Mohon tunggu...
Asep Imaduddin AR
Asep Imaduddin AR Mohon Tunggu... Guru - Berminat pada sejarah

Alumnus PP Darussalam Ciamis dan Sejarah UPI. Bergiat di Kolektif Riset Sejarah Indonesia. asepdudinov@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial

Sumbangsih Kecil untuk Perekonomian Nasional

30 Agustus 2020   18:57 Diperbarui: 30 Agustus 2020   18:55 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ajaran gemar menabung sesuai dengan pepatah "Hemat Pangkal Kaya, Boros Pangkal Miskin" tentu saja saya dapatkan pertama kali sewaktu duduk di bangku sekolah dasar (SD). Tak harus setiap hari, yang penting ada sedikit uang jajan yang disisihkan untuk disimpan di tabungan sekolah. Pengalaman menabung selanjutnya saya peroleh di sebuah bank swasta ketika beranjak naik ke kelas lima SD. 

Saya sempat setengah merengek-rengek pada ibu agar diizinkan menabung pada produk tabungan pelajar bank swasta tersebut. Jurus merengek saya membuat ibu luluh. Dengan berseri-seri saya bisa menabung di bank dengan setoran pertama yang cukup terjangkau.

Ketika melanjutkan sekolah di pesantren, ibu saya tak lupa mewanti-wanti bahwa uang kiriman wesel tak mesti dihabiskan semua untuk dipakai jajan. Sebagai anak yang berbakti pada orangtua, nasihat ibu saya jalankan. Walaupun jumlahnya tak terlalu banyak, saya bahkan bisa mempunyai tiga nomor rekening. Dua rekening di bank milik pemerintah. Satu rekening di bank swasta. Alasannya cukup lugu. Saya ingin memiliki kartu ATM agar bisa bergaya pada teman-teman asrama.

Pada masa itu, menabung ya menabung saja. Tak punya alasan heroik dan tak tahu bahwa sebenarnya dengan kita menabung itu sedikit banyaknya ikut berpartisipasi membangun stabilitas perekonomian nasional. Setelah berkuliah dan bekerja saya semakin tahu dan menyadari, bahwa penopang ekonomi nasional yang sehat itu adalah kontribusi masyarakat yang menggunakan berbagai macam produk keuangan dengan menaati peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Jadi dalam kaitan ini ada peran pemerintah sebagai pemangku kebijakan, dalam hal ini kerjasama antara Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan juga masyarakat sebagai bagian dari aktor aktivitas ekonomi yang nyata.

Selain itu, dalam elemen sistem keuangan tak hanya institusi perbankan saja yang beperan dalam memajukan perekonomian nasional, namun harus didukung oleh institusi keuangan non bank yang tak kalah pentingnya. Perannya tak bisa dianggap  enteng. Diantaranya adalah perusahaan pembiayaan dan asuransi, infrastruktur keuangan sebagai pendukung aktivitas ekonomi masyarakat berjalan lancar, korporasi atau badan usaha non keuangan, rumah tangga, dan pasar keuangan sebagai tempat terlaksananya transaksi produk-produk keuangan.

Karena beragamnya elemen sistem keuangan, maka bermacam-macam pula produk keuangan yang dikeluarkan dan digunakan oleh masyarakat. Satu yang pasti bahwa ketika menggunakan produk keuangan maka secara tidak langsung kita memberikan sumbangsih agar ekonomi terus berjalan, kesejahteraan rakyat meningkat, dan angka pertumbuhan ekonomi yang positif. Hal ini penting karena tanpa peran masyarakat maka apapun kebijakan yang diluncurkan akan tak ada artinya. Di bawah ini adalah sejumlah lembaga keuangan dengan produk-produk yang dihasilkannya.

Pertama adalah bank sebagai lembaga intermediasi keuangan yang pada umumnya diberi kewenangan menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan menerbitkan bank note. Sebagai institusi keuangan yang populer, bank mengeluarkan produk tabungan dan deposito sebagai layanan masyarakat menyimpan uang, baik dalam bentuk rupiah ataupun valuta asing Uang yang disimpan di bank tidak mengendap begitu saja, ia akan disalurkan untuk kredit dan pembiayaan masyarakat yang membutuhkan dan sesuai persyaratan.

Dari situlah kemudian ekonomi konsumtif dan produktif masyarakat berjalan secara bergairah. Kemudian, di era revolusi teknologi informasi, bank tak lupa menerbitkan uang elektronik sebagai alat pembayaran cepat dan frekuensi yang intens. Belum lagi ditambah dengan fasilitas internet dan mobile banking dalam rangka pelayanan non stop. Di dalam keluarga saya yang berjumlah lima orang, semuanya mempunyai rekening bank. 

Ada tabungan yang berfungsi sebagai aliran dana gaji dan penghasilan sampingan, dan ada pula yang ditetapkan untuk dana cadangan apabila ada hal-hal penting untuk melanjutkan sekolah atau membeli benda yang sangat dibutuhkan. Dari bank tersebut saya juga menggunakan uang elektronik untuk kebutuhan harian yang tak terlalu besar. Tujuannya supaya lebih simpel dan tak terus bergantung pada uang secara fisik yang terkadang lupa untuk dibawa. Tak lupa memakai mobile banking sih supaya layanan perbankan tetap ada di genggaman.

Kedua ada yang disebut perusahaan pembiayaan. Ini adalah lembaga keuangan bukan bank yang bertujuan khusus untuk melakukan kegiatan usaha seperti sewa guna usaha, piutang, pengadaan kartu kredit, serta pembiayaan bagi masyarakat yang membutuhkan kredit rumah, kendaraan bermotor, kredit laptop dan bahkan handphone. Mengingat ada sebagian masyarakat yang belum bisa membeli secara tunai, maka ada skema kredit agar kebutuhan yang diidamkan bisa didapat. Yang perlu diingat, jadilah nasabah yang baik dengan membayar angsuran dan bunga yang telah ditetapkan dengan tepat waktu dan tidak menunggak. Karena apabila menunggak dan apalagi dalam jumlah yang cukup besar tentulah akan berakibat buruk bagi kita dan perusahaan pada umumnya.

Ketiga adalah pasar modal sebagai tempat transaksi surat-surat berharga seperti saham dan obligasi. Biasanya bersifat jangka panjang bagi dunia usaha dan bagi para investor, pasar modal adalah tempat penyaluran sumber dana secara maksimal.

Yang keempat adalah Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Menurut Undang Undang Nomor 17 Tahun 2012, KSP adalah koperasi yang menjalankan simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha. Apabila kita menjadi anggota koperasi tersebut, maka kita boleh menempatkan dana di KSP tersebut serta berhak meminjam sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh koperasi tersebut. Di tempat saya ada KSP, walaupun tak terlalu besar tapi cukuplah apabila ada kebutuhan mendesak dan memerlukan dana yang cepat. Pernah meminjam di sana dan saya merasa puas. Apalagi di akhir tahun ada Rapat Anggota Tahunan (SHU) sekaligus pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU).

Selanjutnya yang kelima adalah perusahaan asuransi. Ia merupakan lembaga yang memberikan perlindungan bagi nasabah atas kemungkinan-kemungkina risiko yang akan dihadapi di masa depan. Ada perlindungan diri, asuransi pendidikan, asuransi kendaraan, asuransi kebakaran dan bahkan asuransi risiko bisnis. 

Di dalam asuransi, setiap peserta akan menandatangani akad perjanjian selama beberapa waktu dan membayar premi yang ditetapkan. Apabila di tengah jalan ada sesuatu yang tak diharapkan, maka asuransi tersebut akan membayarkan biaya sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Dan apabila sudah jatuh tempo akan diberikan pilihan, apakah akah berlanjut ataukah dana yang telah disimpan itu ditarik kembali oleh si peserta. 

Saat ini saya pribadi bersama istri selaiku asuransi milik pemerintah juga menjadi peserta asuransi swasta. Agar tak menjadi beban dan mendapatkan manfaat yang prima, saya selalu membayar dengan tepat waktu bahkan sebelum jatuh tempo. Karena saya meyakini bahwa pembayaran yang aktif dan tidak melebihi jatuh tempo akan kembali manfaatnya pada kita.

Nah, yang keenam bagi para pekerja dan calon pensiunan, ada juga nih Dana Pensiun sebagai lembaga yang menyimpan sebagian dari iuran para pekerja yang akan dimanfaatkan nanti setelah mereka memasuki usia pensiun. Sesuai dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 1992 ada dua jenis dana pensiun yakni Dana Pensiunan Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Sebagai seorang pekerja tentu saja saya mengikuti dana pensiun ini yang dibayarkan secara teratur. Mudah-mudahan bisa bermanfaat di kemudian hari.

Dan terakhir adalah yang sedang populer belakangan ini yaitu fintech (financial technology). Fintech merupakan "anak kandung" hasil kolaborasi antara jasa keuangan dan teknologi informasi. Ia memanfaatkan kecanggihan revolusi digital dengan jasa keuangan yang ditawarkan pada calon konsumennya. Produk-produknya bisa berupa investasi, peminjaman uang, kredit, dan jual beli. Karena memanfaatkan teknologi maka sang calon konsumen tak perlu bertatap muka, bisa secara daring dengan mengunggah persyaratan-persyaratan yang diperlukan.

Nah, dari sejumlah produk keuangan yang kita punyai dan tentunya sudah terkoneksi satu sama lain, maka hal itu akan berdampak pada roda aktivitas ekonomi secara nasional. Diperlukan sikap dewasa, cerdas, berhati-hati, sekaligus bertanggung jawab apabila memakai produk keuangan. Jika mempunyai akad kredit, asuransi, kartu kredit dan lain-lain haruslah membayar tepat waktu. Sangat tidak elok kalau tidak tepat waktu. Kalaulah sebagian besar yang memakai produk keuangan seperti di atas tak bertanggung jawab, akibatnya akan berdampak pada institusi keuangan itu. Dan apabila dibiarkan terus maka mungkin saja akan berdampak buruk.

Secara keseluruhan, baik perbankan ataupun institusi keuangan non bank dari sisi makroprudensial berada di bawah pengawasan BI sebagai otoritas makroprudensial. BI dengan pengawasan yang komprehensif menginginkan seperti ditunjukkan dalam Laporan Tahunan Bank Indonesia 2019 ingin berada dalam koridor Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) yang berada pada tingkat aman, intermediasi yang seimbang dan berkualitas, dan efisiensi perbankan. Bank Indonesia akan turut memelihara stabilitas dan menjaga ketahanan sistem keuangan serta mendorong pertumbuhan ekonomi secara optimal melalui tiga tujuan yaitu memperkuat ketahanan terhadap risiko sistemik, intermediasi yang seimbang dan berkualitas, dan efisiensi.

Syukurlah pada sepanjang 2019, Indeks Stabilitas Sistem Keuangan berada dalam zona normal didukung oleh kinerja institusi keuangan dan pasar keuangan yang baik. Dari sisi permodalan perbankan, rasio kecukupan modal, CAR, terjaga di level 23,31% pada Desember 2019, jauh di atas persyaratan prudensial. Risiko kredit bermasalah,non performing loan (NPL), juga berada dalam batas aman,yakni 2,53% (NPL gross) dan 1,18% (NPL net). Sementara dari sisi likuiditas, perbankan mampu memelihara kecukupan likuiditas dengan baik dengan rasio alat likuid bank terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) mencapai 20,86%.

BI berbagi tugas dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai otoritas mikroprudensial. Diibaratkan kalau BI bertugas menjaga "hutan", maka OJK mengawasi kesehatan dari setiap "pohon" yang ada di dalam "hutan" tersebut. Kita mesti tahu bahwa problem-problem risiko keuangan tidak hanya berasal dari lembaga keuangan itu sendiri tetapi dari elemen-elemen sistem keuangan lainnya yang terhubung satu sama lain. Sehingga apabila terjadi suatu permasalahan di suatu sektor keuangan akan berdampak pada bidang keuangan yang lain. Dan tidak hanya itu, risiko tadi yang mengancam stabilitas sistem keuangan, akan berimplikasi pula pada stabilitas perekonomian secara nasional. Dan hal itu yang tidak kita harapkan. Contoh bersejarah tentu saja adalah krisis ekonomi 22 tahun silam pada 1998. Karena risiko yang bersifat sistemik, sejumlah bank tidak bisa meneruskan kerja-kerja operasional perbankan dan ditutup selamanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun