[caption id="attachment_235091" align="alignleft" width="300" caption="sumber: centrostudidonati.org"][/caption]
Tentu saja ini tak terjadi di Indonesia, mana tahan seorang bankir yang terkenal, ternama, terpopuler dan ter ter lainnya mau bergaji hanya empat juta rupiah. Ini bankir lho, sebuah profesi wangi nan mentereng yang sampai saat ini masih diidam idamkan sebagian banyak orang.
Bekerja di institusi perbankan memang menggiurkan dan menambah gagah lantas percaya diri. Saya sendiri pernah tak sengaja mampir bekerja di bank, bukan sebagai bankir namun hanya pegawai rendahan yang mengerjakan seabrek administrasi front dan back office. Nyaris tanpa jeda kerja di perbankan, ti isuk jedur nepi ka sore jeder yang kadang kadang bisa membuat teler. Bahkan terkadang tak jarang saya mesti menginap hanya untuk mengerjakan kerjaan kerjaan rutin, laporan laporan dadakan, ketik ketik berkas berkas, dan laporan wajib dari pusat perbankan yangkalau tak dikerjakan tepat waktu berakibat denda finansial.
Makanya, di perbankan itu istilahnya bukan pegawai seperti istilah pe-en-es namun pekerja, orang yang bekerja, dan tak mengenal istilah gaji melainkan upah. Memang agak di atas rata rata apalagi bagi yang telah diangkat menjadi pekerja tetap mendapat bonus bonus yang lumayan besar. Cukuplah untuk beli motor atau mobil. Magnet seperti inilah yang menyebabkan sebagian orang masih menaruh harapan bekerja di perbankan. Dan saya hanyalah pekerja perbankan bukan bankir.
Menurut saya, yang disebut bankir itu adalah mereka yang memanajerimaju atau tidaknya sebuah bank, lancar atau tidaknya arus kredit, bertambah atau tidaknya simpanan di dalam sebuah produk tabungan atau deposito yang dikeluarkan oleh bank tersebut. Mereka lah yang bertanggung jawab atas sehat atau tidaknya sebuah bank. Sekali bank itu tak sehat maka bisa jadi sang bankir tersebut turun jabatan atau bahkan tak mendapat job alias tak mendapat meja kerja. Tanggung jawab besar dengan upah yang besar pula, klop lah.
Maka sungguh berat untuk menjadi seorang manajer perbankan. Mesti orang yang paham manajerial, keuangan perbankan, administrasi dan kemampuan soft skill lainnya. Ia bukan turun langsung mengerjakan pekerjaan yang bukan pekerjaannya melainkan mampu memotivasi sumber daya manusia di bank tersebut untuk mengerjakan tugas pokok sesuai fungsinya masing masing.
Judul di atas yang menyebut bahwa seorang bankir peraih Nobel hanya bergaji empat juta rupiah sebulan, kalau di Indonesia itu mungkin gaji seorang pekerja perbankan yang baru bekerja sekitar dua sampai tiga tahunan. Yang bankir tingkat lokal tentu lebih besar lagi mungkin sekitar lima jutaan sebulan, apalagi yang di tingkat daerah dan nasional mungkin jutaan rupiah plus bonus bonus belum lagi ditambah fasilitas yang wah dan mentereng.
Dan ini benar benar terjadi, saya tahu ketika membaca koran Kompas edisi tanggal 21 Agustus 2010 dalam tulisan Tak Ada Laci di Meja Grameen Bank. Ya, Muhammad Yunus, sang pencetus Grameen Bank di Bangladesh dan peraih Nobel Perdamaian Tahun 2006 adalah bankir tersebut yang hanya bergaji empat jutaan rupiah kalau dikurs dalam mata uang Indonesia. Ia, setiap bulan hanya menerima 650 $ belum dipotong sewa tempat tinggal Yunus di Gedung Grameen Bank. Setelah dipotong sewa hanya menyisakan 400 $.
Muhammad Yunus, meski sudah dikenal ia tak berkantor di atas gedung sebagaimana lazimnya seorang bankir handal, ia berkantor di lantai dasar gedung dengan alasan agar ia segera mengetahui persoalan. Mungkin seperti Dahlan Iskan ketika masih di Jawa Pos yang bahkan tak punya ruangan khusus untuk dirinya.
Di ruangan kantor Yunus pun tak ada pendingin ruangan alias AC hanya untuk mengusir kegerahan cuaca Dhaka yang berkisar 38 derajat celcius. Dan kebijakan Grameen Bank mengenai meja sungguh unik, mereka tak menerapkan laci bermeja yang bisa membuat para pekerja menunda nunda pekerjaan hari ini buat esok hari.
Gaji Yunus dengan manajer dibawahnya pun tak jauh beda. Manajer keliling Grameen Bank hanya mendapat 175 $ atau sekitar Rp. 1.750.000 kalau IDR.
Lantas bagaimana dengan mobil? Kalau di Indonesia seorang bankir biasanya bermobil dinas sedan dan kendaraan lux lainnya, maka Yunus memilih mikrobus yang tak berpendingin udara sebagai mobilnya dengan alasan bisa menampung banyak orang. Sungguh amat bersahaja.
Grameen Bank yang telah besar tak lantas menjadikan pengelolanya lupa diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H