Mohon tunggu...
Asep Supriyadi
Asep Supriyadi Mohon Tunggu... Dosen - * Dosen STAI Al-Azhary Cianjur

* Dosen STAI Al-Azhary Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Ontologi Lebaran dan Kamuflase Materialisme

7 Juni 2019   06:54 Diperbarui: 9 Juni 2019   18:02 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sahur bersama teman, saya berkeyakinan dia masih puasa. Namun, tanpa diketahui, ia berbuka di tengah-tengah puasa. Saya sebagai manusia tidak mengetahui kondisi tersebut terjadi. Namun, Allah maha mengetahuinya. Oleh karena itu, hanya Allah yang akan memberikan pahala puasa.  

Puasa merupakan wahana bertemunya dua yang bathin (iltiqoul baathinaini). Dalam asmaul husna, Allah tersifati dengan al-bathin, Yang Maha Bathin. Dalam pandangan filsafat, manusia memiliki dua unsur; dhohir dan bathin. Dalam kitab Suci Al-Qur'an disebutkan bahwa manusia telah ditiupakan ruh dari Allah. Ruh merupakan unsur bathin.  

Dalam puasa, unsur bathin manusia bertemu dengan Al-bathin, Allah. Ada dua kebahagiaan bagi orang yang berpuasa. Kebahagiaan pertama adalah ketika berbuka dan kebahagiaan kedua adalah ketika bertemu dengan Tuhannya. Kebahagiaan itu, adalah rasa yang bersemayam di dalam bathin.

Menjadi satu kekhawatiran jika ketika mudik banyak mengeluarkan uang, pasca mudik uang habis. Untuk menyambung hidupnya harus berhutang sana sini. Bahkan, ada anekdot kajian bahasa Arab asal kata mudik yang menggelitik. 

Mudik berasal dari kata Mudikkun yang merupakan isim fail dari adakka yudikku yang artinya orang yang garuk-garuk. Mengapa yang pulang kampung disebut mudik, karena setelah berhari-hari di kampung halaman uangnya habis. Akhirnya, ia berpikir dan garuk-garuk kepala karena pusing habis uang.

Itulah kamuflase materialisme pada saat lebaran. Semoga kita terhindar dari ke-riya-an. Sifat pamer yang ingin dilihat oleh orang lain. Sehingga, ujung dari sifat tersebut akan menjerumuskan pemiliknya dari garuk-garuk kepala karena pusing. Pusing tidak punya uang. Kamuflase materialisme berujung pada kepayahan pasca lebaran.   

Penutup

Semoga tulisan singkat ini dapat memberikan satu penyadaran bahwa esensi lebih utama daripada casing semata. Esensinya adalah ketakwaan. Mari kita lanjutkan ketakwaan yang sudah mulai terpupuk pada bulan Ramadhan kemarin. 

Ketakwaan dapat mendorong pemiliknya untuk berpakaian lebih indah, lebih anggun dan  menyesuaikan dengan tuntunan, berpakaian sesuai dengan fitrahnya. pakaian jasmani adalah penutup jasmani dan pakaian ruhani adalah ketakwaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun