Mohon tunggu...
Asep Imaduddin AR
Asep Imaduddin AR Mohon Tunggu... Guru - Berminat pada sejarah

Alumnus PP Darussalam Ciamis dan Sejarah UPI. Bergiat di Kolektif Riset Sejarah Indonesia. asepdudinov@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merdeka! dari Villa Isola

3 Agustus 2010   14:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:20 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_214921" align="alignleft" width="225" caption="sumber: www.skyscrapercity.com"][/caption] Bangunan itu nampak unik dibanding gedung gedung di sekitarnya. Bergaya klasik, cukup rimbun, dan menjadi tempat favorit bagi para mahasiswa yang lagi dilanda asmara. Jika di siang hari agak ramai. Ada yang lagi berduaan, berdiskusi, jualan, dan lain sebagainya. Rindangnya pohon beringin di sana-konon katanya pohon ini ditanam oleh Prof. Mr. Mohamad Yamin, rektor pertama IKIP Bandung dan juga Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah yang sangat menyejarah-menambah teduh bagi siapa pun yang datang dan sengaja nge-dating kesini. Mau beraktivitas apapun juga bisa, terserah. Kalau lapar, berjalanlah sedikit ke arah utara, dan kau akan menemukan jenis makanan apa saja yang kau mau. Hmmm, sungguh menyenangkan. Kalau dah males dan mau pulang, berjalanlah sepelemparan batu dan kau akan menemukan ratusan angkot yang akan mengantarkanmu ke berbagai jurusan di Kota Bandung. Asyik kan? Ya, itulah Villa Isola, bangunan bergaya art deco yang kini berfungsi sebagai rektorat UPI (dulu IKIP). Tampak luar tak banyak berubah dengan arsitektur semula, tetapi desain interiornya tentu disesuaikan dengan fungsi bangunan saat ini. Villa Isola adalah cagar budaya dari Bandung Tempo Dulu yang sampai saat ini masih tetap bertahan di tengah gelombang arsitektural modern, entah sampai kapan. Semoga gedung ini tak banyak berubah. Sungguh sangat disayangkan bila jejak Bandung masa silam makin lama makin tergerus arus modernisasi. Tentu kita yang akan rugi kan? Mau tau lanjutannya, ikuti terus deretan huruf huruf di bawah ini. Villa Isola dibangun oleh Dominique Willem Berrety, seorang Hartawan Belanda pendiri kantor Berita ANETA pada 1933. Mulanya digunakan sebagai tempat tinggal. Berrety dan keluarga. Pastinya keluarga ini adalah keluarga Belanda kaya raya, karena sejak dulu sampai sekarang yang punya villa mestinya adalah orang kaya. Apalagi cetak biru villa ini dikerjakan oleh Prof. Charles Prosper Wolf Schomaker, seorang mahaguru di THS Bandung, mantan dosen Soekarno, dan arsitek ternama sebelum masa perang dunia II. Schomaker kalau ga salah juga mengarsiteki Gedung Sate, Gedung Utama ITB, Mesjid Cipaganti dan banyak lagi..bayarannya pasti mahal dong. Tak sampai sepuluh tahun, villa ini telah jatuh ke tangan Jepang, dan pernah dihuni oleh Jenderal Hitoshi Imamura ketika akan melakukan pemindahan kekuasaan dari Belanda ke Jepang di Kalijati Subang pada 8 Maret 1942. Wah, sungguh sangat bersejarah ya Villa Isola ini. Nah, diatas tadi adalah fungsi Villa Isola di OrdeBelanda dan Jepang. Lalu adakah peran Villa Isola jelang kemerdekaan di tahun 1945? Tentu. Cerita di bawah ini saya kutip dari bukunya Sidik Kertapati yang berjudul Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945. Kenapa saya mengutip buku ini? Karena ada peran Villa Isola-nya, simpel saja kan. Sidik adalah tokoh kiri yang menjadi eksil di negeri Belanda sana, tapi terlepas dari siapa Sidik, kita harus jujur pada sejarah bahwasanya sejarah bangsa ini juga didirikan tak hanya oleh cucuran keringat tokoh tokoh tengah, tetapi juga linangan air mata dan tumpahan darah tokoh tokoh kiri dan kanan yang juga sama besarnya. Sebagai perbandingan buku Sidik Kertapati ada baiknya juga dibaca buku Bung Hatta dan Adam Malik yang juga pernah menuliskan kenangan tentang dua tiga empat kelumit sekitar peristiwa 17 Agustus 1945. Saya kutip buku Sidik dari halaman 61-62. “Dalam bulan Mei 1945, atas inisiatif “Angkatan Muda” Bandung antara lain Djamal Ali dan M. Tahir, bertempat di Bandung Utara, di Villa Isola diselenggarakan suatu konferensi. Konferensi ini mendapat perhatian luas, hampir semua daerah penting di Jawa mengirimkan wakilnya, jumlah pesertanya lebih dari 100 orang....Saat itu untuk pertama kalinya selama pendudukan Jepang lagu Indonesia Raya dinyanyikan tanpa didahului oleh Kimigayo dan Sang Saka Merah Putih berkibar tunggal dengan megahnya di lapangan depan ruang konferensi. Di Isola itulah dibuat topeng yang selama ini dipaksakan oleh politik “kerjasama” yang menyeret pemuda dalam kebimbangan dan keraguan, apakah kemerdekaan itu harus berkat perjuangan sendiri atau benar harus diterima sebagai hadiah kemurahan hati saudara tua Dai Nippon....S. Karna dari Angkatan Muda Semarang berdiri membungkam salah seorang pembicara hanya dengan beberapa kalimat: “Sudah, sudah.......Buat apa banyak bicara. Soalnya suda terang benderang. Kita cuma mau merdeka, sekarang juga. Titik!” Konferensi mengambil kesimpulan kesimpulan sesuai dengan keinginan peserta dan memutuskan mengirim delegasi ke Sukabumi untuk menyampaikan laporan laporan kepada Bung Karno yang kebetulan sedang berada di kota itu. Delegasi berangkat dengan berkendaraan truk. Pertemuan itu merupakan cermin semangat zaman dan jiwa perjuangan pemuda Indonesia untuk merdeka”. Itulah penggalan pekik Merdeka dari balik kemegahan Villa Isola. Semoga kita semua diberi keadilan sejak dari alam pikiran. ***Kado untuk 65 Tahun Indonesia Merdeka dan didekasikan buat alumni IKIP Bandung dan UPI di seantero nusantara. MERDEKA!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun