Mengenal Jawara Banten
Dulu dengan Sekarang, peran dan profesi para jawara Banten sangat jauh berbeda, jika dulu seorang jawara adalah pembela ulama, pembela agama dan negara, tetapi di jaman sekarang jawara lebih identik dengan profesi maling pencuri begal dan bisa 'disogok' menjadi bodyguard untuk melindungi pejabat.
Sepakterjang Hasan muda sebagai seorang jawara di jaman baheula sangat di takuti dan disegani masyarakat, akan tetapi pada akhirnya dia takluk dan bertaubat di tangan Kiai Abdurrohman (Pendiri UNMA Cikaliung).
Hasan muda kemudian sering mengaji ke Kiai Abdurrohman, lalu dinasehati agar cukuplah sampai di sini saja dirinya menjadi seorang Jawara. Dari sana, Hasan muda menjadi insyaf dan tidak pernah berbuat keonaran lagi sampai dia meninggal dunia.
Semasa hidupnya, Lurah Hasan berpesan kepada anak cucunya untuk tidak menjadi pejabat apalagi Lurah, sebab menurut keyakinannya, Lurah itu tidak sah menjadi imam solat, karena sering meminta pajak negara kepada masyarakat. Lurah Hasan sendiri mengakui bahwa ia sangat menyesal pernah menjadi Lurah, tapi menurutnya, ia menjadi Lurah karena terpaksa, dirinya didorong oleh masyarakat kampung Bulakan untuk menjadi pemimpin di kampung mereka.
Selain terkenal kayaraya, punya ilmu kanuragan, Lurah Hasan juga dihormati oleh masyarakat sekitar karena keturunannya menjadi Kiai semua. Dimasa tuanya, Lurah Hasan selalu mengikuti Pengajian dan selalu berharap agar keturunannya menjadi ulama.
Suatu hari ketika dalam masa pertaubatannya, Lurah Hasan mendengar cerita, jika kepingin punya anak yang baik dan bisa menjadi kiai maka harus memberi satu ekor kerbau kepada seorang ulama. Mendengar cerita tersebut, Lurah Hasan kemudian mematuhi nasehat tersebut dan mengurbankan 7 ekor kerbau dengan tujuan agar anak-anaknya menjadi Kiai semua. Niat tersebut ternyata berhasil, hingga sekarang para kiai-kiai di Pandeglang terutama kawasan Saketi adalah keturunan dari Lurah Hasan
Ketika anaknya, Encuk Hasanah menikah dengan KH.Otong Nawawi, tidak heran menantunya itu sangat disayang oleh Lurah Hasan, bahkan segala keinginan mantunya selalu dituruti. Bahkan saking disayangnya, H.Otong diminta oleh Lurah Hasan akan dijamin kehidupannya bila mau tinggal di Kampung Bulakan.Tapi H.otong menolak dengan halus.
Pada jaman baheula, barang paling mahal adalah lampu merk Patromak, juga Teko air bila dimasak maka teko tersebut bisa berbunyi, juga Sepeda merk BSA, tidak ada yang mampu membeli barang-barang tersebut kecuali Lurah Hasan. Ketika H.Otong mempunyai seorang anak laki laki (H.Humaidi) Lurah Hasan begitu gembira dan menyayangi cucunya tersebut, bahkan tidak hanya tanah dan pakaya (harta) yang diberikan kepada H, Humaidi, beberapa riwayat menyebutkan, Lurah Hasan sempat memandikan cucu kesayangannya tersebut dengan mengisi beberapa ilmu tenaga dalam sehingga membuat H.Huamaidi memiliki 'keberanian', disamping juga menjadi ulama yang disegani di sekitar Pandeglang.
Pada tahun 1958 M. Lurah Hasan mempunyai niat untuk menunaikan ibadah Haji, suatu malam, ketika dia berbicara menganai keinginannya tersebut, setelah solat isya, dia tergeletak terkarena penyakit. Esoknya Lurah Hasan berkeliling ke setiap kampung, setiap bertemu dengan orang yang dia kenal, dia meminta maaf kepada mereka, sehingga ada banyak sekali para pedagang dan masyarakat yang terheran-heran dengan tingkahlaku Lurah Hasan. Pada waktu itu anaknya yang bungsu, Kiai Mamad, di suruh oleh Lurah Hasan untuk pergi ke Rangkas membuatkan Jas baru. 3 hari kemudian jas tersebut di pakai nya pergi ke pengajian di Kiai Ebeng, Sodong. Esoknya dia meninggal dunia.
Riwayat Abah Otong