Mohon tunggu...
asep ramadhan
asep ramadhan Mohon Tunggu... profesional -

Belajar membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Money

Menelisik Dugaan Korupsi Pelindo II: Mentok di KPK, Terungkap di Kepolisian Negara

5 September 2015   15:49 Diperbarui: 5 September 2015   20:25 2503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dirut Pelindo II RJ Lino memprotes penggeledahan ruang kerjanya oleh Tim Bareskrim Mabes Polri yang dipimpin Komjen Budi Waseso. RJ Lio sempat menelepon sejumlah pejabat negara seperti Menkopolhukam Luhut Pandjaitan dan Menteri BUMN Rini Soemarno. Menteri PPN/Bappenas, Sofyan Djalil menelepon RJ Lino terkait penggeledahan tersebut."][/caption]

Drama penggeledahan ruang kerja Dirut Pelindo II, RJ Lino, Jumat pekan lalu berakhir dengan pencopotan Komjen Budi Waseso sebagai Kabareskrim. Istana dikabarkan tidak suka cara Buwas melakukan penggeledahan tersebut. Rumor tentang pencopotan Buwas sudah beredar beberapa hari pasca penggeledahan ruang kerja Dirut Pelindo II.

Hingga kemudian Jumat (4/9) muncul pernyataan Kapolri tentang mutasi sejumlah perwira tinggi, termasuk di antaranya Komjen Buwas yang digeser menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), sedangkan posisi Kabareskrim ditempati Komjen Anang Iskandar yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala BNN.

Lantas bagaimana kelanjutan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat serta kasus-kasus lainnya di Pelindo II? Kabareskrim yang baru, Komjen Anang Iskandar, menjamin akan tetap melanjutkan penyidikan dugaan berbagai kasus korupsi di pelabuhan terbesar di Indonesia tersebut.

Apalagi Komjen Budi Waseso pernah menegaskan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat tersebut merupakan pintu masuk untuk mengungkap kasus lainnya yang bernilai triliunan rupiah. Hingga saat ini polisi baru menetapkan Direktur Teknik Pelindo II, FN, sebagai tersangka kasus tersebut.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus), Brigjend Victor Edi Simanjuntak menegaskan besar kemungkinan tersangka lebih dari satu orang. Menurutnya, penyidik sudah mengantongi bukti-bukti kuat menyeret tersangka lainnya dalam kasus tersebut. Apakah Dirut Pelindo II, RJ Lino, termasuk sosok yang akan ditetapkan sebagai tersangka? Kita tunggu saja.

Yang jelas, pencopotan Buwas sebagai Kabareskrim sempat memunculkan rasa pesimis publik akan penuntasan kasus-kasus dugaan korupsi di Pelindo II. Rasa pesimis tersebut sangat wajar mengingat menurut informasi sejumlah sumber kasus tersebut pernah dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun entah kenapa, meski saksi-saksi sudah dipanggil, tidak ada kelanjutan cerita penanganannya.

Sinyalemen pun muncul. Keengganan KPK menindaklanjuti kasus tersebut karena salah satu orang yang diduga kuat menjadi tersangka adalah adik kandung salah satu pimpinan KPK. Sang adik pimpinan KPK tersebut saat ini menjabat sebagai direktur salah satu anak perusahaan Pelindo II. Benarkah sinyalemen itu? Faktanya yang mengungkap adanya dugaan korupsi di Pelindo II adalah Bareksrim Mabes Polri, institusi kepolisian negara, bukan KPK.

Mentoknya kasus penanganan dugaan korupsi juga konon karena adanya aroma ‘pembungkaman’ lembaga-lembaga negara seperti BPKP dan KPK terjadi di Pelindo II, yakni sejumlah tenaga dari dua lembaga tersebut yang dipekerjakan di Pelindo II.

Atau mungkinkah keengganan KPK mengusut kasus tersebut karena adanya tekanan dari pihak-pihak tertentu seperti yang diduga banyak orang belakangan ini terkait pencopotan Buwas sebagai Kabareskrim? Semua dugaan itu sah-sah saja dikemukakan.

Komjen Budi Waseso sendiri mengakui ketika melakukan penggeledahan ruang kerja Dirut Pelindo II sempat ditelepon Wapres Jusuf Kalla. Dalam telepon tersebut, Wapres mengigatkan agar berhati-hati dalam menyelidiki kasus tersebut karena pengadaan alat merupakan aksi korporasi yang tidak termasuk ranah pidana.

Namun demikian, Bareskrim Polri meyakini kasus tersebut tetap masuk dalam ranah pidana karena sudah terbukti adanya unsur kerugian negara. Di samping itu, mangkraknya alat-alat bongkar muat yang sudah dibeli namun tidak digunakan sejak tahun 2013 karena memang 8 cabang pelabuhan yang disebut-sebut membutuhkan mobile crane tersebut diduga tidak membutuhkannya. Ironisnya lagi, 10 mobil crane yang semestinya dikirim  ke 8 pelabuhan, namun hanya didrop Guangxi Narishi Century Equipment Co. Ltd sebagai vendor di Pelabuhan Tanjung Priok. Adanya addendum perubahan peruntukan ke Pelabuhan Tanjung Priok diduga hanya mengada-ada sebagai justifikasi keberatan vendor mengirim mobile crane ke 8 cabang pelabuhan sebagaimana tertuang dalam kontrak induk. Pertanyaannya, kenapa Pelindo II tidak bisa memaksa atau terkesan lemah di mata vendor sehingga alat mangkrak di Pelabuhan Tanjung Priok?

Dalam hal ini, setidaknya terdapat dua hal yang menyebabkan mobile crane tersebut mangkrak di Pelabuhan Tanjung Priok. Pertama, ke-8 cabang pelabuhan diduga memang tidak membutuhkan dan dari awal tidak mengusulkan alat tersebut dalam usulan investasi. Spesifikasi mobile crane tersebut tidak cocok untuk kegiatan pelabuhan. Kedua, Pelabuhan Tanjung Priok sebagai tempat alat tersebut didrop tidak membutuhkan alat tersebut sehingga mobile crane nongkrong di Pelabuhan Tanjung Priok sejak tiba hingga saat ini. 

Bareskrim sendiri menyebutkan dari sisi harga pembelian lebih mahal dari spesifikasi alat yang semestinya.

Sempat memunculkan pro dan kontra hingga Bareskrim menetapkan Direktur Teknik FN sebagai tersangka, pada saat yang hampir bersamaan istana mengeluarkan Keppres pengangkatan Komjen Buwas sebagai Kepala BNN, yang berarti mencopot jabatannya sebagai Kabareskrim.

Tak pelak, pencopotan Komjen Buwas menimbulkan berbagai tanggapan miring dari masyarakat. Sejumlah akun media sosial yang selama ini menyoroti dugaan korupsi di Pelindo II langsung mengaitkannya dengan cerita perkongsian bisnis antara Wapres Jusuf Kalla dan Dirut Pelindo II RJ Lino.

Seperti diketahui, sejak tiga tahun silam Armadeus Aqcuisitions, kelompok usaha yang sahamnya dimiliki putra-putri RJ Lino, membeli 46,6% saham PT Bukaka Teknik Utama, perusahaan yang didirikan keluarga Wapres JK. 

Sejauh mana hubungan antara kongsi bisnis tersebut dengan kepentingan-kepentingan para pihak di pelabuhan-pelabuhan yang dikelola RJ Lino, perlu pembuktian lebih lanjut. Yang jelas, sebelum menjadi Dirut Pelindo II, RJ Lino adalah Project Director Pelabuhan AKR Guangxi China.

Sejumlah rumor di media sosial menyebutkan hingga kini AKR berperan penting baik dalam memasok BBM di pelabuhan maupun pengadaan alat-alat bongkar muat yang belakangan diketahui bermasalah. Konon jabatan Project Director yang disandang RJ Lino saat di Pelabuhan AKR Guangxi China tersebut atas rekomendasi Ahmad Kalla, teman satu almamater RJ Lino ketika kuliah di Bandung.

Perusahaan AKR ini pula yang disebut-sebut banyak membantu Bukaka Teknik Utama menalangi kewajiban kepada para investor ketika perusahaan tersebut delisting dari bursa saham tahun 2006. Ketika tahun 2008, Kementerian BUMN merencanakan pergantian direksi di sejumlah BUMN, RJ Lino direkomenasikan menjadi Dirut. Menteri BUMN saat itu adalah Sofyan Djalil yang belakangan ketika tidak lagi menjabat sebagai menteri, ditunjuk Pelindo II menjadi Komisaris PT Pengembang Pelabuhan Indonesia (PPI), anak perusahaan Pelindo II.

Menanggapi carut-marut pasca pencopotan Buwas yang diduga karena melakukan penggeledahan Pelindo II, DPR pun bereaksi dan  langsung berinisiatif membentuk Pansus Pelindo II yang disebut-sebut akan melibatkan Komisi III, Komisi V, Komisi VI serta Komisi XI.

Usut Privatisasi

Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (SP JICT) yang sudah setahun terakhir ini berseteru dengan Dirut Pelindo II RJ Lino termasuk yang menyayangkan pencopotan Komjen Buwas sebagai Kabareksrim.

Meski demikian, Ketua Umum SP JICT Nova Hakim tetap optimis Kabareskrim yang baru, Komjen Anang Iskandar, melanjutkan penuntasan dugaan kasus-kasus korupsi di Pelindo II.

Menurut Nova, aduan Dirut Pelindo II RJ Lino kepada Menteri dan Presiden yang kemudian dijawab dengan pencopotan Buwas bisa menimbulkan skeptisme penegakan hukum hanya karena Lino merasa terusik dan gerah kantornya digeledah. Bahwa membangun iklim investasi dan menjaga iklim kondusif memang perlu namun seharusnya tidak mengalahkan penegakan hukum.

SPJICT sempat mengkhawatirkan penggantian Buwas berdampak terhadap penyidikan kasus-kasus korupsi dan pencucian uang di Pelindo II terancam mandek. Jika itu terjadi, sangat mungkin kekuatan mafia kembali bekerja menghancurkan sendi-sendi fundamental negara RI termasuk pelabuhan sebagai gerbang ekonomi bangsa.  

"Penggeledahan Pelindo II bisa menjadi pintu masuk untuk mengungkap perpanjangan konsesi asing di JICT yang cacat hukum dan merugikan negara. Kedaulatan negara sesungguhnya telah dikorbankan demi ambisi Dirut Pelindo II menjual aset bangsa yang sangat mampu dikelola mandiri," ungkap Nova Hakim seperti dikutip dalam siaran persnya, Jumat (4/9) lalu.

Karena itu SPJICT mendesak pemerintah untuk tetap membatalkan perpanjangan konsesi tersebut yang diduga berpotensi merugikan keuangan negara puluhan triliun rupiah hingga berakhirnya masa konsesi tahun 2039. Potensi kerugian negara tersebut berangkat dari pendapatan JICT setiap tahun yang rata-rata sebesar US $160 juta dollar. Dengan setoran modal Hutchison Port Holdings (HPH) hanya US $215 juta dan imbal saham 49%, investasi tersebut jauh lebih rendah dari privatisasi JICT tahun 1999 sebesar US $243 juta dollar. Adalah mengherankan jika nilai perusahaan yang sangat menguntungkan justru menjadi lebih rendah dibandingkan dengan 15 tahun lalu.

Rendahnya nilai tersebut tidak lepas dari valuasi asset yang dilakukan Deutchse Bank, konsultan yang ditunjuk Direksi Pelindo II untuk perpanjangan konsesi JICT.  Padahal, valuasi asset yang dilakukan FRI, konsultan independen yang ditunjuk Dewan Komisaris Pelindo II, menyebutkan setoran modal HPH sebesar US $215 itu hanya setara dengan 25% saham JICT.  Perhitungan FRI kemudian dikoreksi kembali  PT Bahana Sekuritas yang ‘mendukung’ perhitungan Deutchse Bank.  Tidak sedikit pihak yang mempertanyakan keabsahan Deutchse Bank sebagai konsultan dalam perpanjangan konsesi JICT mengingat bank tersebut merupakan kreditur Pelindo II. Begitu juga dengan independensi Bahana Sekuritas yang juga dipertanyakan karena salah satu direksi Pelindo II berasal dari perusahaan tersebut. 

Di samping itu, pembatalan perpanjangan konsesi tersebut sebagai bentuk kepatuhan hukum korporasi terhadap UU No 17/2008 tentang Pelayaran.  Dalam undang-undang jelas ditegaskan privatisasi pelabuhan baru bisa dilakukan setelah operator pelabuhan (Pelindo II) memperoleh konsesi dari Kementerian Perhubungan. Pelindo II tidak bisa serta-merta melakukan perpanjangan  konsesi tanpa adanya ijin dari kementerian tersebut. Begitu juga dengan surat Menteri BUMN yang mesnyaratkan perpanjangan konsesi JICT patuh pada aturan perundang-undangan sebagaimana yang diminta Kementerian Perhubungan.

Permintaan Kementerian Perhubungan agar Pelindo II mengurus ijin konsesi karena hal tersebut berkaitan dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Artinya, jika Pelindo II abai mengurus ijin konsesi maka negara berpotensi kehilangan pendapatan dari sektor PNBP. Padahal, Pelindo II sendiri sudah menandatangani perpanjangan konsesi dengan HPH sejak 5 Agustus 2014 lalu. Dengan demikian, selama satu tahun terakhir negara kemungkinan sudah dirugikan karena perpanjangan konsesi tersebut tanpa ijin dari Kementerian Perhubungan.

Kita berharap berbagai persoalan yang muncul di Pelindo II baik menyangkut dugaan korupsi maupun perpanjangan konsesi segera dituntaskan pemerintah. Hal ini penting dilakukan mengingat pelabuhan merupakan aset strategis bangsa sebagai garda depan Poros Maritim Indonesia. Komitmen itu perlu ditunjukan dengan bersikap tegas menindak para pihak yang diduga menjadi penghambat dari terwujudnya program tersebut. Siapapun orang atau kelompoknya: Sikat Habisss!!!***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun