Sebenarnya, artikel ini adalah saran Pak Syahid sebagai kelanjutan dari tulisan saya sebelumnya.
Artikel ini semoga bisa menjawab pertanyaan, "mana yang harus didahulukan? kehidupan sehari-hari kemudian dihubungkan dengan konsep matematis? atau konsep matematis kemudian dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari?"
Michael Mitchelmore dalam tulisannya yang berjudul The Role of Abstraction and Generalisation in The Development of Mathematical Knowledge secara tersirat menjelaskan bahwa di tahap Familiarising, siswa diberikan beberapa konteks yang terkait dengan ide matematis yang akan diajarkan, kemudian ide matematis itu diberikan kepada siswa, lalu siswa kembali memperhatikan konteks lain yang masih terkait sehingga mereka merasa konteks tersebut familiar dengan ide matematis yang baru saja ditunjukkan.
Prinsip Familiarising dalam abstraksi matematika ini harus dijembatani dengan dialog-dialog antara guru dan siswa. Bahasa yang digunakan dalam dialog pun harus bahasa yang natural. Singkatnya, konteksnya harus kehidupan sehari-hari, bahasa yang digunakan pun harus yang sehari-hari. Ini semata-mata agar siswa familiar dengan ide matematis yang diajarkan.
Kata kuncinya adalah Familiar. Maka yang harus dihindari adalah siswa merasa asing dengan materi yang diajarkan.
Kembali kepada penggunaan bahasa di tahap Familiarising, Mitchelmore menekankan, di tahap ini sebaiknya hindari penggunaan bahasa atau istilah-istilah matematis, "... not the mathematical language related to concept to be abstracted."
Pemilihan konteks yang digunakan agar siswa merasa familiar pun tidak sembarang hal. Konteks yang diambil hanyalah konteks-konteks yang biasa dilakukan/dilihat oleh siswa sebagai kejadian sehari-hari "and not include abstracts model "embodying" the concept."
However, the teacher should anticipate the abstraction to be made later. Artinya, jika bahan-bahan konteks yang telah disiapkan ternyata tidak mampu membuat siswa merasa familiar, maka guru harus mengantisipasi dengan memberikan konteks "dadakan" ketika di kelas.
Sampai sini, terlihat bagaimana idealisnya penganut paham mengajar matematika dengan proses abstraksi. Keyakinan pertama yang harus dipegang bahwa objek-objek matematika adalah sekumpulan hal yang abstrak. Sehingga siswa harus mampu mengabstraksi objek-objek tersebut agar didapat sebuah pemahaman. Keyakinan yang berikutnya, seperti terlihat dalam Familiarising adalah semua objek matematika pasti memiliki konteks-konteks sehingga siswa menjadi familiar dengan objek tersebut. Tinggal bagaimana agar menemukan konteksnya.
Meski penelitian penggunaan proses abstraksi dalam pengajaran matematika ini baru untuk siswa pra sekolah dasar, sekolah dasar, dan sekolah menengah pertama. Tapi, para peneliti selalu menemukan konteks-konteks yang sesuai dengan objek matematika yang akan dipahamkan kepada siswa. Semisal untuk materi desimal, ada konteks kurs mata uang dollar terhadap mata uang lain, kegiatan mengukur (meter dan centimeter), dan potongan baris-baris pada cokelat.
Pada materi ajar lain, semisal pecahan, digunakan konteks pemain bola basket dengan jumlah tembakannya yang masuk. Pada materi ajar sudut, digunakan konteks-konteks seperti jalanan yang menanjak dan menurun, pojok ruangan, dan lain-lain.
Lalu, apa dan bagaimana tahap selanjutnya? Mudah-mudahan, tulisan ini berlanjut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H