Mohon tunggu...
Asep R Sundapura
Asep R Sundapura Mohon Tunggu... Relawan - Blogger & Culturalpreneur

Penulis di Blog : Sundapura.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Avengers Nusantara

12 Juni 2020   15:23 Diperbarui: 12 Juni 2020   15:29 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mari tengok sikit kita punya memori : Tahun 80-90an, pada saat era kedigdayaan misbar puas sudah kita nonton film-film buatan anak negeri, diantaranya yang cukup ramai di kelas film silat adalah Saur Sepuh dan Mandala Putra Ular. Akrab nian tentunya kita menyaksikan bagaimana Brama Kumbara, Satria Madangkara murid Panembahan Astrajingga itu dengan aji-ajinya yg keren seperti Serat Jiwa dan Lampah-Lumpuh, meladeni Aji Gelang-Gelang Lugina dan Kijara, sepasang murid andalan Panembahan Pasopati yang legend abis. Pertarungannya yahud.

Abaikan dulu soal kesahihan sejarah kerajaan Madangkara sobat, terpanalah dikit saja kau punya mata pada bagaimana teknologi filem jadul itu merekonstruksi kesaktian ajian para pendekar tersebut.

Ajian2 kesaktian model Serat Jiwa, Lampah-Lumpuh, Gelang-Gelang ataupun sabetan Golok Setan Mantili dibuat sedemikian rupa berupa aliran2 listrik warna-warni yang lumayan futuristik untuk masanya.

Ajian Kidang Kancana Patih Gotawa dan Tapak Sancang Mantili juga bikin imaji kita kleyeng-kleyeng coba memahami bentuk kesaktian orang dulu yang bias jalan di atas air atau lari secepat kilat. Belum lagi elmu kebal tubuh, terbang di langit atau kemampuan menisbikan kepadatan molekul tubuh dalam bentuk ilmu menghilang-nya pendekar Kuntala.

Geser pada filem Mandala Putera Ular yang dilakoni aktor sejuta fans, Bery Prima, juga tak kalah bikin krenyit kita punya jidat, kawan. Masih ingat kah kau bagaimana Si Mandala mampu menembus tembok, menafikan hukum fisika tentang konfigurasi molekul dan dzat? Belum lagi soal ilmu terbang, melintasi waktu dan seabrek kesaktian para pendekar lainnya di filem-filem seperti Si Buta Dari Goa Hantu, Jaka Sembung ataupun Tutur Tinular. Wuah, kita pikir : hebat betul "teknologi" orang-orang jaman dulu. Buat otak kecil bocah-bocah jaman dulu, semua itu fakta men, konkret.

Saya kira, "Pameran Teknologi" ala para pendekar nusantara itu tidak bakal muncul lagi di Abad Android model ginian. Tapi saat iseng nonton The Avenger : Infinity War-nya Craig Barden, sontak kenangan Misbar saya terstimulus. Kita semua mufakat, The Avenger adalah pameran kehebatan hero-hero asing dengan kesaktiannya masing2 yg berbasis teknologi super canggih, meskipun disusupi juga dongeng-dongeng futuristik dan sedikit bumbu mitos buhun ala barat.

Well, well .... Agak pening saya nonton kemegahan The Avengers. Sihoreng, semua kesaktian yg dimiliki para pendekar barat itu sama saja toh dengan kita punya pendekar. Teknologi Rekayasa Dimensi ala Dokter Strange gak beda dengan ilmu lembut Si Mandala saat menerobos waktu dan ruang untuk mengejar lawannya yang bisa ngilang. Flash? Meski bukan termasuk The Avenger tapi speed-nya boleh lah diaduin dengan Kidang Kancananya Patih Gotawa suaminya Mantili.

Jangan pula kau kagum sama Banner yg bisa jadi manusia raksasa hijau bernama Hulk. Cobalah kau nonton Saur Sepuh efisode Pesanggrahan Keramat : Brama itu bisa jadi raksasa yg besarnya sepuluh kali lipet dari Si Ijo Tukang Ngambek itu, kawan. Dan soal parade kekuatan yg ditampilkan Thanos, Iron Man, Kapten Amerika dan hero lainnya dimana ledakan-ledakan energi keluar dari tangan, keluar cahaya dari mata atau pameran kebal tubuh dan power2 lainnya gak beda juga lah sama kesaktian-kesaktian Kijara, Lugina ataupun Lasmini di efisode Kembang Gunung Lawu.

Well, bagi pikiran milenial membandingkan pendekar2 jadul nusantara model Brama Kumbara dkk dengan The Avenger pasti bikin ngikik. Nih, orang belum minum obat apa pake ngebandingin Si Brama sama Iron Man yg hi-tech, keren dan futuristik abis? Yaps itu betul.

Holiwud jauh lebih mantap karena support teknologi dan insting entertainmen mereka jago kelas dewa sehingga bisa menciptakan film dengan konsep dan tampilan sue banget. Tapi bentar dulu. Bukan itu intinya. Yang bikin kita sedikit ngantuk nonton The Avengers ternyata orang kita sebetulnya jauh lebih futuristik dalam memahami kosmologi ruang, waktu dan keniscayaan ciptaan. Kesaktian2 ala Serat Jiwa, Kidang Kancana, Tapak Sancang ataupun Lembu Sakilan adalah model old dari kehebatan-kehebatan jaman now yang ditampilkan para Avengers. 

Menangnya, orang kita jauh lebih dulu tahu soal teknologi kaya gituan, Cuma bedanya kita ketinggalan jauh soal bagaimana menampilkan dan mengemas teknologi-teknologi tadi menjadi sesuatu yg mudah dipahami, enak dilihat dan terkesan logis.

Kalo Kita lihat pendekar Kidang Kancana yang bikin orang bisa lari secepat kilat barangkali kita langsung mikir tuh pendekar pasti lagi maen jin. Tapi saat lihat The Flash kita langsung manggut dan percaya pengolahan molekul tubuh dengan cara hi-tech yg rumit ternyata bisa membuat orang lari mirip kilat.

Semua yang datang dari barat pasti masuk akal, sedangkan yg sudah ada di tanah kita sendiri itu pasti absurd, aneh, gak mungkin pisan. Pikiran modern kita sudah sedemikian terjajah bahwa apapun yang datang dari kulon adalah kemajuan, futuristik dan harus diterima. Sedangkan yang datang dari khazanah lokal itu adalah sesuatu yang ketinggalan jaman, dan tak layak lagi ada di Era Kiwari.

Padahal, sebagaimana The Avengers, bisa jadi apa-apa yg dimunculkan Dunia Barat sejatinya semuanya sudah ada di negeri kita sendiri, hanya saja kita tak mampu mengemas dan mentransformasikan sesuatu yg jadul itu dalam selera dan logika Pasar Modern sehingga yang jadul dan tradisional itupun tersingkir.

Hal itu bukan hanya di masalah "teknologi kesaktian" tapi juga kesenian, arsitektur, falsafah hidup, ataupun produk-produk kreatif. Orang barat dengan capaian teknologi dan kebebasan kreasinya lebih mampu mengelola apapun itu menjadi lebih cantik, padahal bisa jadi bahan baku material tersebut kita sudah punya sejak lama sebagaimana Propaganda Misbar dg para pendekarnya.

Jadi sebagaimana ungkapan Sunda, bahwa yang disebut Buhun itu adalah Bahan: sesuatu yg dapat dibentuk dan tergantung pada kemampuan kita mau mengemas dan mentransformasikannya seperti apa. Gagal di kemasan, tersingkirlah kita punya potensi, kawan.

Beruntungnya, Nusantara tak kekurangan sedikitpun soal potensi khazanah lokal sebagai bahan (buhun) menyambut masa depan. Tinggal kita mengelola dan mengemasnya dengan smart. Jadi, banggalah dengan kearifan lokal yg kita punya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun