Ia tak kurang akal. Menghadaplah Daoed menemui Dr. Sjarief Thayeb, Menteri Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan kala itu. Ternyata lancar-lancar saja, malah membikin Sjarief Thayeb terheran-heran, kenapa untuk memilih sekolah mesti digiring-giring hanya pada satu tempat. Sedangkan si pemberi beasiswa saja tak keberatan kalau Daoed Joesoef pergi ke Sorbonne. Akibatnya, ketika hendak berangkat ke Paris dan Widjojo menemui Daoed di apartemennya, Widjojo pun kena damprat.
Itulah Daoed Joesoef. Ia tak bisa ditekan-tekan dengan seenaknya. Ia adalah tipe seorang intelektual idealis yang memegang prinsip. Kalau bertentangan dengan akal sehat, Daoed tak segan-segan berseberangan pemikiran dengan siapapun. Ia selalu mempunyai argumen atas ucapan dan langkahnya.
Makanya, ketika ditunjuk oleh Presiden Soeharto sebagai Mendikbud pada Kabinet Pembangunan III, Daoed tidak membawa pikiran kosong. Ia sudah mempunyai tiga konsep pembangunan yang ia siapkan sejak lama. Pembangunan pendidikan, pembangunan ekonomi, dan pembangunan pertahanan nasional. Alhasil, ketika diangkat menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan itulah ia dengan segera mengimplementasikan gagasannya.
Gebrakan awalnya sebagai mendikbud, ia menerapkan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Suatu konsep kebijakan yang dianggap oleh sebagian besar aktivis mahasiswa pada waktu itu mengebiri peran kemahasiswaan di dalam kampus. Gelombang demi gelombang demonstrasi mahasiswa ia hadapi dengan luwes dan tegas. Menurut Daoed, kampus harus steril dari kegiatan-kegiatan politik praktis mahasiswa. Kampus adalah tempat komunitas ilmiah.
Kampus adalah tempat menempa mahasiswa menemukan kebenaran-kebenaran ilmiah secara objektif. Kampus adalah tempat menyalurkan aspirasi akademis, bukan aspirasi politik. Sontak saja, banyak kalangan yang menentang ide Daoed ini. Hanya, ia tak begitu saja gentar dengan gertakan-gertakan artifisial dari pihak-pihak yang menentangnya. Ia bukanlah intelektual tukang yang hanya bisa menjilat seseorang semata-mata untuk menyenangkan hatinya.
Periode ketika menjadi menteri inilah Daoed Joesoef menghadapi macam-macam tuduhan. Membatasi politik kampus dan sempat dianggap anti islam karena menghapuskan libur sekolah selama bulan Ramadan adalah beberapa diantaranya. Menurutnya, menjalankan ibadah puasa Ramadan bukan untuk menjustifikasi kemalasan dan mengurangi kegiatan. Alih-alih libur dan bersantai, anak-anak muslim seharusnya dipicu untuk belajar ekstra keras selama bulan Ramadan.
Namun sebagai seorang cendekiawan yang teguh pendirian, Daoed Joesoef tak gentar dengan gertakan dan ancaman. Ia terus melenggang dengan semua kebijakan dan mempertanggungjawabkan itu semua. Barangkali, karena keteguhan prinsip itulah Daoed Joeseof menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan hanya satu periode saja.
Perjalanan hidup Daoed Joesoef yang dilaluinya itu banyak jalan berliku. Tak sedikit kelokan tajam dan gelombang ujian yang dihadapinya dalam rekaman anak tiga zaman. Banyak inspirasi dan pelajaran yang bisa kita ambil darinya. Setelah menunaikan tugasnya sebagai manusia, ia berpulang dalam keabadian pada 23 Januari 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H