Dari secangkir kopi,
sederet kepahitan merembesi pori-pori,Â
hitam kecoklatan,
sesendok gula adalah pemanis yang tak sempat kutuang,
pada angan semata,Â
terlanjur kauseduh perasaan itu.
Pada secangkir kopi,
ampas kekecewaaan memburamkan dinding gelas,
bagai awan hitam menghalangi pandangan,Â
mataku terasa demikian keruh,
untuk sekadar melihat ke arahmu,
memastikan posisi dan kehadiranmu.
Pada secangkir kopi,
harum masa lalu adalah kenangan penuh madu,
padahal semua kisah telah kita telan dalam beberapa tegukan,
buih kepedihan mengambang di permukaan,
setelah kauaduk,
di antara kisah kita,
hanya tersisa secangkir kopi yang dingin dan sepi.
terlampau kental dan basi,
tak sempat kucicipi,
tersia-sia hingga akhir percakapan,Â
nikmatnya hanya angan semata,
pahitnya kian meronta dalam pekat hitamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H