Mohon tunggu...
Asep Imaduddin AR
Asep Imaduddin AR Mohon Tunggu... Guru - Berminat pada sejarah

Alumnus PP Darussalam Ciamis dan Sejarah UPI. Bergiat di Kolektif Riset Sejarah Indonesia. asepdudinov@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Antropologi Ramadan di Priangan

20 April 2023   08:05 Diperbarui: 20 April 2023   08:15 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal ini karena-salah satunya-pengaruh mengakarnya sejumlah organisasi seperti Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan Nahdlatul Ulama.

Jamaah silakan memilih masjid yang disukainya. 11 rakaat oke. 23 rakaat bagus. Tak ada yang harus diributkan. Karena persoalan fiqh adalah wilayah ijtihadi yang memungkinkan perbedaan pendapat sepanjang ada dalil yang bisa dihadirkan. Setelah tarawehan biasanya dijadwalkan tadarusan yakni membaca Qur'an. Bisa bersama-sama atau sendiri-sendiri dengan target 30 juz Al Qur'an.

Atau bisa juga, dengan merujuk pada Clifford Geertz, yang menulis Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, agaknya tak jauh beda dengan di Jawa Barat, para peserta tadarus duduk di sepanjang bangku, masing-masing diberi satu juz untuk dibaca dan kemudian setiap orang mengaji sekaligus sehingga terdengar hiruk pikuk riuh bahasa Arab yang salah ucap dan dengan demikian menamatkan seluruh Qur'an dalam satu jam atau lebih.

5. Ngadulag dan Takbiran

Dua kegiatan inilah sebagai gong dari berakhirnya  Ramadan dan masuk ke bulan Syawal. Mau menunggu sidang isbat atau mengikuti keputusan Muhammadiyah sama saja. Tokh, lebaran sama-sama 1 Syawal. Hahaha.

Bagi anak-anak di Priangan khususnya, malam lebaran adalah malam kegembiraan. Persis setelah buka puasa di hari Ramadan terakhir segera bergegas ke masjid terdekat. Mengumandangkan takbir dan bisa bermain sepuasnya di malam itu. Terkadang sampai tidur masjid sampai subuh.

Apalagi kalau di masjid itu masih ada beduk atau dalam bahasa Sunda disebut dulag. Ngadulag berarti memukul beduk bertalu-talu sambil mengucap takbiran. Beberapa tahun belakangan, tradisi takbir keliling atau ngadulag sambil berkeliling kota masih ada. Konon, karena dianggap bisa membahayakan maka tradisi tersebut dihentikan.

Salah satu tradisi yang sudah agak lama-karena lumayan berbahaya-tidak ada saat takbiran adalah nyeungeut mercon atau membakar petasan. Macam-macam jenisnya. Ada mercon cengek. 

Mercon cabe. Mercon roket, air mancur dan lain-lain. Biasanya dinyalakan dengan obat nyamuk yang ditempel pada sumbu mercon, atau rokok menyala jika yang menyundutnya orang yang sudah dewasa.

Itulah sejumlah tradisi yang ada di tatar Priangan saat Ramadan. Dan tentunya setiap daerah di Indonesia mempunya kebiasaan yang dilakukan saat Ramadan menghampiri. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun