Mohon tunggu...
asep ramadhan
asep ramadhan Mohon Tunggu... profesional -

Belajar membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Money

Wapres JK dan Sofyan Djalil Diduga Beking RJ Lino. Selain itu, Siapa Lagi?

11 September 2015   21:20 Diperbarui: 12 September 2015   07:36 4671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Guntingan berita Kompas Minggu (30/8) tentang permintaan Wapres JK agar kepolisian berhati-hati menangani perkara dugaan korupsi pengadaan mobile crane di PT Pelindo II. Sepekan setelah penggeledahan, Jumat (4/9) Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Budi Waseso dicopot dari jabatannya."][/caption]

Cara Dirut Pelindo II RJ Lino menghargai para 'koleganya' luar biasa. Setelah tidak jadi menteri, Sofyan Djalil dijadikan komisaris di anak usaha Pelindo II, PT Pengembang Pelabuhan Indonesia (PPI). Setelah terpilih menjadi menteri lagi di Kabinet Jokowi JK, posisi Sofyan Djalil di PPI kemudian diganti Moch Imron Zubaidy yang sebelumnya komisaris di Rukindo, anak usaha Pelindo II.

Sebelum masuk lingkungan Pelindo II, Moch Imron Zubaidy pernah berkarir di PT Bukaka Teknik Utama. Di perusahaan milik keluarga Wapres Jusuf Kalla ini, Moch Imron Zubaidy pernah menjabat sebagai Direktur Operasional. Belakangan publik mengetahui jika sekarang ini mayoritas saham PT Bukaka Teknik Utama adalah PT Armadeus Aqcuisitions (46,6%), perusahaan yang sahamnya dimiliki putra-putri RJ Lino. Mohd Ezra Effendi yang merupakan menantu RJ Lino adalah Managing Director Armadeus Aqcuisitions.

Selain menempatkan bekas petinggi Bukaka Teknik Utama di posisi komisaris, RJ Lino juga menempatkan sejumlah nama lainnya di posisi komisaris pada anak usaha Pelindo II yang lain.

Dua orang narasumber yang tampil di acara Indonesia Lawyer Club (ILC), TV One, Rabu (9/9) yakni Sabri Saiman dan Toto Dirgantoro dan terang-terangan membela RJ Lino dalam pengadaan 10 unit mobile crane adalah Komisaris Utama, masing-masing di PT Pelabuhan Tanjung Priok (PTP) dan PT Multi Terminal Indonesia (MTI). PT PTP dan PT MTI, keduanya anak usaha Pelindo II.

Pernyataan apapun yang diberikan kedua narasumber dalam acara ILC baik sebagai pengamat maritim maupun ketua organisasi (katanya) pemilik barang, tetaplah bias karena posisi sebagai komisaris tersebut.

Beberapa waktu sebelumnya, RJ Lino juga dikabarkan pernah 'mempekerjakan' Staf khusus Presiden SBY, Andi Arief, sebagai staf komunikasi publik. Sempat ramai di media sosial karena nota dinas Sekper saat itu bocor ke wartawan mengenai dasar hukum pengangkatan staf komunasi publik serta besaran gaji yang diterima sang staf.

Pada saat yang bersamaan, RJ Lino juga dikabarkan menggaji Faried Haryanto, staf Wapres Boediono yang diangkatnya sebagai salah satu staf Dirut Pelindo II. Begitu juga staf Wapres Boediono yang lain, Mokh Ikhsan diangkat sebagai komisaris JICT. Dua orang aktivis 98 juga disebut-sebut kebagian jatah menjadi komisaris di terminal petikemas terbesar di Indonesia tersebut.

Melalui Rumah Perubahan, Prof Rhenald Kasali juga disebut-sebut mendapat proyek-proyek pelatihan SDM dari Pelindo II. Mungkin karena faktor 'klien' sang profesor dalam analisanya di Kompascom (23/12/2013) begitu galak ketika mengomentari resign massal 33 orang Pelindo II yang sebenarnya berangkat dari krisis kepercayaan terhadap RJ Lino. Prof Rhenald Kasali menuding pegawai yang resign massal tidak siap dengan perubahan.

Setelah Bareskrim Mabes Polri menetapkan Direktur Teknik Pelindo II sebagai tersangka kasus pengadaan mobile crane, selayaknya sang profesor meralat tulisannya tersebut, lalu meminta maaf secara terbuka kepada 33 orang yang dipecat RJ Lino. Karena jelas, tidak ada keinginan dari 33 orang itu resign massal, melainkan hanya meletakan jabatan. Itu diatur dalam Keputusan Direksi Pelindo II bulan Maret 2005 bahwa meletakan jabatan berarti mengembalikan mandat kepada atasan. Respon Lino justru represif dengan melakukan pemecatan.

Prof Rhenald Kasali menganggap resign massal pegawai Pelindo II karena tidak sanggup mengikuti perubahan. Prof Rhenald Kasali kurang jeli alasan peletakan jabatan itu sebagai bentuk protes atas pengelolaan perusahaan yang diduga bertentangan dengan prinsip GCG, salah satunya pembelian 10 unit mobile crane tersebut. Penetapan tersangka yang dilakukan Bareskrim Maabes Polri pada akhirnya akan membuka fakta kalau 33 orang yang meletakan jabatan saat itu memang berjuang untuk menyelalamtkan perusahaan, bukan karena factor ketidakmauan ikut perubahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun