya akan menenggelamkan tradisi budaya lokal. Tapi juga memudarkan Pelangi Indah masa depan sebuah bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun