Mohon tunggu...
Asep Imaduddin AR
Asep Imaduddin AR Mohon Tunggu... Guru - Berminat pada sejarah

Alumnus PP Darussalam Ciamis dan Sejarah UPI. Bergiat di Kolektif Riset Sejarah Indonesia. asepdudinov@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Para Penggila Vinyl

22 Desember 2017   08:20 Diperbarui: 22 Desember 2017   09:12 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Judul Buku  : #GILAVINYL, Seluk Beluk Mengumpulkan Piringan Hitam

Penulis         : Wahyu Acum

Penerbit:     : Bhuana Ilmu Populer

Cetakan       : Pertama, 2017

Halaman     : 266 Halaman

Barangkali kalau disebut kata "Vinyl", maka sebagian orang akan menggelengkan kepala tak tahu artinya. Tetapi kalau kata tersebut diganti dengan "Piringan Hitam", maka boleh jadi kita akan mengangguk. Ya, Vinyl memang berarti piringan hitam. Media rilisan fisik yang akhir-akhir ini sedang booming kembali di tengah kelesuan industri musik Indonesia.

Bagi generasi muda yang besar di tahun 1960-an dan 1970-an, vinyl menempati posisi tersendiri pada waktu itu, di samping kaset pita sebagai media untuk mendengarkan musik. Kemunculan internet dan mewabahnya digitalisasi musik, membuat piringan hitam, kaset dan cakram padat tak lagi menjadi pilihan untuk menikmati musik.

Sebagian berlari ke unduhan di dunia maya, baik yang legal maupun ilegal. Rilisan fisik ditinggalkan dan para musisi sepertinya enggan melempar album baru ke pasaran karena khawatir selalu terkena bajakan. Dengan adanya internet memang telah mengubah warga dunia dalam hal apapun, tak terkecuali musik.

Nyatanya tak sekhawatir itu. Di sudut-sudut kota, sebagian penikmat musik masih menyimpan idealismenya yaitu dengan cara mengkoleksi rilisan fisik, satu diantaranya adalah mengumpulkan vinyl. Baik vinyl keluaran terbaru maupun keluaran lama yang sifatnya langka dan sudah jarang. Harganya pun tak bisa dibilang murah. Maka tak heran bahwa orang yang hobi mengkoleksi vinyl mestilah punya kemampuan finansial yang kuat.

Wahyu Acum-salah seorang personel Bangkutaman dan penulis buku ini-menyebut orang yang pikirannya sudah tersita dengan vinyl, vinyl, dan vinyl maka orang tersebut sudah masuk kategori gila vinyl.

Nah, seluk-beluk memburu piringan hitam atau vinyl ini dikupas tuntas oleh Wahyu Acum yang juga penggila vinyl dalam bukunya bertajuk "#GILAVINYL, Seluk-Beluk Mengumpulkan Rekaman Piringan Hitam.

Acum mendedahkan bagaimana ia kesengsemdengan vinyl yang diperkenalkan oleh David Tarigan, dan pada tahun 2006 ia membeli dua buah vinyl pertamanya. Album pertama dari grup musik The Byrds dan album milik The Mamas  & The Papas yang berjudul If You Can Believe Your Eyes and Ears (hal 30-31).

Satu demi satu ia terus bergerilya mengkoleksi vinyl, dan tanpa sadar Acum telah mengkoleksi 80 vinyl. Ironisnya ia sendiri belum memiliki alat pemutar vinyl yang disebut turntable. Di tahun 2007, setelah berpuasa merokok selama sebulan dan makan seadanya, ia akhirnya berhasil membeli record player bermerk Philips di sebuah kios di Jalan Surabaya (hal 33).

Ya, Jalan Surabaya di Jakarta merupakan salah satu surga bagi pemburu vinyl lawasan. Harganya tak bisa dianggap enteng. Terlalu kalap memburu vinyl bisa-bisa menjebol kantong. Tapi, kalau memang sudah dalam taraf penggila vinyl, kantong jebol pun tentu tak masalah. Karena toh, uang bisa dicari lagi sementara kepuasan mendapatkan vinyl yang sudah lama diimpikan tak akan terulang lagi.

Acum  dengan kegemarannya pada vinyl "memaksanya" menyambangi tempat-tempat yang tak terbayangkan. Seperti di Jogja, ia bertemu dengan Pak Mul yang rumahnya terletak di Kompleks Keraton, yang ternyata mempunyai banyak koleksi vinyl. Di tempat ini Acum mendapatkan vinyl Papaja Mangga Pisang Djambu dengan cover yang lucu dan menggemaskan(hal 52).

Di Malang, ia berjumpa dengan Mas Fatah. Koleksinya membikin menahan ludah. Karena waktu yang mepet, Acum tak mengeksekusinya. Seorang kawan sesama penggila vinyl-lah yang mendapat durian runtuh dari koleksi Mas Fatah Malang.

Bergerilya soal vinyl tak melulu di pasar domestik, ia juga mendatangi lapak-lapak vinyl di Singapura dan Thailand. Tak kalah serunya, ketika ia ikut berburu di situs ebay. Proses biddingmenjadi mendebarkan. Jantung serasa dag dig dug kalau vinyl incarannya malah jatuh ke tangan orang lain, padahal ia telah menunggu semalaman (hal 87).

Tak melulu menceritakan dirinya, Acum berkisah tentang sejumlah kawannya yang terkena racun "gila vinyl." Seperti Arian 13 vokalis Band Seringai, komika Soleh Solihun, presenter Vincent Rompies, Giring, Rama, dan Randy pentolan Band Nidji, Ryan D'Masiv, Andien, dan sejumlah nama lain. Satu hal, bahwa kesukaaan mereka terhadap vinyl didahului oleh kegandrungannya terlebih dahulu terhadap medium fisik seperti kaset dan CD.

Lebih dari itu, hobi mengoleksi vinyl merupakan suatu usaha dalam mengarsipkan artefak musik di tengah gerusan zaman digital yang terus berlari.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun