Politik Praktis: Antara Idealisme dan Godaan Kekuasaan
Idealisme dan Politik Praktis
Seseorang yang masuk ke dunia politik praktis seringkali menghadapi dilema untuk mempertahankan idealismenya ditengah realitas politik yang kotor. Memang tidak semua politik itu kotor, namun kebanyakan demikian. Hal ini karena untuk memperoleh kekuasaan dalam politik perlu cara yang tidak biasa dan bersifat negatif. Banyak orang yang memang awalnya bersikap idealisme dengan membawa gagasan untuk memperbaiki kesejahreraan masyarakat.Â
Namun, dalam perjalanannya politik itu banyak sekali tantangan mulai dari kompromi-kompromi dan tekanan-tekanan dari pihak lain, termasuk tuntutan partai politik. Semua hal itu dapat menguji dan menggoyahkan idealisme seseorang. Pertanyaan pun muncul: bisakah mereka tetap mempertahankan kebaikan dan idealisme ketika masuk ke kehidupan politik praktis? Jawabannya, tidak.Â
Politik praktis yang sejalan dengan moral agama dan idealisme hanya terjadi ketika zaman nabi dahulu. Bagi zaman sekarang sangat sulit melihat seorang politisi yang jujur dan baik. Mereka semua sering menyembunyikan keburukannya di belakang masyarakat.Â
Politik sendiri adalah alat untuk mencapai kekuasaan tertinggi. Maka, banyak orang yang tergoda untuk mengesampingkan nilai idealismenya demi memperoleh keuntungan. Bagi para politisi dukungan publik sangat penting bagi kemajuan kariernya. Tanpa dukungan ini, para politisi akan kehilangan jabatannya di pemerintahan. Untuk tetap bertahan, makan idealismenya disingkirkan dan kekuasaan politik akan didapatkan.Â
Jika melihat demikian, maka penerapan idealisme dalam politik praktis akan sulit dan tidak konsisten. Banyak orang awalnya baik dan menjunjung tinggi moral, namun setelah masuk politik praktis berubah prinsipnya. Tentunya, ada beberapa alasan ketika seseorang berubah prinsip yang berbeda dari idealisme awalnya, yaitu:
1. Banyak Tekanan Politik sehingga Politisi Semakin Kompetitif
Sistem politik modern dan dulu sangat berbeda penerapannya. Politik modern lebih banyak didominasi oleh kepentingan seseorang dari partai yang ingin memiliki kekuasaan. Ketika kompetisi berlangsung, seorang individu akan merasa tertekan dan harus terpaksa untuk berkompromi dan memihak salah satu pihak agar kekuasaannya tetap aman.Â
Orang yang idealis akan berkonflik dan mendapat tekanan dari pihak yang berbeda kepentingannya. Contoh, seseorang ketika pemilu membutuhkan dana finansial. Lalu, ada yang menawarkan bantuan dan orang ini berbeda prinsipnya. Orang idealis pun akan kalah jika kasusnya demikian, karena takut tidak akan bisa ikut pemilu jika tidak menerima kesepakatan itu.Â