Mohon tunggu...
asep ramadhan
asep ramadhan Mohon Tunggu... profesional -

Belajar membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Money

Pansus Pelindo II Ungkap Indikasi Kerugian Negara Puluhan Triliun Rupiah dari Amandemen Konsesi JICT

15 Desember 2015   21:09 Diperbarui: 15 Desember 2015   21:14 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Begitu juga dengan analisis yang dilakukan Deutchse Bank, Pelindo II akan memperoleh manfaat Rp 2,36 Triliun. Tapi akan tetap muncul indikasi kerugian negara sebesar Rp 17.9 triliun jika perpanjangan kontrak JICT tetap dilakukan.

Menabrak UU Pelayaran No 17/2008

Sejumlah narasumber yang dipanggil Pansus Pelindo II baik dari Kejaksaan Agung maupun Kementerian Perhubungan tegas menyatakan amandemen konsesi JICT yang dilakukan Direksi Pelindo II melanggar UU Pelayaran No 17/2008. Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung menyatakan penggunaan legal opinion (pendapat hukum) sebagai dasar hukum amandemen konsesi JICT terindikasi sebagai bentuk penyelundupan hukum. Jamdatun menyatakan L/O yang dikeluarkannya sama sekali tidak dimaksudkan sebagai rekomendasi untuk dasar hukum amandemen konsesi.

Sedangkan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menyatakan perjanjian konsesi yang ditandatangani Pelindo II dengan Kementerian Perhubungan tanggal 11 November 2015 tidak bersifat retroaktif.  Kementerian Perhubungan sejak Freddy Numberi, EE Mangindaan hingga Ignasius Jonan menyurati Pelindo I, II, III dan IV yang berisi penegasan bahwa pelabuhan-pelabuhan tersebut harus mendapatkan ijin konsesi dari Kementerian Perhubungan sebagai regulator sebagaimana diatur dalam UU No 17/2008.

Temuan Pansus Pelindo II

Setelah beberapa kali bersidang selama satu bulan terakhir ini, Pansus Pelindo II berhasil mengungkap sejumlah fakta-fakta yang menguatkan terjadinya indikasi perampokan aset negara di Pelabuhan Tanjung Priok.

  1. Amandemen konsesi JICT berpotensi melanggar UU No 17/2008 tentang Pelayaran, Undang-Undang Keuangan Negara No 17/2003, serta UU Perbendaharaan Negara No 1/2004.
  2. Analisa yang dilakukan Deutchse Bank, FRI dan Bahana Sekuritas menyebutkan amandemen konsesi JICT berpotensi merugikan keuangan negara puluhan triliun rupiah. Dari perpanjangan konsesi JICT, negara (Pelindo II) memang akan memetik manfaat sebesar Rp 2,99 T, namun akan kehilangan potensi pendapatan negara puluhan triliun rupiah hingga tahun 2038.
  3. Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung tegas menolak Legal Opinion (pendapat hukum) yang dikeluarkannya dalam amandemen konsesi JICT dijadikan sebagai dasar hukum. Jamdatun menganggap penggunaan LO sebagai dasar hukum merupakan bentuk penyelundupan hukum.
  4. Kementerian Perhubungan menyatakan UU No 17/2008 tentang Pelayaran mengatur dengan jelas fungsi pemerintah (Otoritas Pelabuhan) sebagai regulator dan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) sebagai operator. Sesuai amanat undang-undang, regulator memberikan konsesi kepada pihak operator.  Penandatanganan amandemen konsesi yang dilakukan Pelindo II dengan HPH (tanggal 5 Agustus 2014) jauh dilakukan sebelum Kementerian Perhubungan memberikan konsesi kepada Pelindo II (11 November 2015).
  5. Ijin prinsip dengan syarat yang dikeluarkan Menteri BUMN Rini Soemarno tanggal 9 Juni 2015 dipertanyakan Pansus Pelindo II karena dalam peraturan perundang-undangan tidak dikenal nomenklatur tentang ijin prinsip tersebut.
  6. Ijin prinsip yang dikeluarkan Kementerian BUMN tanggal 9 Juni 2015 mencantumkan sejumlah syarat antara lain mematuhi surat Menteri Perhubungan tanggal 18 September 2014 tentang kewajiban mengajukan konsesi kepada Kementerian Perhubungan serta saham Pelindo II di JICT minimal 51%. Dokumen yang diperoleh Pansus Pelindo II menunjukan komposisi saham Pelindo II masih tetap sebesar 48,1% dan bukan 51% seperti yang dipersyaratkan Menteri BUMN. Dokumen tersebut dinotariatkan tanggal 7 Juli 2015 atau sebulan sesudah ijin prinsip Menteri BUMN dikeluarkan.
  7. Pansus Pelindo II juga menemukan fakta perubahan komposisi saham Pelindo II dan HPH di JICT yang disebut-sebut berdasarkan valuasi Deutchse Bank sesungguhnya hanya berangkat dari kesepakatan antara Pelindo II dan HPH. Komposisi tersebut sudah diatur terlebih dahulu sebelum Deutchse Bank melakukan valuasi.
  8. Dokumen Sirkular Direksi JICT tanggal 7 Juli 2015 jelas menyebutkan saham Pelindo II di JICT tidaklah 51% seperti yang selama ini disebut-sebut Pelindo II, melainkan masih tetap 48,1%. Hal ini bertentangan dengant Keppres 9/2014 yang menyebutkan saham PMA maksimal 49%.

Pembahasan tentang amandemen konsesi JICT yang dilakukan Pansus Pelindo II masih terus berlangsung. Fakta demi fakta bisa jadi akan terus mengemuka hingga Pansus menyelesaikan semua tugasnya satu bulan ke depan. Meski Pansus belum menuntaskan semua tugasnya, namun dengan fakta-fakta yang mengemuka tersebut, Kementerian BUMN seharusnya bersikap tegas terhadap Direksi Pelindo II. RJ Lino sebagai Dirut Pelindo II merupakan pihak yang paling bertanggung jawab dan sangat wajar dicopot dari jabatannya.

Semoga segenap anggota  Pansus Panitia Angket Pelindo II DPR RI diberikan kekuatan dalam melaksanakan amanat konstitusi mempertahankan aset negara untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Semua yang tengah dilakukan Pansus Pelindo II merupakan perjuangan untuk menegakan kembali konsitusi dan sebagai pintu masuk untuk dikembalikannya tata kelola BUMN sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun